Masyarakat muda saat ini sering sekali tenggelam dalam pemikiran mereka yang kadang idealis tetapi tidak realistis, kasus ini lumrah terjadi dikalangan muda karena pertama mereka masih di fase mencari jati diri, kedua mereka masih belum memiliki pengalaman hidup yang banyak, dan ketiga mungkin masalah yang dihadapinya masih belum membuatnya sadar akan kesalahan berpikirnya.
Berpikir ringan dan berpikir sulit disini memiliki arti bahwa manusia sebagai mahluk yang berpikir selalu mengalami keringanan kognitif (berpikir) dan begitu juga sebaliknya karena perbedaan penangkapan yang signifikan khususnya bagi perempuan dan laki-laki yang memang sangat berbeda, dan menurut penelitian otak kiri lelaki benar-benar bekerja maksimal ketika berumur di atas 18 tahun.
Berpikir hanyalah sebuah proses dan itu tidak akan berdampak selama tidak diucapkan ataupun dilakukan, seperti halnya berpikir untuk menyerah, pikiran ini tidak akan berdampak selama individu tidak mengungkapkanya dan menjadikan itu ada dengan mengepresikanya, dan kajian tentang persepsi positif dan negatif tidak akan dibahas di tulisan ini.
Umumnya terdapat dua dampak negatif bagi keringanan berpikir yaitu illusi kebenaran dan illusi mengingat. Illusi kebenaran terjadi ketika individu secara tidak langsung tanpa memproses informasi tersebut secara mendalam menyatakan bahwa informasi itu benar atau valid, illusi mengingat terjadi ketika kita menjadikan ingatan yang sebenarnya tidak terjadi seakan-akan itu terjadi, dalam kasus lain biasa disebut dengan dejavu.
Memang tidak hanya berdampak negatif tetapi ada juga dampak positif khususnya dalam hal keringanan berpikir, seperti kasus ujian, penyampaian argumen dan lain sebagainya. Dalam keringanan kognitif terdapat hubungan kausalitas seperti pada gambar berikut:
Gambar diatas menjelaskan bahwa penyebab keringanan kognitif atau berpikir ringan karena pengulangan pengalaman, tampilan jelas, siap menerima gagasan, dan suasana hati yang baik, dan dampak atau bentuk kemudahan kognitifnya adalah terasa akrab, terasa benar, terasa enak, dan terasa tak perlu usaha.
Penjelasan diatas seperti yang telah disebut penulis sebelumnya tidak selalu berdampak positif tetapi terkadang berdampak negatif juga. Oleh sebanya berpikir ringan ataupun berpikir sulit keduanya tergatung bagaimana kondisi yang kita alami, misalnya jika kita adalah seorang dosen, jangan langsung mengkonklusikan bahwa tulisan mahasiswa jelek atau tidak bernilai karena suasana hati yang tidak baik, atau tampilan yang kurang jelas.
Begitu juga dengan dampaknya, meskipun terasa akrab dan terasa benar karena sering dijumpai janganlah kita secara spontan atau implusif memutuskan tanpa mendalami lagi informasi atau materi yang disajikan.
Kesimpulan dari tulisan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa kecocokan kita akan keringanan berpikir atau kesulitan berpikir bukanlah dua hal yang bermasalah, tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kita menggunakannya di kondisi atau situasi serta tempat yang tidak tepat.
Referensi: Kahneman, D., (2013) Thinking Fast and Slow, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H