Mohon tunggu...
Novan Bagas Anggara
Novan Bagas Anggara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang

Gamers

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Buku Nonfiksi Belajar Saham Memberikan Ketenangan Finansial

16 Mei 2023   20:07 Diperbarui: 16 Mei 2023   20:13 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ebooks.gramedia.com

Menabung dalam kondisi yang normal, secara umum tidak jauh dari menabung uang. Menabung sedikit demi sedikit, agar lama-lama jadi bukit. Menabung dengan sebuah gerakan kecil yang kemudian menjadi kebiasaan, yakni mengorbankan sebagian uang yang anda punya hari ini untuk bisa mendapatkan sesuatu yang anda butuhkan atau inginkan di masa mendatang.

Pada zaman sekolah contohnya, penulis pernah berkorban selama 20 hari, untuk menyisihkan uang jajan sebesar 500 rupiah, untuk membeli sebuah kartu mainan yang harganya 10 ribu rupiah. Pengorbanan itu, yang dilakukan dengan menyisihkan uang dan mengumpulkannya untuk mendapatkan hal yang ia inginkan, itu lah yang dikenal dengan konsep menabung. Namun, zaman terus berubah, termasuk nilai uang. Dahulu 100 rupiah saja bisa untuk beli 3 permen, tetapi sekarang? 500 rupiah baru bisa dapat 1 permen saja.

Jika saat ini, anda sudah merasa cukup dewasa dan menabung sudah menjadi kebiasaan pada diri anda, maka anda perlu diberikan ucapan selamat. Sebab, itu artinya anda sudah lebih dekat beberapa milimeter dengan tujuan akhir hidup anda. Maksudnya, saat anda masih kecil, mungkin menabung diterapkan untuk sebuah mencapai tujuan sederhana, misalnya untuk membeli mainan. Lalu, saat anda beranjak remaja, anda mungkin mulai menabung untuk kekasih anda.

Lebih dewasa lagi, anda akan menabung untuk calon istri anda. Lalu, anda juga akan menabung untuk biaya pernikahan, sehingga anda bisa mendapatkan apapun yang dibutuhkan dan diinginkan. Maka, sebenarnya inti dari menabung tetap sama, yaitu simpan, kumpulkan, lalu wujudkan impian atau tujuan anda. Pada setiap tingkat usia, anda memiliki tujuan menabung yang berbeda-beda. Semakin hari, tujuan dari tabungan anda semakin besar.

Tidak mungkin kan hadiah untuk calon pacar anda disamakan dengan hadiah untuk calon istri atau suami anda? Jika dulu cukup memberikan coklat dan permen, saat ini bisa jadi standarnya adalah kalung emas, cincin berlian, atau bahkan sebuah pulau. Intinya semakin dewasa, apa yang anda simpan, kumpulkan, dan wujudkan akan semakin besar. Banyak orang yang sepakat bahwa tujuan dari hidup setiap orang adalah untuk berkecukupan.

Kata-kata tersebut cukup terlihat sederhana, tetapi cukup terasa menyeramkan untuk dijalani. Ada juga yang berkata bahwa hidup berkecukupan itu cukup hanya dengan bisa makan. Jika sedang ingin makan di warteg cukup uangnya, jika lagi ingin makan di hotel bintang lima juga tetap cukup uangnya. Atau, jika ingin liburan ke luar kota cukup uangnya, saat ingin pergi tur ke Amerika 30 hari juga cukup uangnya.

Cukup menyeramkan kan? Di mana kata 'cukup' itu sangat abstrak. Setiap orang memiliki pengertian berbeda atas tingkat kecukupannya. Artinya, hidup ini sebenarnya tentang bagaimana menabung untuk dapat memperoleh kata cukup bagi diri anda, juga keluarga anda. Terkadang orang seperti alergi ketika dibilang kaya, jadi terkesan mereka tak mau dilihat kaya, tetapi kelihatan cukup. Namun, tak ada salahnya untuk mengaku bahwa diri anda kaya dan berkecukupan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kaya dengan menabung uang yang anda miliki, mampu membuat anda kaya? Ternyata, uang memiskinkan anda, lho. Jika anda pergi dari Indonesia ke Eropa, lalu di sana anda hanya memiliki uang rupiah saja. Maka sebanyak apapun uang rupiah yang anda bawa, tetap saja di sana anda menjadi miskin? Anda akan kesulitan untuk membeli, karena tidak ada orang yang menerima uang milik anda. Berarti, tiba-tiba anda jadi orang yang tak punya uang, padahal anda punya uang.

Jadi, uang kertas yang kita gunakan saat ini merupakan bagian dari revolusi dan evolusi dari penggunaan alat tukar zaman dulu, yaitu emas. Emas yang disebut sebagai logam mulia adalah benda berharga. Terlebih, jumlahnya yang terbatas di dunia semakin membuatnya menjadi barang langka dan dapat digunakan sebagai alat tukar. Masalahnya, membawa emas adalah hal yang cukup sulit. Emas mungkin memiliki ukuran yang kecil, tetapi sangat berat. Akhirnya, ditukar lah emas itu menjadi sebuah kertas, di mana emas dititipkan pada pengrajin emas. Begitu asal mula penggunaan media kertas untuk transaksi. Ini juga yang menjadi awal masalah baru, yang menyebabkan uang kertas yang kita gunakan menjadi lemah.

Bayangkan saja, jika kita buat suatu rumus sederhana: 1 lembar kertas sama dengan 1 kilo emas. Saat ini, yang bisa menerbitkan kertas tersebut hanya bank sentral. Lalu, suatu waktu bank sentral tersebut akan butuh uang, tetapi tidak memiliki uang. Emas tidak ditambah menjadi 2 kilo, tetapi malah mencetak 1 lembar kertas lagi. Lalu apa dampaknya? Jelas saja bahwa sekarang nilai lembar kertas jadi melemah. Sebab, 1 kilo emas yang tadinya hanya 1 lembar kertas, sekarang menjadi 2 lembar kertas. Lalu, kenapa anda mau dibayar oleh lembaran kertas? Sebab, ada negara sebagai penjamin. Di sisi lain, hal ini menjadi ancaman yang patut disadari. Uang kertas ternyata dapat mengalami penurunan nilai.

Sekarang masuk akal jika dahulu 100 rupiah setara dengan 3 buah permen, sedangkan saat ini 1 permen setara dengan 500 rupiah. Uang tidak mampu mendapatkan barang yang sama akibat nilai uang yang mengalami penurunan. Jadi, jika anda menyimpan atau menabungkan uang anda, pertanyaannya, yaitu apakah uang yang anda tabung mampu mencapai tujuan hidup anda lebih cepat daripada penurunan nilai uang lagi? Sebagai contoh, jika anda ingin membeli kendaraan 5 tahun lagi seharga 120 juta dengan cara menabung 2 juta setiap bulan selama 5 tahun, apakah anda mampu membeli kendaraan impian anda? Atau malah 5 tahun kemudian saat uang anda sudah terkumpul, anda hanya mampu mendapatkan kendaraan di bawah impian anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun