Mohon tunggu...
Dian Anjani
Dian Anjani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa aktif Universitas Udayana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penurunan Pemahaman Pengetahuan Dasar Siswa: Tanda Kegagalan Sistem Pendidikan Indonesia?

21 Oktober 2024   12:49 Diperbarui: 21 Oktober 2024   13:01 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, laporan tentang penurunan pemahaman pengetahuan dasar di kalangan siswa Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hasil tes nasional maupun internasional, seperti PISA (Programme for International Student Assessment), menunjukkan bahwa kemampuan literasi, numerasi, dan sains para siswa berada pada tingkat yang memprihatinkan. Pada tahun 2018, Indonesia berada di peringkat 72 dari 79 negara, dengan mayoritas siswa gagal mencapai level kompetensi dasar. Meskipun pada tahun 2022 kemarin telah meningkat 5-6 Posisi dibanding 2018, namun angka ini belum cukup mencapai target dalam mengatasi hilangnya pembelajaran (learning loss).  Selain itu, menurut video yang diunggah oleh pengguna akun @dino_wakkjess di TikTok yang aktif melakukan eksperimen sosial dengan mengetes pengetahuan dasar siswa-siswi di Indonesia, namun pada kenyataannya banyak dari mereka yang tidak bisa menjawab pertanyaan dasar.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan penting: Apakah ini merupakan tanda kegagalan sistem pendidikan di Indonesia?

Sistem pendidikan di Indonesia telah lama menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketimpangan akses pendidikan hingga kualitas pengajaran yang bervariasi. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti meningkatkan anggaran pendidikan dan mereformasi kurikulum, hasilnya tampak belum maksimal. Penurunan pemahaman siswa terhadap materi dasar menunjukkan adanya masalah penting yang perlu segera diatasi.

Salah satu faktor yang sering disebut adalah kurangnya kualitas guru. Menurut data Kemendikbudristek, sekitar 60% guru di Indonesia belum memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Banyak guru yang kurang mendapat pelatihan pedagogis berkelanjutan, sehingga pendekatan pengajaran yang diterapkan cenderung monoton dan berorientasi pada hafalan. Sebagai dampaknya, siswa tidak diajak untuk berpikir kritis atau memahami konsep mendalam. Selain itu, ketimpangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan juga sangat mencolok. Berdasarkan survei World Bank, sekolah-sekolah di daerah terpencil seringkali kekurangan fasilitas dasar, seperti laboratorium, perpustakaan, bahkan akses internet. Hal ini membuat siswa di daerah tertinggal sulit untuk mengejar ketertinggalan mereka dari siswa di daerah perkotaan yang memiliki fasilitas belajar yang lebih lengkap

Namun, di balik semua itu, akar masalah yang lebih dalam terletak pada kurikulum yang sering berubah. Kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan dalam tiga dekade terakhir, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian berubah menjadi Kurikulum 2013 hingga saat ini telah menggunakan Kurikulum Merdeka. Meskipun reformasi kurikulum bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seringnya perubahan tersebut menciptakan kebingungan di kalangan guru, siswa, dan orang tua. Alih-alih fokus pada pengembangan pemahaman dasar, pembelajaran menjadi terjebak pada mengejar ketuntasan administrasi dan nilai.

Menghadapi permasalahan ini, solusi yang diperlukan harus bersifat menyeluruh dan berkelanjutan. Pertama, investasi pada peningkatan kompetensi guru harus menjadi prioritas utama. Kedua, pemerataan infrastruktur pendidikan perlu segera ditangani. Pemerintah bisa memanfaatkan teknologi untuk menjangkau daerah-daerah terpencil, misalnya dengan membangun platform pembelajaran daring yang bisa diakses oleh semua siswa di Indonesia. Ketiga, stabilitas kurikulum sangat penting. Reformasi kurikulum yang sering berubah hanya akan menambah kebingungan dan menurunkan kualitas pendidikan. Alih-alih terus merombak, pemerintah perlu melakukan evaluasi yang mendalam terhadap kurikulum yang ada dengan fokus utamanya adalah pada pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan hidup siswa, bukan sekadar memenuhi persyaratan administrasi atau mengejar nilai ujian.

Penurunan pemahaman pengetahuan dasar ini bukan sekadar peringatan dini, melainkan sinyal bahwa sistem pendidikan kita membutuhkan perombakan mendasar. Tanpa perubahan signifikan, kita mungkin akan terus menyaksikan generasi muda yang terjebak dalam kebodohan struktural, tanpa kemampuan dasar yang memadai untuk menghadapi tantangan dunia modern. Indonesia dapat memperbaiki sistem pendidikan dan mencetak generasi muda yang lebih siap menghadapi tantangan global. Transformasi ini membutuhkan usaha yang besar, mulai dari peningkatan kualitas guru, pemerataan infrastruktur, hingga stabilitas kurikulum. Hanya dengan langkah-langkah nyata inilah kita dapat memastikan bahwa pendidikan di Indonesia benar-benar berfungsi sebagai alat pembebasan dan pemberdayaan bagi seluruh anak bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun