Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Lifestyle | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menelusuri Jejak Presiden Depok

1 November 2024   23:14 Diperbarui: 1 November 2024   23:19 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cornelis Koffie (dokpri/irerosana)

Ada yang perlu dunia tahu tentang Depok selain kabar-kabar aneh seperti tuyul, babi ngepet, begal atau covid pertama. Lebih dari itu, Depok punya sejarah yang mungkin banyak orang belum tahu. Salah satunya bahwa kota -yang identik dengan artis Ayu Ting Ting- ini pernah punya presiden. Yah, itu semua terjadi di masa sebelum kemerdekaan, tepatnya masa kolonial Hindia Belanda.

Untuk menelusuri jejak presiden Depok, saya bersama teman-teman dari Clickompasiana dan Kreatoria menemui seorang keturunan Belanda Depok yang bernama Boy Loen. Kami bertemu di  Cornelis Koffie yang letaknya ada di jalan pemuda, Pancoran Mas.

Sosok Pak Loen mengingatkan saya pada tokoh-tokoh di masa lampau. Usianya sudah tidak muda, memakai kacamata dengan rambut di sisir ke samping. Pak Loen mengenakan kemeja putih kotak-kotak yang dimasukkan ke dalam celana cokelat terang. Penampilannya sederhana tapi rapi.

Pak Boy loen (dok.pri/irerosana)
Pak Boy loen (dok.pri/irerosana)

Setelah menyapa ala kadarnya, Pak Loen  pun mulai bercerita tentang seorang tuan tanah kaya raya pada masa penjajahan Belanda bernama Cornelis Chastelein.

Chastelein membeli tanah Depok atau yang pada waktu itu bernama Het Land Depok sekitar tahun 1965. Ia kemudian mulai membuka lahan-lahan produktif untuk  ditanami aneka macam hasil bumi.

Kala itu Chastelein juga ingin menghasilkan hasil bumi yang bisa diekspor ke Eropa layaknya VOC. Untuk memenuhi keinginannya tersebut ia mulai mendatangkan 150 budak yang ia beli dari pasar budak di Bali.

Di masa kolonial perdagangan budak masih dianggap legal. Ada 2 lokasi pasar budak kala itu, Bali dan Makasar. Orang-orang yang diperdagangkan berasal dari berbagai daerah seperti jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi bahkan ada juga yang datang dari Bengali, India.

Chastelein adalah seorang yang kaya raya pada jamannya. Ia memiliki  lahan-lahan yang bernilai ekonomi tinggi di Batavia, sebuah area yang bahkan hingga kini masih prestisius seperti contohnya kawasan Monas, Masjid Istiqlal, TIM hingga RSPAD Gatot Subroto.

Berbagai hasil bumi seperti kopi, tebu ia tanam di lahannya yang berada di Batavia. Budak-budak yang baru ia datangkan harus magang dulu di lahan-lahan tersebut sebelum menggarap lahan di Het Land Depok.

Budak-budak itu dibuatkan rumah di tepi sungai Ciliwung dari bambu dan tanah. Mereka lalu menggarap lahan-lahan milik Chastelein dan memanen hasilnya. Salah satu hasil bumi yang paling terkenal yaitu Lada dari area Mampang. Saking terkenalnya sampai ada istilah peper durr (peper : lada, durr : mahal).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun