Mohon tunggu...
Aymara Ramdani
Aymara Ramdani Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang hanya tahu, bahwa orang hidup jangan mengingkari hati nurani

Sebebas Camar Kau Berteriak Setabah Nelayan Menembus Badai Seiklas Karang Menunggu Ombak Seperti Lautan Engkau Bersikap Sang Petualangan Iwan Fals

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batasnya Sabar adalah Syukur

3 Oktober 2018   15:48 Diperbarui: 4 Oktober 2018   10:37 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya" (HR Tirmidzi)

Berdasar dari hadis itu, Indonesia umumnya dan Sulawesi Tengah, Kota Palu dan Donggala yang diguncang gempa bumi, tsunami dan likuifikasi yang menyebabkan sebuah desa amblas dan berpindah sekira 100an M dari tempat semula. Harusnya itu musibah tersebut bisa kita jadikan pembelajaran untuk selalu bersyukur, apapun yang terjadi atau menimpa kita. Ribuan korban bencana itu sejatinya membuat kita empati tentang rasa kemanusiaan kita. kita bergerak beriringan untuk meringankan beban mereka. memang masalah sosial terjadi disana, dan segera mampu diatasai oleh pemerintah dan kita semua bersinergi untuk segera memulihkanya kembali. Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari sana, kawan?

ini menurut saya. Jika, jangka waktu kehidupan ini hanya dunia nyata ini saja, tiada hari kebangkitan, tiada kehidupan berikutnya, tiada balasan setelah apa yang kita lakukan di dunia ini. Untuk apa kita hidup didunia ini?

Seandainya hidup kita ini hanya sekadar untuk mengisi umur hidup kita ini saja  hanya dengan bersenang-senang. Makan minum berkumpul dan tak berbagi manfaat dengan orang lain. Untuk apa kita hidup di dunia ini? bukankah kita diciptakan untuk bermanfaat untuk orang lainnya.

Untuk apa pula bencana/musibah atau ujian allah datangkan kepada umat manusia. Kenapa juga banyak orang-orang desa/orang kecil yang rumahnya tersedot kedalam bumi, tersapu banjir dan longsor hingga membuat Bang Iwan bertanya dan tak mengerti, dalam salah satu lagunya.

Dalam salah satu syairnya Bang Iwan Fals, menuliskan tentang ketidak-mengertiannya tentang sebuah musibah yang menimpa masyarakat sekitar gunung Galunggung ketika itu. Inilah syairnya:

"Hey Tuhan Tamatkan saja. Cerita pembantaian orang desa, Yang jelas hidup tak manja.

"Hey Tuhan katanya Engkau Maha Bijaksana. Tolong Galunggung pindahkan ke kota.

Dimana tempat segala macam dosa

Berat beban kau datangkan

Pada mereka disana

Cela apa.... nista apa...

Hingga engkau begitu murka

Sungguh ku tak mengerti.

Disini Bang Iwan menurut saya hanya membela kemanusiaan. Mempertanyakan kepadaNYA. lagu itu diciptakan ketika usia bang Iwan masih begitu muda. hingga kekritisannya tentang kehidupan begitu tinggi. Bukan hanya Bang Iwan yang mempertanyakan hal itu, mungkin banyak juga kita-kita ini yang bertanya soal yang sama seperti pertanyaannya Bang Iwan. aku pun demikian. Kenapa? 

Kenapa bukan para penjarah uang rakyat, kenapa bukan para pesilat lidah amanat rakyat, dan para pendusta masyarakat, serta orang-orang yang kelakuannya menyakiti manusia lainnya yang ditimpakan musibah itu. Kenapa? Masih selalu bergelayut dalam otakku pertanyaan itu. Hingga akhirnya aku dapat pencerahan dari Cak Nun.

"Kaya tidak berarti jaya di mata Tuhan atau di skala dunia akhirat. Miskin tidak berarti kehinaan. Selamat dari longsor dan banjir tidak sama dengan diselamatkan Tuhan. Yang menderita karena banjir justru mungkin sedang ditagih utangnya oleh Allah, supaya halal bihalal dengan Tuhan, sehingga kalau mereka mengikhlaskan keadaan karena banjir itu, maka karamah dan surga Allah menantinya.

Sementara, yang seakan-akan selamat, oleh Allah justru dibiarkan menumpuk utang-utang kepada-Nya. Allah melakukan istidraj, mbombong, nglulu. Maka, manusia jengkel; orang yang ia harapkan njlungup nang sumur karena pekerjaannya nglarani atine wong cilik malah leha-leha dengan jas dan dasinya. Yang ia harapkan selamat di dunia malah oleh Tuhan diberi ujian untuk membuka derajat tinggi di surga-Nya kelak.

Kesimpulannya sederhana. Yang tidak terkena banjir dan langsor jangan GR dan takabur. Yang terkena jangan merasa menderita. Jangan sakiti hati Tuhan dengan ngersulo atas kehendak-Nya. Tuhan tidak sedang murka kepada kita: Tuhan terlalu besar dan agung untuk terganggu oleh pengkhianatan kita.

Kalau kita sudah bisa berfikir jernih seperti itu, rasa syukur akan kita dapati. Karena ujian itu tidak melulu dalam hal penderitaan dan kesusahan. Itu dimaksudkan untuk men-chalange diri kita untuk selalu introspeksi diri. Dan tahukah kamu bahwa, ujian dari Allah itu tidak melulu berwujud penderitaan atau lainnya. KaruniaNya pun bisa menjadi sebuah ujian bagi kita, ketika karunia yang berupa kekayaan materi menjadikan kita sombong.

Ketika bencana terjadi di muka bumi ini, baiknya kita semua, jadilah manusia. Jadilah orang-orang yang memberikan guna bagi sesama. Salah satunya adalah dengan tidak memberikan informasi yang justru membuat masyarakat resah. Dan ulurkanlah tanganmu bantulah sesama.

Aymara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun