Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berburu Soto Kuning Sembari Menelusuri Jalanan Surya Kencana Bogor, Bingung Kok Ada 2?

27 Januari 2024   14:30 Diperbarui: 28 Januari 2024   02:38 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lukisan perayaan Cap Go Meh pertama kali di Bogor di Galeri Bumi Parawira (sumber : dok.pri/irerosana)

Namanya Bu Efa dan Bu Iin, guru di salah satu SD swasta di kota Bogor. Saya berkenalan dengan mereka di perpustakaan saat mereka tengah survey untuk rencana kunjungan sekolah. Pertemuan itu membawa saya mengenal istilah Surya Kencana. Salah satu pusat kuliner yang cukup terkenal di kota Bogor.

Mereka menyebut beberapa nama makanan khas Bogor seperti soto kuning, doclang, laksa, asinan, pepes sagu pisang dan kawan-kawannya. Semua makanan itu katanya berkumpul di Surya Kencana.

Perkara memilih soto sebenarnya hanya soal selera. Saya penasaran apa bedanya dengan soto-soto yang lain? Sejauh ini saya sudah banyak mencicip aneka soto dari berbagai daerah seperti Surabaya, Solo, Kudus, Lamongan, Betawi, Padang serta Sokaraja. Kurang afdol rasanya kalau tidak melengkapi dengan menicip soto kuning khas Bogor ini.

Awalnya saya pikir jarak Surya Kencana dengan perpustakaan bogor tidak begitu jauh jadi saya memutuskan untuk berjalan kaki. Berjalan memungkinkan kita untuk menikmati keindahan suatu kota dengan sedikit lebih lambat jika dibanding naik ojek online. Sayangnya, baru sampai di bibir Surya Kencana, kaki saya sudah pegal bukan main. Ternyata jauh juga, haha.

Lawang Surya Kencana terletak 1,6 km dari stasiun Bogor dan hanya 30 meter ke arah selatan dari pintu utama Kebun Raya Bogor. Lawang artinya pintu, gerbang utama atau titik awal menuju jalan Surya Kencana.

Begitu melewati gerbang, di sebelah kiri saya berdiri bangunan cagar budaya vihara Hok Tek Bio atau juga dikenal dengan nama vihara Dhanagun dengan dominasi warna merahnya. Warna yang bagi etnis Tionghoa dianggap sebagai sebuah keberuntungan.

Vihara ini menjadi simbol pluralisme sekaligus saksi bisu diskriminasi yang pernah dialami etnis Tionghoa. Selama 32 tahun mereka dilarang merayakan hari raya imlek. Baru setelah kepemimpinan Aburrahman Wahid Vihara ini menjadi lokasi sekaligus saksi perayaan Cap Go Meh pertama di kota Bogor.

Ilustrasi lukisan perayaan Cap Go Meh pertama kali di Bogor di Galeri Bumi Parawira (sumber : dok.pri/irerosana)
Ilustrasi lukisan perayaan Cap Go Meh pertama kali di Bogor di Galeri Bumi Parawira (sumber : dok.pri/irerosana)

Lampion merah terpasang melintang di beberapa ruas jalan yang saya lalui seolah mengingatkan bahwa kawasan itu menolak jika disebut telah meninggalkan budaya Tionghoa.

suasana jalan Surya Kencana Bogor (sumber : dok.pri/irerosana)
suasana jalan Surya Kencana Bogor (sumber : dok.pri/irerosana)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun