Kami mulai menyusuri jalan di kota Sabang ini. Anganku melayang. Aku tak percaya sebentar lagi aku akan tiba di ujung barat Negara tercinta ini. 0 km nya Indonesia. Benar sekali kawan, jalannya begitu mulus halus, laler aj kalo nempel bisa kepleset ini.wkwkwk. tapi ada juga jalan yang berlubang dan ngga mulus. Ya begitulah hidup ini kawan, tak ada yang sempurna kan, kan lha wong hidup ini diciptakan selalu berpasang-pasangan kan. Adda pro dan kontra ada suka dan senang, ada pahit manis, ada kanan kiri, masa seragam semua, yang ngga enak toh.
Sepanjang jalan itu, hutan-hutan lebat begitu hebat. Mungkin bagi para badut-badut serakah melihat rupiah dalam setiap batang pohon besar itu yang tumbuh di bukit yang masih asri, alami dan liar. Batuan besar terhampar di pinggir jalan. Sisi sebelahnya, hamparan lautan lepas begitu luas dan jelas terlihat. Bahkan sudah disiapkan point view bagi kita sebagai penikmat alam ini. Break sebentar. Ambil senjata pamungkas kita, klik. Kita punya dokumentasi kawan. Foto selfie, foto pemandangan dan foto apa pun yang menurut kita indah, sikaaat. Karena barang siaoa yang tidak mau di foto, ia akan hilang di telan sejarah. Tsaaaah.
Kenapa tuhan menciptakan gugusan pulau-pulau di Indonesia itu begitu banyak dan indah, dan selalu mempunyai kekayaannya sendiri-sendiri, karena Tuhan tahu bahwa Negara kita adalah sebagai rujukan dan referensi bagi Negara lain dalam hal kebudyaan, keragaman dan keindahannya. Tapi sepertinya negeriku ini sekarang sedang diserang virus keseragaman. Virus yang menggerogoti keragaman yang sudah ada. Virus yang ingin menyeragamkan kepentingannya. Ini mengerikan kawan. Mereka tidak belajar tentang arti keragaman dan Indonesia diciptakan dari berbagai macam ragam yang justru itu menyatukan. Ah sudahlah, jika bicara politik dan cara beragama kita sekarang ini, akan hilang atau badmood. Kembali ke perjalananku ini kawan.
Aku singgah sebentar di warung kopi, hanya tuk merenung, mengintrospeksi diri dan aku mendendangkan lagu Bang Iwan yang Alam Malam dalam hati.
"Malam-malam terjebak di dalam keraguan. Mana utara mana selatan. Melihat ketegangan melihat kegelapan, melihat banyak pertanyaan, apa. Siapa mengapa orang-orang bingung. Biar saja suka-suka jangan hiraukan mereka biar saja. Merasakan udara, membawa peristiwa, merenungkan pengalaman. Apa, siapa, mengapa orang-orang bingung? Pertanyaan itu seketika sudah terjawab, jawabannya adalah ada di syairnya Bang Iwan Hay apa yang dicari, tak usah cari-cari. Semuanya ada disini. Dimana kehidupan disitulah jawaban. Jawabannya adalah nyanyi, bernyanyi, nyanyikan Indonesia Raya.
Kembali aku lanjutkan perjalanan. Sekira 1 jam perjalanan naik motor dari kota Sabang, kami tiba di 0 km nya Indonesia. Oh Tuhan. Inilah tugu yang merupakan penanda geografis Indonesia. Simbol perekat
NKRI. Ia tidak sekadar monument atau tugu. Ia adalah perlambang yang tetap ada sampai kapan pun. Karena Indonesia adalah satu dan satu adalah Indonesia. Terima kasih tuhan sudah memberi kesempatan kepadaku untuk menjejakkan kakiku hingga ke ujung barat nusantara. Selanjutnya, seperti wisata pantai lainnya. Aku mencoba snorkeling di Pulau Iboih, yang ternyata dan makam Siti Rubiah. Siapa beliu sila search saja ya kawan.
Sekali lagi pikniklah, walau dekat, ataupun jauh. Yang penting bukalah hati dan fikiran kita agar kita tidak terjebak dalam asap tebal kebodohan dan hitam pekatnya cara pandang kita tentang sebuah fikiran. Jika itu bisa kita lakukan, kita akan menjadi pribadi yang mengagumkam, dan tidak tersekat oleh sebuah golongan. Kubuatkan kopi specialku buat kawan yang membaca catatan perjalanan ringanku ini.
Aymara. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya