Masyarakat hukum adat merupakan bagian integral dari keberagaman bangsa Indonesia. Dengan keunikan tradisi, budaya, dan kearifan lokal yang dimiliki, mereka turut membentuk identitas nasional kita. Namun, hingga saat ini, pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat belum sepenuhnya terealisasi. Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat yang telah lama dibahas menjadi harapan besar bagi mereka agar hak-hak mereka diakui secara legal dan berkeadilan. Tahun 2025 menjadi momentum penting untuk mengawal pengesahan RUU ini sebagai wujud nyata implementasi sila ke-2 dan ke-5 Pancasila sebagai dasar negara.
Urgensi Hukum dan Kebijakan Masyarakat Adat
Memburuknya situasi hukum dan kebijakan terkait Masyarakat Adat secara langsung berdampak pada meningkatnya perampasan wilayah adat, kriminalisasi dan kekerasan. Sepanjang tahun 2023, AMAN mencatat setidaknya terdapat 2.578.073 hektar wilayah adat. Sebagian besar perampasan wilayah adat tersebut disertai dengan kekerasan dan kriminalisasi yang menyebabkan 247 orang korban - 204 orang diantaranya luka-luka, 1 orang ditembak sampai meninggal dunia, dan kurang lebih 100 rumah warga Masyarakat Adat dihancurkan karena dianggap mendiami kawasan konservasi negara (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara,2023).
Pengakuan Hak dan Wujud Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Sila ke-2)
Persoalan muncul berkaitan dengan lemahnya pengakuan masyarakat hukum adat sebagai subyek hukum yang mempunyai hak-hak khusus dan istimewa. Kemudian maraknya terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat hukum adat oleh negara, terutama hak ulayat. Hak ulayat adalah hak tertinggi atas tanah yang dimiliki oleh suatu persekutuan hukum untuk menjamin ketertiban pemanfaatan/pendayagunaan tanah. Masyarakat memiliki hak untuk menguasai tanah dimana pelaksanaannya diatur oleh kepala suku atau kepala desa (Kertasapoetra,1985).
Sila ke-2 dalam Pancasila, "Kemanusiaan yang adil dan beradab," menuntut negara untuk memperlakukan setiap warga negara, termasuk masyarakat hukum adat, dengan penuh keadilan. Pengesahan RUU ini akan menjadi bukti bahwa negara hadir untuk menghapus diskriminasi yang sering kali dialami masyarakat adat, baik dalam akses terhadap tanah ulayat, sumber daya alam, maupun pengakuan terhadap eksistensi mereka.
Masyarakat hukum adat selama ini sering menjadi korban ketidakadilan, seperti penggusuran paksa, konflik agraria, hingga marginalisasi sosial. Dengan disahkannya RUU ini, masyarakat adat akan mendapatkan landasan hukum yang kuat untuk melindungi hak mereka. Pengakuan ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat adat kepada pemerintah, tetapi juga menunjukkan bahwa Indonesia menghormati dan melindungi kemanusiaan dalam segala keberagamannya.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila ke-5)
Sila ke-5, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," menegaskan komitmen negara untuk menciptakan keseimbangan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat hukum adat merupakan sebuah harapan baru bagi masyarakat hukum adat yang kian hari kehilangan hak-haknya sebagai warga negara yang setara dengan warga negara lainnya. Yang secara yuridis telah tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum"(Saswoyo,2023:27). Sehingga pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat menjadi langkah konkret untuk memastikan masyarakat adat memperoleh hak yang sama seperti warga negara lainnya.