Saya teringat dulu Anggun C. Sasmi pernah mengatakan dia berganti kewarganegaraan karena tuntutan pekerjaan. Dia menegaskan bahwa dirinya tetap orang Indonesia, meski statusnya dalam paspor tertulis Warga Negara Perancis. “Yang beda cuma warna buku saat aku traveling, supaya aku tuh enggak disusahin tiap kali masuk imigrasi”, katanya. Kita tahu, sebagai pemegang paspor Indonesia, bila ingin keluar negeri kita harus mengurus visa dengan screening luar biasa ketat, maklumlah negara kita dianggap sarang teroris. Bayangkan bagaimana repotnya pengusaha yang harus berpergian ke banyak negara dengan mobilitas tinggi. Kita tahu, Archandra adalah Presiden perusahaan yang bergerak di bidang offshore.
Bila anda pernah tinggal di luar negeri, pasti akan menemukan banyak warga negara Indonesia yang secara diam-diam mempunyai dwi warga negara. Ini mereka lakukan semata-mata untuk kelancaran urusan administrasi, namun percayalah, mereka tetap loyal terhadap Indonesia. Setiap tahun mereka mengirim zakat dan kurbannya ke tanah air, bahkan banyak yang mengirim uang untuk membiayai pendidikan anak asuhnya di Indonesia. Hukum yang Indonesia anut lah yang membuat banyak kaum diaspora ‘terpaksa’ melakukan ini.
Kini Archandra tidak bisa menjadi menteri karena pernah mendapat paspor AS dan tidak layak jadi WNI karena belum tinggal 5 tahun di Indonesia. Jadilah dia ‘stateless’.
Anehnya, kita mencari ‘talent-talent’dari luar seperti pemain bola asing untuk mengharumkan nama Indonesia, menawarkan mereka naturalisasi, yang bahkan syarat tinggal 5 tahunnya pun bisa kita by pass, namun mengapa di saat yang sama kita malah menyia-nyiakannya ‘talent’ anak bangsa sendiri dengan memakai alasan hukum. Atau mungkin lebih tepatnya politik? Wallahualam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H