Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Sebuah Cerita Pahit dari Film "Women from Rote Island"

23 Februari 2024   08:24 Diperbarui: 24 Februari 2024   01:39 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film ini menyisakan rasa getir yang tak berkesudahan. Bukan sekadar film, isu kekerasan seksual yang diangkat dalam "Women from Rote Island" lebih dari sekadar fiksi. Bahkan isu ini masih bergentayangan bebas ke setiap sudut daerah di negeri ini tanpa terkecuali.

Sosok yang menarik iba penonton itu bernama Martha. Ceritanya Martha pulang dalam keadaan depresi pasca merantau menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ilegal di negeri Jiran.

Bukannya semakin membaik setelah kembali ke kampung halaman, Martha justru banyak mengalami kekerasan seksual dan diskriminasi bahkan harus dirantai karena dianggap gila dan membahayakan oleh masyarakat sekitar.

Penderitaan enggan sekali beranjak, dalam kondisi kaki dirantaipun Martha harus diperkosa dan hamil oleh sosok yang hingga separuh film masih dirahasiakan.

Tak hanya itu, Bertha, adik perempuan Martha satu-satunya tiba-tiba hilang tanpa jejak. Jawaban kemana si Bertha  rupanya justru semakin menambah jumlah penderitaan yang harus keluarga itu pikul.

Sang sutradara Jeremias Nyangoen sengaja menghadirkan sosok Martha untuk menggambarkan kenyataan yang dialami para TKW ilegal dari daerah Nusa Tenggara Timur.

Menurut informasi yang Jeremias dapat, dari 150 TKW yang berangkat, 100 kembali dengan peti mati sementara sisanya mengalami depresi.

Di film ini pelecehan seksual digambarkan tersebar secara murah meriah. 

Seorang pemuda menggesekkan kemaluannya ke Orpa (Ibu Martha) ketika berbelanja di pasar. Seorang pemuda lain mengintip rok dan menempelkan tangannya ke payudara Martha ketika ia terjatuh dari pohon.

Murah sekali! Seolah segala hal semacam itu lumrah terjadi dan dianggap barang becandaan. 

Perempuan di sini lebih banyak dilihat sebagai objek pemuas seks laki-laki. Aroma patriarki pun lamat-lamat tercium seolah tak mau ketinggalan peran.

Meski korbannya lebih banyak perempuan namun film ini juga tak menampik bahwa kekerasan seksual tak memandang gender. Laki-laki pun bisa menjadi korban.

Semua itu dihasilkan dari riset yang tidak sebentar. Sang sutradara Jeremias Nyangoen harus bolak-balik Jakarta- Rote dan memakan waktu hampir 2 tahun untuk mematangkan skrip yang ia buat.

Pulau Rote sendiri bukan tempat yang mudah dijangkau dengan satu kali perjalanan. 

Pulau ini berada di ujung paling selatan Indonesia. Jaraknya 109,7 km dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dibutuhkan waktu tempuh 1 jam 50 menit dari Kupang dengan kapal cepat dan 3,5 jam jika menggunakan kapal Ferry.

Jeremias memboyong 80 kru dari Jakarta menyusuri jalur panjang tadi demi merampungkannya. 

Hasilnya sangatlah memuaskan, film ini berhasil mengantongi 4 kategori piala Citra di antaranya Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik serta Penulis Skenario Asli Terbaik. 

Tampi perdana di Busan Internasional Film Festival pada Oktober 2023 lalu, Women from Rote Island kini sudah tayang di bioskop Indonesia as per 22 februari 2024. 

Film ini banyak mengeksplorasi tempat-tempat eksotik di pulau Rote. Bukit hijau, tebing tinggi, langit biru dan pantai yang tak kalah eksotis dibanding daerah-daerah lain di Indonesia.

Tak hanya panorama alam yang mempesona, film ini juga menyuguhkan seni budaya serta tradisi masyarakat setempat secara otentik. Salah satunya budaya henge'do yaitu memberi salam dengan cara menempelkan hidung satu sama lain.

Salam dengan cara ini bermakna keakraban dan rasa keterikatan satu sama lain layaknya saudara. Henge'do juga bermakna kejujuran serta perdamaian karena pada pelaksanaannya kedua orang yang melakukan akan saling menatap dalam jarak yang cukup dekat.

Selain henge'do, ditampilkan pula tarian kebalai di mana para penari membentuk lingkaran sembari bergandengan tangan sampai siku masing-masing pesertanya dan bergerak dengan gerak tari ke arah kanan. 

Tarian kebalai di film ini hadir sebagai salah satu bentuk upacara ritual atas kematian ayah Martha yang bernama Abraham.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa film ini banyak melahirkan artis-artis baru karena 90% pemerannya adalah orang-orang setempat. Mereka mendapatkan pelatihan secara intensif selama kurang lebih 3 bulan. Tak heran dialog dan dialek yang terucap mengalir dan sangat nyaman mendarat di telinga penonton.

Sosok Martha sendiri mengingatkan saya dengan karakter Upi dalam novel Saman karya Ayu Utami. Upi adalah seorang gadis keterbelakangan mental yang harus dipasung di ruangan yang luasnya tak lebih besar dibanding kandang kambing.

Keduanya sama-sama korban minimnya pengetahuan akan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal bukan keterbatasan, yang mereka butuhkan justru dukungan dan kasih sayang dari orang-orang sekitar. 

Akan tetapi yang terjadi ketika keduanya diikat malah dijadikan alat pemuas nafsu oleh para lelaki bejat yang tinggal di sekitarnya.

Film ini menjadi warning terdepan mengenai penegakan keadilan terhadap kasus kekerasan seksual yang masih marak terjadi tak hanya di Indonesia Timur saja tapi juga daerah lain di Indonesia. 

Film ini juga warning untuk kita semua agar tidak menstigmatisasi korban serta tamparan agar kita melihat isu ini secara lebih serius.

Sudah sepantasnya perempuan mendapatkan kedamaian hidup tanpa pelecehan dan kekerasan seksual. Toh para pelaku pelecehan itu pun lahir dari rahim perempuan!

Seperti kata Orpa, "semua orang lahir dari kelamin yang berdarah!"

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun