Ketika tidak ada yang bisa kulakukan, aku akan melepaskan genggamannya. Ketika dia baik-baik saja tanpaku, aku akan melepaskan pelukannya. Ketika sudah tak ada keinginannya untuk mengingatku, kupastikan aku sudah benar-benar jauh. Dia hadir seperti jingga yang mewarnai senjaku meskipun hanya sesaat.
"Lupakan Dhanan, lupakan kamu pernah mengenalnya!"
"Iya Bude, tapi tak semudah itu melupakan dia."
"Kamu pasti bisa, dan harus bisa Mel!" Bude berkali-kali meyakinkan aku, "Dia tidak cukup baik buat kamu," lanjutnya.
Bude demikian aku memanggil Bu Asri ibu angkatku sejak dua tahun lalu aku tinggal di rumahnya. Beliau sering mengingatkan aku tentang watak kurang baik Dhanan. Seperti sore itu aku kembali beradu argumen lagi-lagi tentang Dhanan sahabat baik Mirna putri semata wayang Bude.
"Mirna adalah sahabat baik Dhanan tentu lebih mengenal dia karena mereka berteman jauh sebelum kamu mengenalnya Nak."
"Iya Bude, saya tahu."
"Dhanan bukan laki-laki yang bertanggung jawab, dia sering kali abai dengan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya."
"Kenapa dia baik kepada saya Bude?"
"Dia baik pada semua gadis yang dia temui."
"Sikap dia belakangan ini jauh lebih baik dari sebelumnya."