Mohon tunggu...
aslan syahputra kilan
aslan syahputra kilan Mohon Tunggu... -

Pakar Seniman Pujangga

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Awal Prahara Bintang

1 Januari 2013   06:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:42 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Ang!, tolong bersihkan kandang ayam…!, agaknya kotoran-kotoran ayam di kandang itu sudah penuh” emak Bintang memanggilnya dengan nada datar. Beginilah kegiatan Bintang yang lebih sering dipanggil Aang. Setiap sore, setelah shalat ashar, biasanya tugas itu Bintang kerjakan tanpa perintah, tidak tahu kenapa, hari ini Bintang agak sedikit malas. Mungkin karena terlena menonton film India, jadinya Bintang kebawa sedih dan haru akibat alur ceritanya yang begitu dramatis. Padahal tugas itu menjadi sebuah rutinitas bagi Bintang, bahkan mungkin bisa dihitung ucapan emaknya yang bernada perintah, untuk melaksanakan tugas rutinitasnya, karena semua tugas rutin harian, Bintang jalankan dengan lapang hati tanpa menunggu komando terlebih dahulu.

Dengan langkah gontai,Bintang mengambil sapu yang terletak dibelakang dapur, tapi kayaknya sapu itu disembunyikan, atau disimpan Ayahnya tidak pada tempatnya semula, setelahdigunakan buat menyapu kebun belakang yang dipenuhi dedaunan kering, maklum musim kemarau.

“Yah!, Ayah…!!” teriak Bintang setengah kesal.

“Sapu ditaruh dimana?” sembari plangak-plongok, Bintang mencari sapu, yang seolah-olah sembunyi dari penglihatannya.

“Di belakang kandang ayam!, tadi udah Ayah sapu bagian belakang kandang, tinggal di dalamnya yang perlu dibersihin,”sang ayahterlihat sangat lelah, karena baru selesai membersihkan kebun belakang, sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, tak lupa segelas kopi diminumnya dengan santai. Begitulah sosok ayah Bintang, rokok dan kopi merupakan hobi dan minuman rutinitas sehari-harinya sehingga bila kedua barang tersebut tidak di depan matanya disaat tidak beraktifitas, maka emak Bintang akan kecipratan amarahnya.

Bintang berlari-lari kecil mencari sapu yang tidak terlihat di belakang dapur, ternyata memang terletak di belakang kandang ayam, seperti yang dikatakan ayahnya,

“Wah…, banyak sekali nih kotorannya” Bintang membatin sambil mengayunkan sapu yang sudah didapatnya, ke kandang yang sudah terlihat penuh dengan kotoran ayam.

Ayam peliharaannya tidaklah banyak, tapi lumayan buat dimakan bersama keluarga dan tambahan duit jajan. Ayam ini tidak memerlukan waktu lama untuk dibesarkan, 3 bulan saja beratnya rata-rata sudah lebih dari satu kilo, kadang para penjual datang sendiri ke kandang, membeli ayam-ayam tersebut buat dijual ke pasar yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.

Kegiatannya sehari-hari sepulang sekolah sangatlah padat, pada saat itu Bintang masih duduk di tingkat SLTP, Sehingga kadang Bintang tidak sempat bermain bersama kawan-kawannya terutama bermainsepak bola, walaupun letak gawang lapangan sepak bola, tepat di hadapan rumahnya.

Ayam bukanlah satu-satunya peliharaannya pada saat itu, tetapi ada juga kambing 12 ekor, kelinci 21 ekor,sehingga waktu senggang disaat pagi sebelum berangkat sekolah hingga sore hari setelah istirahat siang dan shalat ashar tersita buat mengurusi ternak ini, rasa tanggung jawab itu memang ditanamkan kedua orang tuanya, mereka selalu mengajarkan kepada anak-anaknya, agar bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan, agar nantinya setelah jauh dari mereka, terbiasa hidup mandiri tanpa canggung lagi.

“Ang..!, Mak kasian lihat Kamu nak!, kesibukanmu mengurusi binatang-binatang itu, membuatmu tidak sempat menikmati kumpul dan bermain bersama teman-temanmu, tapi Ang, ini semuanya juga buat kamu nantinya” tangan emak mengusap-usap kepalanya dengan lembut serta penuh kasih sayang yang tulus, setulus hatinya yang penuh kemuliaan dan kewibawaan.

“Ah, Emak!, Bintang udah biasa Mak, lagian, kan Bintang sendiri yang dulu minta pada Ayah, agar dibelikan binatang-binatang ini” Bintang menjawab kata-kata emaknya dengan sedikit nada manja. Didalam hatinya ia bertekad, untuk membalas kebaikan dan segala pengorbanan yang telah diberikan emaknya dengan segala upaya yang dimiliki, walaupun Bintang sadar hal itu tidak mungkin diwujudkannya, tetapi niat baik itu merupakan salah satu dari tindakan balas budi yang tak terlihat oleh penglihatan makhluk yang bernama manusia, kecuali Allah Yang Maha Tahu dan Mengetahui apa yang tersembunyi di ballik hati dan perasaan manusia.

“Tapi Ang..!!, apa kamu nggak merasa bosan, enggak bisa bermain-main denganteman-temanmu?” wajah emaknya kelihatan memelas, seolah-olah tak rela dengan sikap Bintang yang terlalu sayang dan perhatian dengan hewan-hewan ternaknya, hingga lupa dengan waktu bermain sebagaimana kebiasaan anak-anak sebayanya di kampung.

“Emak…emak!, Bintang bisa saja bermain dengan merekapada jam istirahat disekolah” Bintang sedikit menenangkan hati emaknya, sikap emaknya dianggap terlalu berlebihan kepadanya, hingga hal-hal yang dianggapnya tidak terlalu membebankan, selalu dipikirkan emaknya.

“Udahlah, Mak, jangan sedih gitu dong…!” Bintang memegang jemari emaknya yang terasa begitu kasar, maklumlahwalaupun seorang PNS yangberprofesi guru Agama Islam, tapi pekerjaan rumah yang lumayan besar itu dikerjakannya sendirian tanpa bantuan seorang pembantu.

“Ang, kamu udah shalat ashar belum?” Tiba-tibasang emak menepuk bahunya sambil beranjak dari duduknya.

“Belum, Mak” jawabnya santai.

“Cepetan, ntar keburu maghrib!”emak langsung menuju dapur memasak ikan buat makan malam.

Bintang langsung ke rumah sebelah, tepatnya di losmenberisi 6 kamar yang dibuat ayahnya buat tempat penginapan murah, maklum di kampungnya saat itu belum ada hotel karena banyaknya orang kota yang datang ke kampungnya mencari tempat penginapan buat bermalam, maka muncul ide ayah Bintang, membuat penginapan murah yang pada saat itu, menjdi tempat satu-satunya bagi tamu luar kota yang kemalaman buat menginap, lumayan, hasilnya buat menambah pendapatan ayahnyasudah pensiun dari PNS di sebuah kantor Dinas. Bintang membuka kran di kamar mandi losmen itu secara perlahan-lahan, Bintang mengambil air wudlu, tak lupa membaca do’a sebelum dan sesudahnya.

“Allâhu Akbar,!!” Bintang bertakbir sambil mengangkat kedua tangannya memasrahkan diri pada Ilahi, memenuhi kewajibanagama, yang pada waktu itu belum Bintang ketahui hakekat dari pelaksanaan ritual tersebut.

“Assalâmu’alaikumWarahmatullâh, Assalâmu’alaikum Warahmatulâh” salam itu terucap berturut-turut pada akhir shalatnya. Istighfar, tahmîd, dan tasbih mengiringi do’a yang dipanjatkannya, berharap semogamendapat keselamatan dunia dan akhirat.

Bintang kembali dengan rutinitasnya, sambil membawa dua karung bekas beras, tempat menyimpan rumput dan arit, buat memotong rumput. Sepeda BMX dikayuhnya sambil mencari-cari tempat dimana rumput kesukaan kambing dan kelincinya banyak tumbuh liar, biasanya di depan SMEA Negeri 1 banyak terdapatrumput itu. Sepedadikayuhnya dengan kencang, Bintang merasa tak sabar untuk segera sampai ke tempat itu, memotong rumput-rumput yang tumbuh liar di sekitar parit yang lumayan besar di depan SMEA 1. Bintang mulai menggerakkan arit sambil memilih rumput-rumput yang masih muda dan hijau.

“Perlu bantuan,?” tiba-tiba odeng mengejutkannya dari belakang.

“Oh, Ente Deng!, emang tadi kemana?” jawabnya sambil asyik memotong rumput yang masih menumpuk di hadapannya.

“Biasa dari sawah, menjebak burung punai (sejenis burung dara yang hidup liar di pedalaman kalimantan), tapi..!” ia kelihatan muram, sambil mengangkat sarang yang dipegangnya, tampak kelihatan kosong tanpa burung punai seekorpun.

“Ente tahu sendirilah Ang !!, sekarang, kan musim hujan” jawab Odeng sambil melihat dare (sebutan gadis perawan yang belum nikah) yang melintasi mereka. Mata Odeng melotot seolah-olah tak mau melewatkan pemandangan indah itu.

“Woi…!!, mata Ente kayak mata rajawali, busyet…!, emangnya tu cewek, anak mana?” Bintang menghentikan sejenak menyabit rumput, sambil ikutan melihat dare yang lewat, kelihatan cantik memang, tapi Bintang berusaha menghindari pandangan kedua, takut dosa sich.

“Deng, bantuin dong,!!”Bintang berusaha mengalihkan perhatian Odeng sambil menunjuk karung memberi isyarat kepadanya untuk memasukkan rumput-rumput yang telah disabit ke dalam karung.

“Oke Bos!” jawab Odeng sambil mengambil rumput-rumput yang tertumpuk dihadapan Bintang, kemudian memasukkannya ke dalam karung. “Nah begitu, jadi sekali mengayuh dayung,dua tiga pulau terlewati” Bintang berdiri tegak, seolah-olah menceramahi jama’ah masjid yang sedang terpana melihat sang orator yang sedang orasi di mimbar.

“Ente memang berbakat jadi seorang Orator” Odeng menimpali ucapan Bintang, sambil sibuk memasukkan rumput yang telah terpotong ke dalam karung, Bintang tersenyum lebar mengamini ucapan Odeng dalam hatinya.

“Oke Deng, sepertinya sudah cukup nich“ Bintang beranjak dari parit yang sejak tadi dimasukinya, tanpa merasa jijik dan takut dengan binatang buas, karena Bintang yakin sepenuhnya kekuatan Allah melebihi segala makhluk ciptaan-Nya, Bintang selalu memulai pekerjaan ataupun rutinitasnya dengan bacaan Basmalah, dan hatinya meyakini Allah selalu menyertainya. Rumput-rumput itu tampak menghijau, bergoyang kesana kemari mengikuti terpaan angin. Kampung Bintang memang terkenal subur hingga rumput tumbuh dengan liar walaupun sekarang musim kemarau. Untuk sampai ke kampungnyakira-kira menempuh 5 jam perjalanan menggunakan bus umum dari Pontianak arah ke pantai utara Kalimantan-Barat. Kampung Bintang memang terkenal dengan daerah pertanian yang subur, serta pantai yang indah-indah dan asri,mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah petani, hasil pertanian yang terkenal sampai ke manca negara salah satunya adalah jeruk, terkenal dengan ciri khas kulit tipis, dan rasanya yang manis.

Bintang dan Odeng beranjak pulang, sambil membawa dua karung rumput yang siap dibagikan buat kambing dan kelinci peliharaannya, jarak yang jauh antara tempat mengambil rumput dan rumahnya tidak dirasakan mereka berdua, maklumlah mereka terlibat obrolan mengasyikkan sambil menyeret sepeda yang ditumpuki dua karung yang berisi rumput segar, kadang sesekali terdengar Odeng tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk pundak Bintang, begitu pula Bintang, memang Odeng yang otaknya agak sedikit tulalit itu merupakan teman setia Bintang, rumah Odeng tidak terlalu jauh dari rumah Bintang, jadi kapan sajamereka dapat bertemu. Odengselalu menemani Bintang, baik sedih maupun senang, ditambah lagi sifat Odeng yang nggak suka macam-macam, dan senang membantu pekerjaan hariannya tanpa pamrih, Odeng bagaikan bagian keluarga Bintang, bahkan mungkin karena saking akrabnya dengan Bintang, Odeng lebih sering makan dan tidur di rumah Bintang, ketimbang di rumahnya sendiri, persahabatan mereka berdua terjalin secara alami, Odeng telah membuat Bintang selalu semangat dalam menjalani tugas hariannya, didampingi teman setianya ini.

Setelah selesai memberi makan hewan peliharaannya. Bintang langsung membakar rumput-rumput sisa yang bercampur kotoran-kotoran kambing, buat pengasapan kambing menjelang malam, karena kambing dapat tidur nyenyak dengan asap pembakaran sebagai pengusir nyamuk-nyamuk nakal di malam hari, didalam hatinya Bintangsering bertanya, kenapa kambing-kambing ini dapat tidur nyenyak dengan asap, tanpa merasa risih dan batuk-batuk, “apakah ini bukti dari kekuasaan Allah dengan memberikan kekuatan-kekuatan fisikpada makhluk ciptaan-Nya selain manusia?” kambing-kambing tersebut meng-embek seolah-olah meng-iyakan apa yang ada di batinnya,Subhânallâh.

“ Ang, makan!” emaknya setengah berteriak, memanggil Bintang buat makan malam bersama ayah dan saudara-saudaranya. Bintang melangkah tergesa-gesa dari kamar tidurnya sambil membetulkan kain sarung yang dipakainya buat shalat plus buat tidur, terlihat abangnya yang kedua tampak sibuk menatapi lauk pauk yang tersedia, sedangkan adiknya yang bungsu, memindahkan nasi dari tempat menanak nasi ke dalam piring-piring yang tersusun menumpuk di atas meja makan,ayahnya tampak sibuk memindah-mindahkan chanel televisi,mencari siaran yang menayangkan berita-berita aktual sambil memandangi Bintang dengan senyum khasnya.

“Ang!, kambing sudah diasapi?” tanya ayahnya sambil menghisap rokok suryadijemarinya.

“Sudah Yah” Bintang menjawab sambil ikut mendengar siaran berita di samping ayahnya.

“Wah, berita di televisi lagi seru nich”sang ayah menimpali ucapannya, mata Bintang tampak serius menatap televisi yang sedang menyiarkan berita tentang perang Irak dan Amerika.

“ Pasti Amerika kalah!” Bintang berusaha memberi komentar.

“Mudah-mudahan” ayah Bintang seolah-olah sangat berharap Zionis Amerika yang kapitalis dan imperialis itu kalah dalam perang, walaupun sang ayah sangat hobi menonton film buatan Amerika, tetapi yang satu ini sungguh membuat hati ayahnya gemas dan geram.

“Ya Allah!!, kalau udah nonton berita, lupa dach makan malam” emak tampak memandangi kami berdua dengan pandangan Aneh dan sedikit kesal.

“He..he..he, nggak juga tuh” jawab Bintang sambil beranjak dari samping ayahnya, menuju tempat duduk di hadapan meja makan yang letaknya berdampingan dengan kursi tempat menonton televisi di ruang belakang rumah mungil itu.

“Yah, makan dulu dong!” emak Bintang menatap ayahnya sambil mengangkat piring yang sudah terisi nasi yang masih tampak mengepul.

“Ntar aja, beritanya belum selesai nih, makanlah duluan!“ mata ayah Bintang tetap terfokus pada televisi, tanpa menoleh sedikitpun kearah emaknya yang sedari tadi menunggu suaminya dengan penuh kesabaran.

“ Udahlah, kita makan dulu” emak memberikan piring yang sudah terisi nasi tersebut kepada Bintang. Bintang besarta saudara-saudaranya makan lahap sekali,maklumlah, ada sambal terasi dan goreng ikan asin yang merupakan menu pavorit mereka sekeluarga, yang tak pernah absen dari meja makan . Selesai makan malam, Bintang langsung ke kamarnya sambil mendengarkan lagu-lagu cinta yang terdengar indah dari stasiun radio kesayangannya. Mata Bintang terpejam, tapi otaknya menerawang jauh menghayalkan sesuatu yang pada saat itu selalu mengusik pikirannya. Namanya juga ABG, masalah cewek selalu menghantui pikirannya.

“Kapan ya, Ane bisa punya cewek?” Bintang menutup wajahnya dengan bantal sambil berkata dalam hati. Pikirannya tertuju pada seorangcewek yang baru kenalan dengannyaminggu kemarin, kata dedi teman Bintang yang satu perguruan karate , cewek itu sepupunya yang lagi liburan di kampungnya, berhubung sekarang masih dalam suasana liburan semester ganjil.

“Wah..wah..wah, nich anak, enak banget ya!, abis makan langsung tidur” emak Bintangsetengah bercanda memutus lamunannya.

“Ah Emak, bisa aja!, Bintang lagi mikir pelajaran nich!” Bintang spontan mengambil buku pelajaran yang tertindih tubuhnya, sambil tersipu malu.

“Cobalah habis makan tuch, baca buku-buku pelajaran!” pinta emaknya setengah memerintah.

“Sekarangkan lagi libur Mak!” Bintang bangun sambil pura-pura membereskan kamar yang kelihatan sedikit berantakan .

“Emangnya belajar cukup saat di sekolah!” timpal emaknya sambil memegang daun pintu yang sedikit bergerak.

“Dengar ya Ang, yang namanya belajar itu tidak ada habisnya, dari buaian Ibu sampai liang lahat” matasi emak menatapnya tajam seolah-olah ingin merasakan getaran perasaan anaknya yang masih belum terlalu dewasa.

“Maksudnya apa itu Mak?” mata Bintang kembali menatap emaknya dengan tatapan lugu, beginilah kebiasaan buruk Bintang, sehabis ngelamun otaknya pasti tulalit.

“Belajar itu tidak ada pensiunnya, selagi kamu bisa dan sehat serta mampu, maka belajar adalah sebuah keharusan!, Nabi Muhammad bersabda,siapa saja yang ingin dunia hendaknya dengan ilmu, dan yang menginginkan kebahagiaan akhirat juga dengan ilmu, serta yang menginginkan kedua-duanya juga dengan ilmu” emaknya mengungkapkan sebuah pesan Rasullullah yang mengandung hikmah tak ternilai.

“Jadi Ang, yang namanya ilmu itu bermanfa’at dunia akhirat, mau sukses juga pakai ilmu, tidak semata-mata mengandalkan nasib dan keberuntungan, kalaupun bisa, itu hanya ada dalam mimpi” Bintang tertegun mendengar nasihat emaknya yang begitu meyentuh perasaan batinnya, selama ini Bintang hanya menganggap bahwa belajar hanya untuk persiapan menghadapi ujian semesteran dan sekedar memenuhiperintah ibu dan bapak guru, supaya tetap naik kelas dan dapat melanjutkan ke kelas berikutnya.

“Baiklah Mak, mulai sekarang Bintang akan belajar dan membaca lebih rajin”Bintang pun mengambil buku yang berserakan di dalam meja, hati kecilnya bertanya sejauh manakah kelebihan dunia yang dirasakannya sekarang dibanding akhirat yang masih dianggapnya dongeng itu. Saat ini Bintang memang masih anak-anak, tetapi ia sudah bisa berpikir lebih jauh makna dan arti sebuah kehidupan, walaupun masih terlalu dangkal.

“Nach, begitu dong!, itu baru anak Emak” emaknya beranjak keluar dengan senyum di bibirnya, wajahnya tampak lusuh, karena seharian sibuk mengurusi anak-anak dan murid-muridnya di sekolah belum lagi mengelola urusan jualan warung yang cukup melelahkan, tapi sinar wajahnya tak pudar sebening hatinya yang tulus. Bintang tampak terlarut dalam bacaan buku fisika yang dirasakannya terlalu sulit untuk dimengerti. Malam itu berlalu dengan makna, disaat nasehat emaknya mengalir dalam sanubarinya, meresap dalam paham yang sedikit dangkal, nasehat emaknya masih terngiang-ngiang ditelinganya, Bintang akhirnya terlelap, lelah yang dirasakannya membuat diri Bintang tak kuasa menahan kantuk berat, tiba-tiba Bintang merasa berada di sebuah sekolah yang besar, murid-muridnya terlihat berpakaian rapi dan menggunakan dasi, mereka terlihat begitu mempesona seperti layaknya pasukan yang siap tempur, dengan buku-buku tebal yang mereka tenteng di tangan kanan, Bintang tak tahu dimana ia berada sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun