Mohon tunggu...
Fadillah Zubaidah
Fadillah Zubaidah Mohon Tunggu... Apoteker - Fadillah Zubaidah

Mau Cari Info

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Arab Saudi Menggolongkan Ateis sebagai Teroris

5 Juni 2014   16:18 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:14 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SAUDI ARABIA – Human Rights Watch (HRW) melaporkan Arab Saudi memperkenalkan sejumlah undang-undang baru yang menggolongkan ateis sebagai teroris. Seperti diberitakan awal April ini.

Sultan Saudi Abdullah telah menekan segala bentuk perbedaan pendapat politik dan protes yang dapat membahayakan income (pendapatan) haji dengan sejumlah ketetapan kesultanan dan bagian baru undang-undang penanganan terorisme secara umum.

Undang-undang baru ini sebagian besar telah dibawa untuk melawan peningkatan jumlah orang Saudi yang mengambil bagian dalam perang saudara di Suriah. Hal ini dilakukan sebelum mereka kembali dengan pelatihan baru dan ide-ide untuk menggulingkan pemerintahan Saudi.

HRW menyebutkan Sultan Abdullah mengeluarkan ketetapan Kesultanan 44. Ketetapan ini mengkriminalisasi keterlibatan dalam permusuhan di luar kesultanan dengan hukuman penjara antara tiga dan 20 tahun penjara.

Kementerian Dalam Negeri Saudi menerbitkan peraturan lebih lanjut pada bulan lalu. Peraturan ini mengidentifikasi daftar panjang kelompok yang dianggap sebagai organisasi teroris termasuk Ikhwanul Muslimin.

Salah satu pasal dalam ketentuan baru itu menggolongkan terorisme sebagai seruan pemikiran ateis dalam bentuk apapun, atau menggugat dasar-dasar agama Islam yang menjadi dasar negara itu.

Direktur Human Rights Watch untuk perwakilan Timur Tengah dan Afrika Utara Joe Stork mengatakan, "Pemerintah Saudi tidak pernah menolerir kritik atas kebijakan mereka, tetapi hukum dan peraturan baru-baru ini menuduh hampir setiap ungkapan kritis atau perkumpulan independen dengan kejahatan terorisme.”

"Peraturan ini menjauhkan harapan tentang Sultan Abdullah yang bermaksud membuka ruang untuk perbedaan pendapat secara damai atau kelompok-kelompok independen," kata Stork.

HRW mengatakan ketentuan baru terorisme berisi bahasa yang digunakan jaksa dan hakim untuk menuntut dan menghukum aktivis independen dan pembangkangan damai. (nzherald.co.nz)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun