Mohon tunggu...
Arbi Sabi Syah
Arbi Sabi Syah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurnalis Komparatif.id

Jurnalis Komparatif.id dan Kreator Konten Media Sosial Blockchain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aceh Masih Butuh Program Pengurangan Resiko Bencana (PRB)

16 Agustus 2012   14:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:40 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tekad Pemerintah Aceh yang baru dalam menyikapi isu bencana di propinsi paling ujung pulau Sumatera ini layak diapreasikan. Hal ini terlihat dari keseriusan dr. Zaini Abdullah selaku Kepala Pemerintah Aceh ketika berdelegasi ke Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan menyampaikan rencanya kepada Kepala BNPB Bapak Syamsul Ma’arif. Kini masyarakat Aceh tahu rencana bijak pemimpin mereka sebagaimana dirilis oleh Harian Serambi Indonesia pada edisi 02 Agustus 2012 yang lalu. Doto Zaini, begitu nama populer mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu disebut, memberikan pernyataan menarik bahwa Aceh adalah salah satu kawasan yang berada dalam wilayah bencana. “Karena itu resiko bencana telah menjadi kebijakan pembangunan Aceh.” Begitulah kata-kata beliau sebagai rencana bagi masyarakat yang hidup di bumi serambi mekah ini.

Terlepas dari uraian di atas, kami melihat bahwa pendapat Doto Zaini itu layak didukung dan didorong agar terlaksana secepatnya. Aceh sedang mengalami sebuah era yang sungguh memperihatinkan. Tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi dengan hutannya yang telah mengalami degradasi begitu besar. Luas area hutan Aceh telah digerogoti kelompok orang-orang yang tak bertanggung jawab. Hutan yang seyogyanya adalah warisan masa depan bagi generasi Aceh yang harus diselematkan oleh Pemerintah Aceh, bukan malah didukung untuk dimusnahkan!

Bila Pemerintah Aceh sekarang terlambat bergerak mengantisipasi kerusakan lingkungan itu, maka bencana ekologi akan menyerang Aceh habis-habisan. Sekarang, kita dikepung dari berbagai penjuru oleh bakal bencana yang terjadi karena ulah kita sendiri. Belum lagi bila kita bicara masalah Gempa Bumi yang begitu akrab dengan daerah kita. Sungguh sebuah petaka besar yang tak terbayangkan akibatnya akan terjadi bila sistem Pemerintah Aceh yang baru itu jelek dan tidak berfungsi maksimal.

Jika ditelusuri lebih jauh pada kondisi alam Aceh sekarang, kami rasa tulisan ini bukanlah sekedar menakut-nakuti masyarakat Aceh. Tapi, lihatlah dengan mata terbuka dan tuluslah member penilaian. Apa yang didapatkan Aceh setelah 2 (dua) program Pemerintah Aceh yang dulu yakni Moraritorium Logging dan Aceh Green diimplementasikan? Adakah pelajaran positif dari kedua mega program yang terkesan “mercu suar” tersebut? Buktinya, kita masih bicara belum adanya langkah strategis dari Pemerintah Aceh terkait kesiapan menghadapi bencana.

Pengurangan Risiko Bencana adalah Tanggung Jawab Pemerintah

Pemerintah Aceh perlu diberi penyadaran bahwa penanggulangan resiko bencana itu menjadi bagian penting untuk membangun Aceh ke depan. Hal itu adalah sebuah bentuk komitmen dari Pemerintah Aceh terhadap Resolusi PBB No.63/1999 yang ditindaklanjuti dengan “Hyogo Framework for Action dan Beijing Action”.

Paradigma Pemerintah harus diubah dalam proses penanganan bencana Alam yang terjadi ke depan. Kita tidak ingin Pemerintah Aceh masih mengedepankan pola responsive belaka dalam menangani bencana yang masih berpotensi mengancam kelangsungan hidup masyarakat Aceh. Kita ingin mendorong lebih jauh agar Para pengambil kebijakan di Aceh menempatkan isu pengurangan resiko bencana menjadi suatu kegiatan yang bersifat preventif, sehingga bencana alam itu selain mungkin dapat dicegah atau diminimalkan (mitigasi), juga risikonya dapat dikurangi atau malah ditiadakan sama sekali.

Pemerintah Aceh harus segera menyusun dan menerapkan sebuah Rencana Aksi Daerah dari tingkat provinsi hingga ke tingkat kabupaten/kota. Langkah ini menjadi darurat karena dampak dari setiap bencana yang terjadi begitu besar. Materi dan korban jiwa yang begitu banyak akan kita hadapi sebagai bentuk resiko dari bencana itu sendiri. Kita tak boleh mengulang kesalahan yang sama dalam manangani bencana yang terjadi di Aceh. Ketimbang menghabiskan banyak uang untuk hal-hal yang tidak begitu penting, rasanya anggaran untuk pengurangan resiko bencana di Aceh pun perlu diperbesar. Perlengkapan atau stok barang untuk hadapi bencana perlu menjadi perhatian besar Pemerintah Aceh ke depan.

Aceh sudah begitu dimanjakan oleh banyak bantuan luar yang ujung-ujungnya tak dapat kita manfaatkan dengan baik. Kita juga tak ingin disebut sebagai propinsi yang gagal tangani bencana. Pada hal, begitu banyak uang dihabiskan di Aceh paska terjadinya Gempa Bumi pada Desember 2004 yang disusul oleh naiknya air laut yang maha dahsyat kekuatannya. Dan Aceh pun punya sejarah baru dalam memperkaya kaidah bahasa di Negeri ini yaitu sumbangan untuk kata “Tsunami”. Apakah cukup dengan satu kata itu?

Kita harus buktikan pada dunia luar bahwa tidak ada sia-sia bantuan yang mereka berikan untuk Aceh. Berbagai penghargaan kita raih terkait penanganan resiko bencana. Pertanyaannya, apakah ini sebuah kesempurnaan bagi Aceh yang selalu siap berteman dengan bencana?

Pentingnya Integrasi Pengurangan Resiko Bencana (PRB) dalam Kegiatan Pembangunan

Kondisi geografis wilayah kita yang terletak di antara lempeng tektonis Euro- Asia dan Australia-India dan adanya pihak-pihak atau kelompok orang yang mencari keuntungan besar dari penebangan hutan dengan cara-cara yang kejam menempatkan daerah Aceh sebagai salah satu daerah rawan bencana di Indonesia. Pemerintah Aceh masih memeiliki kewajiban mendidik masyarakatnya agar paham terhadap resiko bencana yang kini mengancam lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat harus diajarkan bagaimana menghadapibencana alam yang terjadi seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, puting beliung, dan sebagainya.

Kita patut tidak melupakan bahwa bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dari semua proses bencana alam yang terjadi dan juga oleh ulah tangan nakal saudara-saudara kita sendiri. Pemerintah yang bijak akan selalu mengerti apa yang terbaik untuk masyarakat yang dipimpinnya. Membangun jalur evakuasi dan memastikan adanya tempat-tempat penampungan untuk pengungsi adalah bagian dari memberdayakan masyarakat tentang isu bencana.

Oleh karena itu, sebuah manajemen keadaan darurat haruslah dibangun oleh Pemerintah Aceh yang baru untuk meminimalisir efek bencana berupa kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai memakan korban jiwa yang banyak dari kalangan masyarakat Aceh. Bukankah pencegahan itu lebih baik dari pada mengobati?

Pengalaman penulis mengikuti banyak workshop seputar isu pengurangan resiko bencana baik di dalam dan luar Aceh memberi kesan bahwa Aceh belum memiliki kesiapan menghadapi bencana besar di masa yang akan datang. Aceh masih belum memiliki satu langkah strategis yang akan diterapkan bila bencana besar tiba-tiba saja terjadi di Aceh. Hal ini semakin diperparah bila Pemerintah Aceh yang baru tidak memiliki kesadaran dan kepekaan tinggi terhadap resiko dari banyak bencana yang akan melanda Aceh.

Pemerintah Aceh harus segera melakukan rapat kordinasi besar dengan semua perangkat kerja daerah terkait ketidaksiapan Aceh hadapi bencana di masa yang akan datang. Langkah mengintegrasikan pengurangan resiko bencana (PRB) dalam setiap kegiatan pembangunan wajib disusun konsepnya untuk segera diimplementasikan. Ini akan menjadi bentuk realisasi dari apa yang diperbincangkan dr. Zaini Abdullah dalam pertemuannya dengan kepala BNPB di Jakarta pada awal Agustus yang lalu.

Dampak pembangunan yang tidak ramah lingkungan akan mengakibatkan bencana alam. Contoh kecilnya adalah bila saluran air di kota Banda Aceh tidak berfungsi dengan baik, apa yang akan terjadi? Pasti, banjir akan datang menghampiri masyarakat yang bermukim di Ibukota Propinsi Aceh tersebut bila hujan dengan intensitas tinggi turun dalam hitungan hari saja. Dan bila Pemerintah Aceh paham akibat yang ditimbulkan oleh pembangunan yang tidak mengikuti kaidah pengurangan resiko bencana, maka Aceh telah alami sebuah proses dengan nama “Aceh akan naik kelas.” Allaahu a'lam bis-shawaab.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun