Saya tengah berdesak-desakan di Citos (Cilandak Town Square) untuk menonton Bernadya ketika kemacetan di Puncak Bogor sedang berlangsung.Â
Kondisi Citos bukan main, masih jam 4 sore tapi pengunjung sudah memadati arena di sekitaran panggung sementara bintang utama (Bernadya) baru akan tampil pukul 7 malam.
Hari itu ada acara nobar Premier League dengan salah satu bintang tamunya Bernadya, sang pemilik lagu Untungnya Hidup Harus Tetap Berjalan.Â
Tetapi saya hampir saja menyerah. Jangankan ke depan, melihat panggungnya saja sudah susah karena saking padatnya. Itulah saat di mana saya menyesali rencana yang sudah saya susun.
Citos dipenuhi Gen Z dengan energi yang meledak-ledak. Mereka berteriak dan saling dorong satu sama lain. Kabar buruknya, sepertinya saya dan teman saya menjadi penonton paling tua yang berada di tengah kerumunan.Â
Mereka semua bernyanyi dengan suara lantang (bahkan cenderung berteriak) sehingga suara Bernadya tenggelam dan hanya terdengar samar.
Lokasi tempat saya berdiri dikunci dengan pagar besi non permanen oleh petugas. Apa mau dikata saya pun tak bisa kemana-mana, niat mundur dan pindah lokasi pun gagal.Â
Satu-satunya jalan keluar adalah menunggu Bernadya menyelesaikan performance-nya hingga lagu terakhir.
Sepulang dari Citos, saya merasa sedikit kesal. Rasanya itu adalah momen hari libur paling buruk sedunia. Belum pernah saya datang ke konser se hectic itu. Bahkan konser Kahitna yang penuh sesak pun masih ada sisi menyenangkannya.
Belum selesai rasa kesal, saya tambah terkejut pasca membaca berita. Kemacetan parah terjadi di area puncak! Kabarnya bahkan kendaraan terjebak macet hingga 10 jam.Â