Mohon tunggu...
Aymara Ramdani
Aymara Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang hanya tahu, bahwa orang hidup jangan mengingkari hati nurani

Sebebas Camar Kau Berteriak Setabah Nelayan Menembus Badai Seiklas Karang Menunggu Ombak Seperti Lautan Engkau Bersikap Sang Petualangan Iwan Fals

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Itu Perda Relijius, Depok Menjelang Pilkada

29 September 2020   13:03 Diperbarui: 29 September 2020   13:33 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hai kawan, warga Depok, tahukan kawan apa itu perda? Ngga tahu kan. Terus apalagi jika ditambah dengan Perda Kota Relijius? Tambah ngga tau kan. Samaan dong dengan ku kawan. Sip kita belajar dan cari tahu sama-sama yuk. Demi kelangsungan hidup yang sudah kita jalani selama ini di Depok. Lho, memang perda relijius itu apa? Dan nanti, jika perda kota relijius ini lolos, apakah kelangsungan hidup kita akan berubah? Ya bisa jadi. Makanya kita cari tahu bersama apa itu Perda Kota Relijius.

Dalam suatu Kota religious, setiap penduduknya sejatinya mengingatkan kepada kebaika, saling perduli dan selalu mengutamakan kemanusiaan diatas kepentingan apa pun. Sementara Depok? Bisa kita jawab secara objektif ya kawan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh SETARA, kota Depok masuk ke dalam kota yang intoleran (peringkat ke 89 dari 94 kota. Ini dibawah kota Bogor satu tingkat dan rupanya lebih baik dari DKI  3 tingkat. DKI sendiri masuk ke peringkat 92.  Padahal jika kita mau flashback ke belakang bahwa penduduk kota Depok adalah beragam dan dalam kepemimpinan pemerintahannya menggunakan konsep yang luar biasa yaitu" jika ingin melanggengkan kekuasaan masuklah lewat pendekatan humanis dan agama". Konsep tersebut di cetuskan oleh Chastelein. Chastelein tak bisa dipisahkan dengan Kota Depok. Darinya lah kota Depok berkembang. Tempat berinteraksi antara Penduduk asli Depok (Betawi Islam) penduduk Asli Depok ( Budak Chastelein) dan pendatang, adalah pasar dan para pedagangnya kebanyakan dari Tionghoa.

Nah, dari sejarah awal kota Depok ini yang mengedepankan humanis dan beragama, maka menurut saya Perda Kota Relijius ini, menurut saya sangat bertentangan dengan cara hidup dan cara beragama yang sudah kita jalankan bahwa kita sebagai warga Negara berhak menganut agama dan kepercayaan masing-masing sementara dalam draft Perda  kota Relijius ada pasal yang mengatakan bahwa cara berpakaian kita akan diatur. Lho kok pemerintah Kota Depok sudah masuk ke dalam ranah private. Idealnya adalah seorang pemimpin mengurusi ranah-ranah public seperti kesehatan, pendidikan, fasilitas umum, RPTRA dan yang berhubungan dengan kebutuhan kesejahteraan warganya. Karena masalah private adalah masalah masing-masing pemeluk agama  dengan tuhannya.

Dalam syairnya bang Iwan mengatakan. "Masalah moral. Masalah akhlak biar kami cari sendiri. Urus saja moralmu. Urus saja akhlakmu. Peraturan yang sehat yang kami mau. Nah apakah pemerintah kota Depok sudah bisa membuat peraturan yang sehat? Belum. Yuk kita lihat fasilitas-fasilitas publik di Depok.

Perda Relijius ini dalam pembahasannya terjadi pertarungan sengit antar mereka yang mempunyai kursi di DPRD Depok. Begitu hebat perdebatannya, pastinya. Ada fraksi yang menolak dan fraksi yang ingin meloloskannya. Partai anak-anak muda PSI, begitu gigih menolaknya. Bersama PDIP, PKB dan Gerinda mereka menolak Perda ini.

Jika kita ingin melihat kota relijius, kita tidak dapatkan di kota-kota timur tengah. Justru di Negara-negara seperti Denmark, New Zealand, Jepang, dan masih banyak lagi. Dinegara tersebut masyarakatnya begitu menghargai arti sebuah keperdulian dan tertanam sekali jiwa kejujuran antar masyarakatnya. Kok bisa demikian? Karena pelajaran tingkat dasarnya sangat menekankan tentang arti etika, moral, kemanusiaan dan memanusiakan manusia. Negara-negara itu sudah mengimplementasikan dari ucapan Gus Dur bahwa diatas kepentingan politik adalah kepentingan manusia. Jadi perda tentang ranah private ini sudah bukan urusanya pemerintah lagi. Karena yang Bang Iwan Fals bilang bahwa masalah moral dan masalah akhlak biar kami sendiri. Urus saja moralmu urus saja akhlakmu.

Nah dalam tulisan ini, saya mengkonsentrasikan pada tema bagaimana antara ranah private dan ranah publik sudah ada jalurnya masing-masing. Jangan dijadikan ia tumpang tindih. Kedewasaan kepemimpinanlah yang membawa sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Bagi kita masyarakat awam yang tidak mengetahui secara detail, tetapi pastilah, kami mengamati dengan sekilas apa yang terjadi di kota kami dalam menyikapi raperda ini. Coba berikan satu saja alasan, kenapa dalam hal berpakaian saja, kami diatur? Apakah cara berpakaian ini mampu membuat tingkat pelecehan seksual tinggi. TIDAK. Jika itu terjadi, patut dipertanyakan cara berfikirnya, kok hanya dengan berpakaian saja bisa mempengaruhi fikirannya yang kemudian mengambil tindakan tak senonoh. Jika demikian Timun, Terong, sebaiknya dilarang di display di pasar.

Anggota DPRD Kota Depok dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Oparis Simanjuntak, menegaskan bahwa meski hanya satu kursi, PSI sejak awal sudah tegas menolak usulan Raperda Kota Religius Kota Depok. Kesan bahwa Fraksi PKB-PSI ragu-ragu menolak Raperda tersebut ditampik oleh Oparis "Tidak benar itu, sebelum pembentukan Fraksi PKB-PSI sudah ada MoU antara kedua partai untuk menolak segala bentuk legislasi dan kebijakan yang bersifat diskriminatif. Jadi tidak ada keraguan sedikitpun dalam penolakan itu," tegas Oparis. (Elshinta.com)

Untuk itu saya salut dan angkat topi  kepada partai lain dan PSI, yang dari awal menolak keras raperda ini. Boleh kubuatkan kopi special untuk bro Opariskah.

Aymara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun