Mohon tunggu...
Aymara Ramdani
Aymara Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang hanya tahu, bahwa orang hidup jangan mengingkari hati nurani

Sebebas Camar Kau Berteriak Setabah Nelayan Menembus Badai Seiklas Karang Menunggu Ombak Seperti Lautan Engkau Bersikap Sang Petualangan Iwan Fals

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Solo Traveling ke Sabang di Masa Pandemi Corona

31 Juli 2020   11:42 Diperbarui: 31 Juli 2020   11:33 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami mulai menyusuri jalan di kota Sabang ini. Anganku melayang. Aku tak percaya sebentar lagi aku akan tiba di ujung barat Negara tercinta ini. 0 km nya Indonesia. Benar sekali kawan, jalannya begitu mulus halus, laler aj kalo nempel bisa kepleset ini.wkwkwk. tapi ada juga jalan yang berlubang dan ngga mulus. Ya begitulah hidup ini kawan, tak ada yang sempurna kan, kan lha wong hidup ini diciptakan selalu berpasang-pasangan kan. Adda pro dan kontra ada suka dan senang, ada pahit manis, ada kanan kiri, masa seragam semua, yang ngga enak toh.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Sepanjang jalan itu, hutan-hutan lebat begitu hebat. Mungkin bagi para badut-badut serakah melihat rupiah dalam setiap batang pohon besar itu yang tumbuh di bukit yang masih asri, alami dan liar. Batuan besar terhampar di pinggir jalan. Sisi sebelahnya, hamparan lautan lepas begitu luas dan jelas terlihat. Bahkan sudah disiapkan point view bagi kita sebagai penikmat alam ini. Break sebentar. Ambil senjata pamungkas kita, klik. Kita punya dokumentasi kawan. Foto selfie, foto pemandangan dan foto apa pun yang menurut kita indah, sikaaat. Karena barang siaoa yang tidak mau di foto, ia akan hilang di telan sejarah. Tsaaaah.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Kenapa tuhan menciptakan gugusan pulau-pulau di Indonesia itu begitu banyak dan indah, dan selalu mempunyai kekayaannya sendiri-sendiri, karena Tuhan tahu bahwa Negara kita adalah sebagai rujukan dan referensi bagi Negara lain dalam hal kebudyaan, keragaman dan keindahannya. Tapi sepertinya negeriku ini sekarang sedang diserang virus keseragaman. Virus yang menggerogoti keragaman yang sudah ada. Virus yang ingin menyeragamkan kepentingannya. Ini mengerikan kawan. Mereka tidak belajar tentang arti keragaman dan Indonesia diciptakan dari berbagai macam ragam yang justru itu menyatukan. Ah sudahlah, jika bicara politik dan cara beragama kita sekarang ini, akan hilang atau badmood. Kembali ke perjalananku ini kawan.

Aku singgah sebentar di warung kopi, hanya tuk merenung, mengintrospeksi diri dan aku mendendangkan lagu Bang Iwan yang Alam Malam dalam hati.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
"Malam-malam terjebak di dalam keraguan. Mana utara mana selatan. Melihat ketegangan melihat kegelapan, melihat banyak pertanyaan, apa. Siapa mengapa orang-orang bingung. Biar saja suka-suka jangan hiraukan mereka biar saja. Merasakan udara, membawa peristiwa, merenungkan pengalaman. Apa, siapa, mengapa orang-orang bingung? Pertanyaan itu seketika sudah terjawab, jawabannya adalah ada di syairnya Bang Iwan Hay apa yang dicari, tak usah cari-cari. Semuanya ada disini. Dimana kehidupan disitulah jawaban. Jawabannya adalah nyanyi, bernyanyi, nyanyikan Indonesia Raya.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Kembali aku lanjutkan perjalanan. Sekira 1 jam perjalanan naik motor dari kota Sabang, kami tiba di 0 km nya Indonesia. Oh Tuhan. Inilah tugu yang merupakan penanda geografis Indonesia. Simbol perekat NKRI. Ia tidak sekadar monument atau tugu. Ia adalah perlambang yang tetap ada sampai kapan pun. Karena Indonesia adalah satu dan satu adalah Indonesia. Terima kasih tuhan sudah memberi kesempatan kepadaku untuk menjejakkan kakiku hingga ke ujung barat nusantara. Selanjutnya, seperti wisata pantai lainnya. Aku mencoba snorkeling di Pulau Iboih, yang ternyata dan makam Siti Rubiah. Siapa beliu sila search saja ya kawan.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Sekali lagi pikniklah, walau dekat, ataupun jauh. Yang penting bukalah hati dan fikiran kita agar kita tidak terjebak dalam asap tebal kebodohan dan hitam pekatnya cara pandang kita tentang sebuah fikiran. Jika itu bisa kita lakukan, kita akan menjadi pribadi yang mengagumkam, dan tidak tersekat oleh sebuah golongan. Kubuatkan kopi specialku buat kawan yang membaca catatan perjalanan ringanku ini.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Aymara.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun