Bahan bakar biodisel dinilai lebih ramah lingkungan dibanding disel. Pemerintah sendiri sudah menggalakkan program BBM Biodisel jenis B35 sejak juni 2023. Jangka panjangnya pemerintah juga merencanakan untuk menaikkan menjadi B40 di tahun 2030 dan E50 (Bioetanol) di 2050.
Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Effendi Manurung dalam webinar bertajuk "Mengenal Potensi dan Dampak Minyak Jelantah" yang digelar Waste4change (2021) memaparkan bahwa minyak jelantah jika dikelola dengan baik dapat memenuhi 32% kebutuhan biodiesel nasional. Selain itu beliau juga menuturkan bahwa minyak jelantah memiliki peluang untuk dipasarkan baik ke dalam dan keluar negeri serta hemat biaya produksi 35 % dibandingkan dengan biodisesel dari CPO (crude palm oil) serta mengurangi 91,7% emisi CO2 dibanding solar.
Dengan ikut program sedekah minyak jelantah artinya kita sudah turut mendukung program pemerintah sekaligus membebaskan bumi dari limbah minyak jelantah.
Diperlukan komitmen serta kesadaran semua pihak khususnya masyarakat untuk membangun lingkungan yang sehat. Program memilah sampah memang membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengerjakannya namun dampak yang dihasilkan pun kita juga yang akan merasakannya.
Akhir kata, "jadilah solusi, bukan polusi". Seperti halnya filosofi hidup suku Mollo, anggaplah alam dan lingkungan seperti  tubuh kita sendiri. Merusak dan mencemari lingkungan sama halnya dengan merusak tubuh kita sendiri. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H