Mohon tunggu...
Bread Beard
Bread Beard Mohon Tunggu... -

Person love to reading about news, psychology, history and philosophy. Simplicity

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Parcel Lebaran Dibuang ke Jalan

24 Juli 2014   00:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:25 2785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa respon Anda apabila sudah berusaha memberikan dengan tulus sesuai kerelaan dan keadaan untuk memberikan parcel lebaran tetapi dibuang ke jalan? Parcel lebaran berisi: 1 liter minyak goreng, 1 bungkus kecap, 1 bungkus penyedap rasa, 12 bungkus Masako, 2 bungkus bumbu praktis, 1 bungkus tepung bumbu dan 2 bungkus Mayumi dibuang ke jalan dengan alasan terlalu sedikit. (sumber).

Ada beberapa hal sehubungan dengan dinamika psikologi sosial yang menyeruak di masyarakat. Pemberian dari perusahaan atau perorangan yang menguntungkan orang lain disebut dengan prosocial behavior. Konon banyak perusahaan mengambil kebijakan memberi sebagai upaya untuk memberi manfaat fungsi organisasi dalam perusahaan. Bagi perorangan, motivasi memberi bisa bermacam-macam: mulai dari usaha untuk meningkatkan identitas diri hingga perasaan puas dapat berbuat sesuatu untuk menolong orang lain.

Pertama, dinamika sosial pemberi dan penerima berkaitan erat satu sama lain yang berdampak pada pemenuhan harapan atau keadaan tidak terpenuhi harapan. Si Penerima memiliki keinginan (desire) dan kebutuhan (need) yang dibungkus dalam sebuah kata yang disebut ”harapan”. Ketika pemberian (gift) ditolak, maka terjadi ekses penolakan dari sebuah identitas pemberi. Sebenarnya tidak secara langsung berhubungan dengan barang tetapi lebih kepada relasi yang belum memadai dan belum terjalin baik sehingga memunculkan sikap hostile (antagonis, bermusuhan).

Kedua, entah masyarakatnya secara keseluruhan atau hanya orang-orang tertentu yang mengatasnamakan warga satu desa, namun sikap tersebut tentu menghasilkan dampak pada pranata sosial masyarakat Indonesia yang terkenal sopan santun dan bersahaja. Apabila benar semua orang dalam komunitas desa tersebut sikap hostile, maka perlu adanya pendidikan moral dan tatanan masyarakat yang lebih beradab dalam berelasi dan bukan bertransaksi secara barbar.

Ketiga, PR (Pekerjaan Rumah) bagi perusahaan Ajinomoto adalah mengevaluasi ulang pemberian parcel lebaran. Baik dalam rana seberapa perlu diberikan (mungkin tidak perlu lagi) maupun dalam rana seberapa jauh telah diimbangi dengan silahturahmi kepada warga Desa Jetis secara langsung. Keberadaan Ajinomoto adalah lambang usaha dari negeri sakura (Jepang) dalam motif kerja sama yang saling menguntungkan dengan Indonesia. Apakah direksi dan komponen management sudah melaksanakan tugasnya sebagai pranata sosial?

Keempat adalah mewaspadai sikap merasa berhak memiliki apa yang sebenarnya bukan miliknya. Menolak sebuah pemberian parcel lebaran karena dianggap terlalu sedikit dan merasa harusnya perusahaan memberi sama banyak atau bahkan lebih adalah sebuah sikap tidak tahu diri.

Rupanya yang namanya gratis kerap dianggap otomatis menjadi hak milik dengan sendirinya. Padahal “gratis” (dari kata latin gratia) yang berarti anugerah. Gratis oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan sebagai cuma-cuma alias tidak dipungut biaya.

Di dunia ini mana ada yang namanya gratisan? Ketika diberikan gratis itu artinya ada yang telah menanggungnya terlebih dahulu dan kemudian diberikan sebagai hadiah. Orang yang normal akan menyatakan “terima kasih” terlepas dari suka atau tidak suka, menerima dan menikmati atau menolaknya. Itulah sopan santun. Orang yang “sakit” akan merasa tidak perlu menyampaikan “terima kasih” bahkan meminta lebih lagi apa yang dipikirnya adalah miliknya padahal itu tetaplah pemberian. Akan menjadi seperti apakah tatanan masyarakat apabila merasa berhak memiliki apa yang bukan miliknya?

Sebagai penutup mengutip dari hasil penelitian yang diterbitkan oleh American Psychological Association tentang “In Rich and Poor Nations, Giving Makes People Feel Better Than Getting, Research Finds” (February 21, 2013. Sumber) yang meneliti 136 negara dalam rentang waktu 2006-2008 (Gallup World Poll) terhadap 234.917 orang dan penelitian terhadap 207 pelajar universitas di Kanada dan Afrika Selatan, penelitian dari 101 orang-oran dewasa di India. Semua berkesimpulan sama: negara yang maju ditandai dengan orang-orang yang cenderung lebih suka menolong daripada negara miskin/terbelakang. Mengapa? Karena dengan sikap yang murah hati akan menguntungkan manusia (human survival) dalam jangka panjang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun