Kampung Budaya Sindangbarang sekarang ini identik dengan upacara Seren Taun. Kampung itu memiliki beberapa bangunan yang terbuat dari anyaman bambu dan rumah-rumah yang dibangun sedemikian rupa. rumah panggung itu menghiasi di lahan seluas 8.600 meter persegi. Bangunan utama berupa Imah Gede (rumah besar untuk tetua adat).Â
Kami, memasuki Imah Gede itu sembari makan malam, disambut hangat dan ramah oleh Pupuhu KBS, Abah Maki Sumawijaya. Kita berbicara banyak hal, dari yang ringan hingga yang berat-berat. Terutama masalah sosial dan Budaya Sunda. Tak ketinggalan dalam makan malam dan perbincangan itujuga dihadiri dari perwakilan Kampung Adat Cisungsang.Â
Ada bahasan yang menurut saya menarik sekali, walaupun obrolan kami ini ringan namun sejatinya, esensinya adalah mendalam, tentang bagaimana bisa, di daerah Baduy sudah ada kejadian yang sangat mengenaskan, perkosaan dan juga kebakaran. Â Serta masalah masalah sosial yang terjadi baik di negeri kita Indonesia secara umum dan daerah sekitar tempat kami tinggal.Â
Selain Imah Gede, di kampung itu ada pula Imah Girang Serat (sekretaris pupuhu), Saung Talu (tempat berkesenian), Leuit (lumbung padi), Saung Lisung (penumbuk padi), Pesanggrahan, Imah Kokolot Panengen (tetua yang menangani ritual keagamaan), serta Imah Kokolot Pangiwa (menangani kesejahteraan). (FX Puniman).
Makna dari Seren Taun adalah upacara syukuran masyarakat Sindangbarang, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil bumi di tahun ini. Harapannya di lancarkan musim tanam mendatang di kala menghadapi panen serta terhindar dari cuaca buruk yang bisa mengakibatkan kegagalan panen. (Abah Maki) Pupuhu Kampung Budaya Sindangbarang.
Pada perjalanannya untuk sekarang-sekarang ini, ada momen di mana ditambahkan adanya unsur islami, jadi yang tadinya murni untuk pesta panen sekarang ditambah dengan unsur islami sehingga diadakannya bertepatan dengan tahun baru islam, biasanya jatuh pada bulan Muharam. Tapi, ada juga di tempat lain, di kasepuhan lain, di kampong adat lain, seren taun itu tetap mengacu kepada setelah panen.
(Hendra) Pupuhu NTPB.Â
Makan ngumpul, ngopi bareng ngga lupa ada 234-nya ada GG Merah juga, srupuuut. aku akan sedikit berfilosofi tentang logo 234, bintang sembilan dan fatsal lima serta Dji Sam Soe. Konon sssstttt, angka 2 merupakan rakaat shalat subuh. 3 merupakan rakaat shalat maghrib dan 4 merupakan rakaat shalat Dzhur, Ashar dan Isya. dan bintang 9 merupakan simbol NU, Serta Fatsal 5 merupakan 5 rukun Islam dan juga 5 sila yang merupakan ideologi negara kita. dan in satu lagi Dji Sam Soe. itu merupakan kepanjangan dari Djiwakoe Sampai Soerga. Eh, cocokologi yang siap-siap di bully oleh orang/lembaga anti rokok. hahahah.Â
Seperti biasa, dalam obrolan tersebut tidak jauh jauh tentang budaya kita, dan kerisauan yang sama bahwa, bahwa kebudayaan luar begitu gencarnya masuk hingga ke pelosok negeri. Dan bagi kita yang tidak siap untuk melawannya kita akan terbawa arus itu, tapi, kami di NTPB, setidaknya mampu memberikan atau mengingatkan kembali akan nilai-nilai budaya Sunda untuk mampu setidaknya membendung kebudayaan luar yang begitu cepat masuk ke seluruh sendi kehidupan kita.