Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Filosofi Orang Mollo Peganganku Selamatkan Lingkungan Hidup

6 Februari 2024   14:14 Diperbarui: 6 Februari 2024   14:22 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oel fani on na', air adalah darah.
Nasi fani on nafua, pepohonan adalah rambut.
Afu fani on nesa, tanah adalah daging.
Fatu fani on nuif, batu adalah tulang.

Andai kata setiap manusia di bumi ini hidup dengan filosofi suku Mollo, maka kita tidak akan pernah bertemu dengan istilah triple planetary crisis (perubahan iklim, polusi & pencemaran serta ancaman kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversitas)).

Suku Mollo hidup berdampingan dengan alam. Mereka mendiami kawasan lereng gunung Mutis, kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timor. Kawasan ini termasuk ke dalam hutan cagar alam dan disebut-sebut sebagai jantungnya pulau Timur.

Aneka flora tumbuh di sana, Bijama, Haubesi, Kakau, Manuk Moto, Oben, Salalu,  Natwon, dan kawan-kawannya. Sementara itu fauna daratan seperti Rusa Timor, Kuskus, Babi Hutan, Biawak Timor, Ular Sanca Timor, Ayam Hutan, Punai Timor, dan kawan-kawannya juga mendiami kawasan itu.

Suku Mollo menghormati, menghargai alam di sekitar mereka tinggal layaknya tubuh sendiri. Semua punya peran dan saling terhubung untuk membentuk keseimbangan. Filosofi itu melekat, hidup dan terpancar dalam keseharian suku Mollo.  Mereka sadar bahwa alam adalah sumber kehidupan, kerusakan alam berarti bencana bagi hidup mereka.

Filosofi itu pulalah yang membawa saya berpikir untuk mulai menjaga lingkungan. Saya jadi sadar, kerusakan alam dan lingkungan akan membawa dampak bagi manusia yang tinggal di dalamnya. Sayangnya tidak semua orang punya prinsip hidup seperti suku Mollo.

Problema lingkungan hidup

Di masa ini, isu kerusakan lingkungan tak pernah dianggap serius. Padahal dampaknya sebenarnya perlahan-lahan sudah banyak dirasakan khususnya oleh masyarakat perkotaan seperti saya.

Kita sadar bahwa udara yang kita hirup setiap hari sudah tidak ramah lagi. Kita juga sadar betul bahwa air tanah kita hanya bisa dipakai untuk mencuci dan tidak layak untuk dikonsumsi. Namun kita tak sadar bahwa itu semua itu adalah akibat dari pilihan-pilihan yang kita ambil sehari-hari.

Mahatma Gandhi pernah berkata, masa depan ditentukan apa yang kita lakukan hari ini. Setiap pilihan tindakan yang kita ambil memiliki dampak terhadap masa depan serta lingkungan kita sendiri.

Polusi dan pencemaran yang marak terjadi tak lain adalah efek samping dari upaya kita untuk memenuhi kebutuhan hidup (makan, sandang, mandi, dll). Dampak dari pemenuhan itu adalah lahirnya limbah domestik yang akan mencemari tanah, air serta merusak ekosistem disekitarnya.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021, limbah domestik menjadi penyumbang terbesar jumlah sampah yang ada di Indonesia yaitu sekitar 42,23%.

Ini menjadi PR bersama, tak hanya pemerintah tapi juga para pelaku rumah tangga. Setiap dari kita perlu tahu mengenai macam dan bahaya dari limbah domestik sehingga bisa melakukan upaya penanggulangan dengan baik.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memilah atau menyortir sampah sesuai kategorinya. Kegiatan ini bertujuan agar nantinya sampah lebih mudah ditangani dan diolah sesuai fungsinya.

Saya sendiri sudah menerapkannya di rumah. Contoh kategori yang saya pisahkan di antaranya jenis botol plastik, bungkus plastik (kopi, deterjen, mie instan dan lain lain), kardus, pakaian layak pakai, serta minyak jelantah.

Minyak jelantah sejauh ini menjadi problem populer dikalangan ibu-ibu rumah tangga. Jika dibuang melalui wastafel akan menimbulkan kerak yang dapat menyumbat saluran air, jika dibuang langsung ke selokan akan mencemari lingkungan sementara jika dibuang ke tanah akan menyebabkan tanah tersebut tidak subur dan membunuh mikroorganisme yang ada di dalamnya.

Solusi yang bisa dilakukan adalah mengumpulkan lalu menyerahkannya ke bank sampah yang ada di sekitar rumah. Sayangnya, di RT saya belum ada bank sampah unit, sehingga sampah-sampah yang sudah saya sortir, saya bawa langsung ke bank sampah induk. Sisanya berupa sampah organik akan diangkut oleh petugas sampah dari lingkungan.

Sedekah minyak jelantah Bank Sampah Induk (BSI) Rumah Harum

Bank Sampah Induk Rumah Harum Kota Depok (sumber : dok.pri/irerosana
Bank Sampah Induk Rumah Harum Kota Depok (sumber : dok.pri/irerosana

Sebuah pick up hitam keluar gerbang BSI Rumah Harum ketika saya memarkir motor di bawah pohon randu. Beberapa pekerja terlihat sibuk memilah milah sampah. Ada sekitar 3-4 orang yang berhasil saya temukan. Tumpukan sampah membuat saya kesulitan menjangkau pandang ke seluruh area.

"Sedekah minyak, Pak!" kata saya sembari mengangkat botol bekas air mineral berisi minyak jelantah yang saya bawa dari rumah.

Si pengelola kemudian meneriakkan sesuatu yang kurang jelas ke arah belakang. Sesaat kemudian seorang perempuan berbaju dan jilbab cokelat muncul dan berjalan mendekat.

"Mau sedekah minyak ya, Kak?" Tanya si perempuan.

Namanya Mentari, seorang pegawai administrasi di BSI Rumah Harum. Setelah menyerahkan kurang lebih 2,5 liter minyak jelantah kami pun mengobrol sedikit. Ia menjelaskan bahwa nantinya minyak-minyak tadi akan diambil perusahaan dan diolah menjadi biodisel.

Dok.pri/irerosana
Dok.pri/irerosana

BSI Rumah Harum Depok menjadi tempat yang saya kunjungi rutin setiap bulan selama 3 tahun terakhir. Di sinilah saya menamatkan minyak jelantah yang sudah saya kumpulkan setiap hari. Pilihannya ada 2, disedekahkan atau ditimbang. Kalau ditimbang maka per kg dihargai 7000 rupiah. Saya biasanya memilih untuk disedekahkan.

Hari itu saya memang hanya membawa minyak jelantah, tapi sebelum-sebelumnya saya juga membawa pakaian bekas tidak terpakai, sepatu, tas, botol plastik dan sesekali lampu yang sudah tidak bisa digunakan. Barang-barang itu saya kumpulkan sesuai kategori. Setelah jumlahnya cukup banyak, barulah saya serahkan ke BSI Rumah Harum Depok.

Di Depok ada 2 bank sampah induk, BSI Rumah Harum dan Bank Sampah Depok Hijau. Di kedua tempat itulah sampah yang sudah dikumpulkan unit bermuara. Mobil pick up yang berpapasan dengan saya tadi adalah sarana transportasi penjemputan menuju ke bank sampah unit. Di Depok sendiri tercatat ada kurang lebih 391 bank sampah unit yang tersebar di setiap kelurahan.

Pick up penjemputan ke bank sampah unit (dok.pri/irerosana)
Pick up penjemputan ke bank sampah unit (dok.pri/irerosana)

Sampah yang diterima oleh BSI Rumah Harum di antaranya sampah anorganik dan minyak jelantah.  Kategori sampah anorganik sangat bervariasi mulai dari kardus, gelas, tutup galon, ban luar mobil dan motor, tembaga, kawat spring bed, karpet, kulit kabel, karung, alumunium, majalah, baju sepatu hingga wajan dan panci. Tidak hanya dari warga, bank sampah induk ini juga menerima sampah dari perusahaan dan rumah sakit.

Pengolahannya sendiri bermacam-macam, contohnya untuk pakaian dan sepatu layak pakai akan diobral di pasar minggu pagi, untuk botol plastik akan diolah menjadi biji plastik, sementara minyak jelantah akan diolah menjadi biodisel. BS Rumah Harum sendiri berfungsi hanya sebagai pengepul, sementara proses lebih lanjut akan dilakukan oleh perusahaan yang membutuhkan.

Biodisel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari berbagai macam bahan organik atau alami seperti minyak kelapa sawit, kedelai, jarak pagar, atau bahan organik atau alami yang tersedia lainnya. (pertamina)

Bahan bakar biodisel dinilai lebih ramah lingkungan dibanding disel. Pemerintah sendiri sudah menggalakkan program BBM Biodisel jenis B35 sejak juni 2023. Jangka panjangnya pemerintah juga merencanakan untuk menaikkan menjadi B40 di tahun 2030 dan E50 (Bioetanol) di 2050.

Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Effendi Manurung dalam webinar bertajuk "Mengenal Potensi dan Dampak Minyak Jelantah" yang digelar Waste4change (2021) memaparkan bahwa minyak jelantah jika dikelola dengan baik dapat memenuhi 32% kebutuhan biodiesel nasional. Selain itu beliau juga menuturkan bahwa minyak jelantah memiliki peluang untuk dipasarkan baik ke dalam dan keluar negeri serta hemat biaya produksi 35 % dibandingkan dengan biodisesel dari CPO (crude palm oil) serta mengurangi 91,7% emisi CO2 dibanding solar.

Dengan ikut program sedekah minyak jelantah artinya kita sudah turut mendukung program pemerintah sekaligus membebaskan bumi dari limbah minyak jelantah.

Diperlukan komitmen serta kesadaran semua pihak khususnya masyarakat untuk membangun lingkungan yang sehat. Program memilah sampah memang membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengerjakannya namun dampak yang dihasilkan pun kita juga yang akan merasakannya.

Akhir kata, "jadilah solusi, bukan polusi". Seperti halnya filosofi hidup suku Mollo, anggaplah alam dan lingkungan seperti  tubuh kita sendiri. Merusak dan mencemari lingkungan sama halnya dengan merusak tubuh kita sendiri. Salam.

Referensi: 1 , 2 , 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun