Selain henge'do, ditampilkan pula tarian kebalai di mana para penari membentuk lingkaran sembari bergandengan tangan sampai siku masing-masing pesertanya dan bergerak dengan gerak tari ke arah kanan.Â
Tarian kebalai di film ini hadir sebagai salah satu bentuk upacara ritual atas kematian ayah Martha yang bernama Abraham.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa film ini banyak melahirkan artis-artis baru karena 90% pemerannya adalah orang-orang setempat. Mereka mendapatkan pelatihan secara intensif selama kurang lebih 3 bulan. Tak heran dialog dan dialek yang terucap mengalir dan sangat nyaman mendarat di telinga penonton.
Sosok Martha sendiri mengingatkan saya dengan karakter Upi dalam novel Saman karya Ayu Utami. Upi adalah seorang gadis keterbelakangan mental yang harus dipasung di ruangan yang luasnya tak lebih besar dibanding kandang kambing.
Keduanya sama-sama korban minimnya pengetahuan akan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal bukan keterbatasan, yang mereka butuhkan justru dukungan dan kasih sayang dari orang-orang sekitar.Â
Akan tetapi yang terjadi ketika keduanya diikat malah dijadikan alat pemuas nafsu oleh para lelaki bejat yang tinggal di sekitarnya.
Film ini menjadi warning terdepan mengenai penegakan keadilan terhadap kasus kekerasan seksual yang masih marak terjadi tak hanya di Indonesia Timur saja tapi juga daerah lain di Indonesia.Â
Film ini juga warning untuk kita semua agar tidak menstigmatisasi korban serta tamparan agar kita melihat isu ini secara lebih serius.
Sudah sepantasnya perempuan mendapatkan kedamaian hidup tanpa pelecehan dan kekerasan seksual. Toh para pelaku pelecehan itu pun lahir dari rahim perempuan!
Seperti kata Orpa, "semua orang lahir dari kelamin yang berdarah!"
Salam.