Isu tentang tarif PPN yang akan dinaikkan membuat pelaku usaha restoran dan cafe cemas. Menurut mereka, dinaikkannya tarif PPN dimasa setelah dan masih pandemi Covid-19 ini untuk apa? Tentu pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar dikepala para pelaku usaha. Mereka berpendapat jika dinaikkannya tarif PPN disaat pandemi yang sepi pelanggan sangat tidak masuk akal dan memberatkan pelaku usaha dan juga pelanggan.
Disisi lain, alasan pemerintah menaikkan tarif PPN yang mulanya 10 persen menjadi 11 persen yaitu untuk reformasi perpajakan. Perlu diketahui pendapatan pajak merupakan tulang punggung nasional. Tercatat hampir 80 persen penerimaan negara berasal dari pajak. Dibandingkan dengan negara lain, negara Indonesia memiliki rasio pajak yang rendah. Di tahun 2021 rasio pajak negara Indonesia adalah sebesar 9,11 persen PDB. Dalam rangka Indonesia menjadi negara maju, penerimaan pajak meruapakan syarat yang sangat penting.
Reformasi perpajakan melalui UU HPP diramal mampu mendukung kenaikan rasio pajak. Yustinus Prastowo yang merupakan Staf khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis menjelaskan jika pengaturan PPN merupakan bagian yang termasuk dari konsilidasi fiscal dan reformasi perpajakan. Â Maka dari itu, mulai tanggal 1 April 2022 PPN atau Penyesuian Tarif pajak pertambahan nilai yang mulanya 10 persen dinaikkan menjadi 11 persen.
Kenaikan tarif PPN dan Penyesuaian tarif PPN ini merupakan sebuah upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengoptimalisasikan penerimaan pajak untuk meningkatkan rasio pajak, sehingga mencapai fondasi perpajakan yang kuat. Kemudian, waktu penyesuaian tarif PPN ini dirasa sangat pas dan di momen yang tepat berbanding terbalik dengan pendapat para pelaku usaha restoran dan café. Selama pandemi Covid-19, APBN adalah instrumen penting yang berguna untuk melindungi masyarakat dan memulihkan ekonomi negara Indonesia. Maka dari itu, penyesuaian tarif ini diberlakukan di momen yang sangat pas, seiring dengan pemulihan ekonomi negara Indonesia yang terus bergerak positif.
Selain itu, pemerintahan menaikkan PPN karena dari tahun 1983 tarif PPN 10 persen dan pertumbuhannya cenderung stagnan, bahkan terus menurun dari tahun 2012. Walaupun pada tahun 2017 sempat mengalami peningkatan, kontribusi PPN kembali mengalami penurunan sampai di tahun 2020. Pemerintah berpikir dengan kondisi yang seperti ini, maka perlu menaikkan tarif PPN agar mendorong penerimaan pajak yang lebih baik dan mengurangi defisit pada anggaran.
Di samping itu, dengan kondisi ekomoni masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19 akan kesulitan beradaptasi. Tercatat tarif PPN negara Indonesia merupakan yang tertinggi kedua dari negara ASEAN lainnya. Ada beberapa potensi dampak yang akan terjadi akibat kenaikan tarif PPN ini, salah satunya yaitu negara Indonesia berpotensi mengalami inflasi. Sejak tahun 2021, yang mana masih di masa pandemi Covid-19, beberapa kebutuhan pokok dalam negeri mengalami kenaikan. Kenaikan ini diakibatkan oleh harga komoditas global yang meningkat.
Meskipun kenaikan PPN ini hanya satu persen, tetapi dampak dari kenaikan ini akan dirasakan dan merambat hampir ke seluruh harga produk dan jasa. Perkiraan lainnya adalah di bulan April, sebuah studi yang dilaksanakan oleh Aaron (1981) dalam Ernst & Young (2010) menjelaskan jika satu persen kenaikan PPN berdampak pada kenaikan harga agregat. Studi ini senada dengan hasil perhitungan Pardede (2022) yang menjelaslkan di bulan April 2022 akan ada kenaikan inflasi 0,3-0,5% poin, khusus PPN.
Dari siaran pers Kementerian Keuangan Republik Indonesia menerbitkan barang dan jasa yang dikenakan dan tidak dikenakan PPN. Tercatat dalam siaran pers Kementerian Keuangan Republik Indonesia barang yang merupakan objek pajak daerah, yaitu makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, dan sejenisnya tidak dikenakan PPN. Restoran dan café termasuk dari barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, jadi pelaku usaha restoran dan café tetap mengenakan PPN 10 persen dan tidak perlu cemas akan kenaikan PPN ini.
Selain itu objek pajak daerah yang meliputi makanan dan minuman yang disajikan oleh hotel, restoran, café dan sebagainya, ada barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN juga, seperti barang kebutuhan pokok, vaksin, air bersih, listrik, jasa Kesehatan, jasa Pendidikan, jasa sosial, dan sebagainya.
Dinaikkannya tarif PPN ini tentunya sudah ditimbang-timbang sedemikian mungkin dan tentunya menimbulkan berbagai dampak, mulai dampak negatif dan positif. Masyarakat diharapkan dapat melihat dampak positif dari penyesuaian tarif PPN ini dan bersama-sama mewujudkan perekonomian negara Indonesia supaya lebih stabil dan maju lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H