Mohon tunggu...
Arbi Sabi Syah
Arbi Sabi Syah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurnalis Komparatif.id

Jurnalis Komparatif.id dan Kreator Konten Media Sosial Blockchain.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pembunuh Misterius Kembali Gentayangan

24 Agustus 2010   11:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:45 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_237513" align="alignleft" width="241" caption="Ilustrasi Dari Om Google"][/caption] MALAM setelah suara tembakan itu suasana di Kampung kami begitu mencekam. Tak ada suara manusia di luar rumah yang biasanya gitar selalu menemani alunan beberapa suara khas anak muda tetanggaku. Kami semua tak tahu mengapa suara tembakan tiba-tiba saja terdengar berkali-kali seper empat jam yang lalu. Mungkin ada perampok yang sedang dikejar Polisi, mungkin ada bentrokan antar geng bersenjata, atau mungkin saja ada polisi yang pistolnya diambil anaknya untuk bermain tanpa diketahuinya. Semua masih mungkin-mungkin saja. Hanya kemungkinan! Belum habis rasa ingin tahu tentang penyebab suara tembakan tiba-tiba dari jarak kira-kira seratus meter dari arah kanan rumah kami terdengar teriakan seorang ibu. "Tolong...tolong......" Suara itu semakin keras. Tapi, tak ada satu pun yang berani mendekat untuk menolong. Rasa trauma warga desa akan seorang pemuda yang pernah menjadi korban peluru nyasar saat membantu seorang tetangga kampung kami sepuluh tahun lalu adalah satu-satunya sebab yang beralasan. Aku dan adikku yang ada di dalam rumah saat itu tak kuasa menahan keringat dingin yang jatuh bercucuran di sekujur tubuh kami. Untung ibu dan adik perempuanku sedang mengunjungi Nenek kami di Medan. Kalau tidak bisa lebih gawat suasananya. Karena ibuku pasti akan jatuh pingsan. Tak terdengar lagi suara minta tolong dari rumah tetangga. Beberapa orang mulai mendekati rumah itu. Saat mereka tiba disana sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengerikan terlihat. Tiga jasad manusia yang sudah tidak bernyawa berlumuran darah. Percikan darah itu ada di lantai ruang tamu, kamar, sampai dapur. Ibu Melan, dan dua anak perempuannya meninggal dunia malam ini. Dari tubuh mereka terlihat banyak sekali bekas bacokan senjata tajam. Kami belum tahu apa motif pembunuhan ini. Semua masih buram.

***

Dua hari setelah pembunuhan sadis itu terjadi. Aku mulai berpikir dalam hati. Mungkinkah Kampungku akan kembali bergejolak? Kekhawatiran ini wajar, karena setiap saja konflik bersenjata akan dimulai selalu ada jenis pembunuhan seperti ini dan pelakunya sangat misterius. Aku tak mau membayangkan harus pergi lagi meninggalkan keluarga seperti dulu saat para pembunuh misterius itu melakukan teror yang bisa membersihkan otak semua orang di kampungku. Aku tak berharap pertikaian bersenjata terulang lagi disini. Semoga pihak kepolisian bisa mengungkapkan kasus ini secepatnya dan memberitahukan di koran bahwa ini adalah peristiwa perampokan murni.  Kami tak mau lagi sengsara karena konflik. Cukup sudah derita itu bagi kami. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun