Mohon tunggu...
ARDIANTO ROMATUA BAKARA
ARDIANTO ROMATUA BAKARA Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Kebijakan Masa Depan dalam Penegakan Hukum Kasus Jual Beli Fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan

18 Mei 2023   19:04 Diperbarui: 18 Mei 2023   19:04 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lembaga Pemasyarakatan (LP) merupakan institusi yang bertujuan menahan dan mereformasi narapidana serta membantu mereka mengintegrasikan kembali ke masyarakat. Namun, dalam praktiknya, penyalahgunaan wewenang dan kelebihan kapasitas menjadi masalah yang sering terjadi di LP di Indonesia. Masalah kelebihan kapasitas menjadi tantangan utama di sebagian besar LP di Indonesia. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam pengamanan, dengan satu sipir harus mengawasi banyak narapidana. Dalam hal ini, Indonesia memiliki rasio pengawasan yang lebih buruk dibandingkan negara-negara tetangga seperti Australia, Brunei Darussalam, China, Jepang, dan Malaysia. Selain itu, kurangnya pendidikan dan pembiayaan yang memadai bagi narapidana juga menjadi permasalahan serius. Banyak narapidana yang hanya memiliki pendidikan dasar, dan biaya makan dan hidup mereka ditanggung oleh APBN. Direktur Pelayanan dan Pengelolaan Basan dan Baran Direktorat Jenderal Permasyarakatan Heni Yuwono mengatakan, negara mengeluarkan uang Rp 2 triliun dalam satu tahun untuk memberi makan narapidana.

Kelebihan kapasitas juga memungkinkan terjadinya jual beli fasilitas di LP, di mana narapidana dapat memperoleh fasilitas mewah dengan cara memberi suap kepada aparat hukum. Fenomena jual beli fasilitas di LP menjadi rahasia umum, dan hal ini melibatkan penyalahgunaan wewenang dan tindakan suap. Praktik jual beli fasilitas di LP merupakan pelanggaran terhadap tujuan hukum yang seharusnya memberikan hukuman dan mereformasi perilaku narapidana. Namun, masih terdapat ketidaksesuaian antara aturan normatif dan praktek yang terjadi di LP. Kasus jual beli fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin merupakan salah satu contoh praktik korupsi yang merugikan narapidana dan melanggar prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

Beberapa faktor yang menyebabkan pelanggaran aturan tersebut adalah kurangnya pengawasan yang ketat, kurangnya pembinaan khusus untuk narapidana korupsi, kepentingan pribadi narapidana, masalah kesehatan, dan kebiasaan hidup mewah. Sanksi administratif yang diterapkan selama ini terhadap jual beli fasilitas tidak efektif dalam mengatasi masalah ini. Fenomena ini berkaitan dengan tindak pidana suap menyuap dan melanggar asas persamaan di muka hukum. Penegakan hukum pidana terhadap kasus ini masih lemah, dan praktik ini bisa menjadi bagian dari subkultur atau budaya dalam sistem penahanan dan penjara.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan kebijakan penal yang melibatkan tahap formulasi, aplikasi, dan eksekusi. Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah penggunaan sanksi administratif sebelum sanksi pidana diterapkan. Namun, penting untuk diingat bahwa masih ada toleransi dalam masyarakat terhadap suap menyuap sebagai bagian dari kehidupan budaya, meskipun bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam menangani permasalahan jual beli fasilitas di LP, diperlukan upaya penegakan hukum yang lebih efektif dan peningkatan pengawasan di dalam LP.

Langkah-langkah berikut dapat menjadi pertimbangan untuk mengatasi praktik ini:

  • Penguatan Pengawasan: Diperlukan peningkatan jumlah dan kualitas tenaga pengawas di LP. Sipir yang bertugas harus memiliki pelatihan yang memadai untuk mengawasi narapidana dengan efektif. Selain itu, perlu diterapkan sistem pengawasan internal dan eksternal yang ketat untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.
  • Penindakan Tegas: Penegakan hukum pidana terhadap praktik jual beli fasilitas harus diperkuat. Aparat hukum yang terlibat dalam permainan kotor harus dilakukan penyelidikan yang ditindaklanjuti dengan penyidikan, penuntutan, dan seterusnya.
  • Kesetaraan Fasilitas: Penting untuk memastikan bahwa semua narapidana diperlakukan secara adil dan setara. Perbedaan fasilitas antara narapidana yang mampu memberi suap dan yang tidak mampu harus dihilangkan. Fasilitas yang memenuhi standar kemanusiaan harus disediakan untuk semua narapidana tanpa adanya diskriminasi.
  • Kebijakan Pencegahan: Perlu dilakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah praktik jual beli fasilitas. Dalam hal ini, pemeriksaan rutin terhadap petugas dan narapidana, pengawasan yang ketat terhadap pemasukan barang-barang ke dalam LP, serta pelaporan dan penanganan cepat terhadap indikasi korupsi menjadi langkah-langkah yang penting.
  • Kerja Sama dengan Institusi Eksternal: Kerja sama dengan institusi eksternal seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga hukum lainnya perlu ditingkatkan. Koordinasi yang baik antara LP, KPK, dan lembaga terkait lainnya akan memperkuat penegakan hukum dan mempercepat penanganan kasus korupsi di LP.

Selain itu, perlu adanya perubahan sikap dan budaya dalam sistem penahanan dan penjara. Budaya yang memandang suap sebagai bagian dari kehidupan seharusnya diubah. Pendidikan nilai-nilai etika dan integritas harus menjadi bagian integral dari program rehabilitasi di LP. Narapidana perlu diberikan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya menjunjung tinggi hukum dan prinsip kesetaraan di muka hukum. Selain upaya penegakan hukum, perlu juga dilakukan reformasi kelembagaan dan kebijakan untuk mencegah praktik jual beli fasilitas di LP. Beberapa kebijakan masa depan yang dapat dipertimbangkan adalah:

  • Program Anti-Korupsi: Perlu dikembangkan program anti-korupsi yang melibatkan semua pihak yang terlibat di dalam LP. Program ini dapat mencakup pelatihan etika dan integritas, pendidikan anti-korupsi, serta penerapan kode etik bagi petugas LP dan narapidana.
  • Audit Internal dan Eksternal: Audit internal dan eksternal secara rutin perlu dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan dan prosedur yang berlaku di LP. Audit ini dapat melibatkan institusi independen dan transparan guna menghindari adanya konflik kepentingan dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan LP.
  • Peningkatan Transparansi: Peningkatan transparansi dalam pengelolaan LP dapat menjadi langkah penting dalam mencegah praktik jual beli fasilitas. Informasi mengenai anggaran, penggunaan dana, dan fasilitas yang disediakan harus dapat diakses oleh publik. Dengan demikian, masyarakat dapat ikut berperan dalam mengawasi dan melaporkan adanya praktik korupsi.
  • Pengembangan Sistem Pengaduan: Diperlukan pengembangan sistem pengaduan yang efektif dan aman bagi narapidana dan pihak eksternal untuk melaporkan adanya praktik jual beli fasilitas atau penyalahgunaan wewenang di LP. Sistem ini harus dilengkapi dengan mekanisme perlindungan bagi pelapor yang melaporkan kasus-kasus korupsi.
  • Kerjasama Internasional: Kerjasama dengan negara-negara lain dalam hal pertukaran informasi, pengalaman, dan pelatihan dalam penegakan hukum dan pengelolaan LP dapat memperkuat upaya pencegahan dan penindakan terhadap praktik jual beli fasilitas.

Kesimpulannya adalah penegakan hukum yang efektif, peningkatan pengawasan, perubahan budaya, serta reformasi kebijakan dan kelembagaan adalah langkah-langkah penting untuk mencegah dan memberantas praktik jual beli fasilitas di LP. Hanya dengan adanya tindakan yang holistik dan sinergis, LP dapat menjalankan perannya sebagai lembaga pemasyarakatan yang efektif dalam mereformasi narapidana dan membantu mereka kembali ke masyarakat dengan integritas yang tinggi. Semua pihak, termasuk aparat hukum, petugas LP, narapidana, serta masyarakat secara keseluruhan, perlu berperan aktif dalam memperbaiki sistem pemasyarakatan. Aparat hukum yang terlibat dalam korupsi harus dituntut secara adil dan berdasarkan hukum yang berlaku. Selain itu, mekanisme pengawasan dan pengaduan harus ditingkatkan agar narapidana dan pihak eksternal dapat melaporkan praktik korupsi dengan aman dan tanpa rasa takut. Seluruh upaya ini harus didukung oleh transparansi dan akuntabilitas yang tinggi dalam pengelolaan LP. Informasi mengenai anggaran, penggunaan dana, dan fasilitas yang disediakan harus tersedia untuk publik. Selain itu, audit internal dan eksternal yang teratur harus dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan dan prosedur yang berlaku.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara komprehensif, diharapkan praktik jual beli fasilitas di LP dapat ditekan dan dicegah secara efektif. Narapidana akan mendapatkan perlakuan yang adil dan setara, sementara sistem pemasyarakatan akan berfungsi sebagai lembaga yang membantu mereformasi narapidana dan mempersiapkan mereka untuk reintegrasi ke dalam masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa perubahan yang signifikan membutuhkan waktu dan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait. Semua langkah yang diambil harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum, integritas, dan kemanusiaan. Dengan demikian, LP dapat menjadi institusi yang efektif dalam mereintegrasi narapidana dan menjaga keadilan di dalam sistem peradilan pidana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun