Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Bisakah Memulai Bisnis Tanpa Merusak Lingkungan?

7 Mei 2024   10:05 Diperbarui: 7 Mei 2024   10:17 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : tangkapan layar website ecopack.id

Tahun 2023 lalu, media sempat dihebohkan oleh kabar Dr. Richard Lee yang berhasil mencetak rekor penjualan tertinggi yaitu 41 miliar melalui live shopping di TikTok Shop selama 24 jam non stop.

Kabar mengenai kesuksesan berjualan melalui digital platform memang bukan barang baru. Sebut saja beberapa nama TikToker seperti Mami Louisse dan Kohcun yang juga berhasil meraup omzet hingga puluhan miliar rupiah.

Adanya berbagai digital platform baik marketplace maupun sosial media menarik animo masyarakat untuk mulai berbisnis. Terlebih dengan banyaknya cerita sukses seperti yang tadi disebutkan. Meningkatnya minat masyarakat untuk memulai usahanya sendiri otomatis juga akan menambah jumlah UMKM yang ada di Indonesia.

Keberadaan UMKM tidak bisa dipandang sebelah mata. Data Kadin menyebutkan, di tahun 2023 saja jumlah UMKM sudah mencapai 66 juta. Jumlah tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 117 juta pekerja serta memberikan kontribusi hingga 61% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau senilai 9.580 triliun rupiah.

Di level yang lebih tinggi, UMKM juga dinilai mampu bertahan ketika harus menghadapi resesi global.

Meski berdampak baik akan tetapi bukan berarti tanpa catatan. Di balik semakin menjamurnya para pelaku UMKM, ada isu lingkungan yang juga mulai mengintai. Apalagi kalau bukan persoalan dampak sampah plastik yang jumlahnya juga kian menumpuk.

Fakta bahwa Indonesia adalah salah satu penghasil limbah plastik terbesar di dunia memaksa seluruh pihak untuk membenahi diri tak terkecuali sektor bisnis. Data KLHK menyebut dari 69,2 juta ton timbunan sampah yang ada, 18 persennya adalah plastik.

Produk-produk yang dikemas dengan plastik turut menyumbang angka-angka tersebut semakin membesar. Semakin tinggi angka penjualan, semakin banyak pula limbah plastik yang dihasilkan.

Praktik pengemasan produk dengan menggunakan plastik di negeri ini sepertinya sudah lumrah terjadi dan masih banyak dijalankan. Banyak pelaku usaha masih abai terhadap dampak negatif dari penggunaan plastik sekali pakai. Padahal efeknya sudah mulai kita rasakan.

Sampah plastik berdampak buruk bagi lingkungan hidup di antaranya membahayakan keberadaan rantai makanan, mencemari air dan tanah serta membuat tanah menjadi tidak subur (Dinas Lingkungan Hidup (DLH)).

Dampak lain yang tak kalah berbahaya dan sudah banyak digaungkan oleh berbagai pihak adalah terjadinya pemanasan global (global warming) serta polusi udara.

Banyaknya dampak negatif dari sampah plastik menuntut kesadaran para pelaku usaha untuk mulai menjalankan bisnis berkelanjutan nan ramah lingkungan.

Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah memilih kemasan yang lebih ramah lingkungan atau bahasa kerennya eco-friendly packaging.

Eco Friendly Packaging bisa diartikan sebagai kemasan yang mudah terurai, bisa didaur ulang, bisa dipakai ulang serta tidak berbahaya bagi lingkungan. Contohnya antara lain daun, kardus, food container, serta kertas kraft.

Kemasan daun memiliki kesan estetik dan organik. Beberapa makanan dan kue tradisional masih menggunakan ini sebagai bahan kemasan. Namun, kemasan daun memiliki keterbatasan jika dikaitkan dengan ragam produk selain makanan.

Jika dibandingan dengan bahan lain, kertas kraft belakangan ini lebih populer di pakai oleh para pelaku UMKM karena warna cokelatnya yang estetik dan memberi kesan natural. Kertas jenis ini bisa dikategorikan ramah lingkungan karena memiliki kandungan bahan yang mudah terurai dan dapat didaur ulang.

Selain itu kertas jenis ini juga berpotensi mengurangi dampak ekologis dari penebangan pohon karena dibuat dari serat kayu bekas yang didaur ulang.

Kertas kraft juga memiliki beragam gramasi di antaranya 125 gsm, 275 gsm, 310 gsm dan 350 gsm. Banyaknya pilihan gramasi membuat kemasan berbahan kraft bisa dipilih sesuai kebutuhan.

Meningkatnya kebutuhan akan kemasan berbahan kraft mendorong pelaku usaha untuk membuka jasa cetak kemasan.

Di jaman serba digital, orang tak perlu langsung ke lokasi hanya untuk memesan kemasan. Mereka hanya perlu mengakses website serta sosial media, membuat pesanan dan menunggu pengiriman.

Salah satu brand yang sejauh ini dipercaya oleh banyak UMKM adalah Ecopack Indonesia.  Sesuai dengan namanya, Jasa ini khusus melayani pesanan aneka kemasan berbahan kraft.

 

Sumber : tangkapan layar website ecopack.id
Sumber : tangkapan layar website ecopack.id

Sesuai visi dan misinya, Ecopack Indonesia sejauh ini telah menjadi mitra terbaik dalam menyediakan kemasan ramah lingkungan untuk para pelaku usaha serta UMKM di seluruh Indonesia.

Dengan semakin banyaknya pelaku usaha yang peduli akan isu kerusakan lingkungan, bukan mungkin akan tercipta model bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Referensi : 1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun