***
Kesalahan apa yang dilakukan nenek moyang Enes di masa lalu hingga ia di serang kesedihan yang bertubi-tubi. Setahun sesudah ia divonis, orang tuanya pergi meninggalkannya satu per satu. Satu setengah tahun kemudian ia meminta Kama menceraikannya. Toh mereka juga sudah jarang berkomunikasi dengan baik selama setahun.
Enes merasa Kama pulang ke rumah dan menafkahinya hanya untuk menggugurkan kewajibannya sebagai suami. Di satu sisi ada rasa sakit tak tertahankan ketika harus melepaskan satu-satunya orang yang ia miliki itu, tapi di sisi lain ia ingin Kama bisa melanjutkan hidupnya dengan normal bersama perempuan yang subur.
Begitulah kesendirian Enes dimulai. Selama bertahun-tahun Enes tak bisa merasakan manisnya gula. Entah mengapa semua hal, semua makanan terasa pahit. Ia tak punya gairah untuk menikmati pula menginginkan sesuatu. Hidup baginya hanyalah menunggu kematian.
Namun rupanya hidup tak seburuk yang ia kira. Di tahun-tahun kelima, ia sudah mulai terbiasa hidup dengan rasa sakit itu. Benar kata orang bahwa waktu itu penyembuh yang paling ampuh. Ia tidur, makan, berak, ngopi dengan teman lama dan sesekali bercinta dengan orang asing bersama rasa sakit yang bersembunyi malu-malu di balik katup jantungnya.
Di tahun ke sepuluh, Enes sudah mulai bercengkerama dengan rasa sakitnya. Seolah rasa sakit adalah satu-satunya yang Enes miliki di dunia ini. Enes juga tak keberatan hidup berdampingan dengan mereka. Bahkan ini ia sudah berani menginginkan sesuatu untuk hidupnya. Ia ingin hidup lebih lama lagi.
***
Setiap tanggal 22 desember Enes akan memilih mematikan ponselnya, rebahan di rumah sembari menikmati alunan piano Beethoven- pathetique Sonata dari turntable bekas yang ia dapat dari seorang kawan lamanya.
Hari itu beranda sosial medianya akan hilir mudik ucapan selamat hari ibu. Entah temannya yang mengucapkan ke ibunya, atau anaknya yang mengucapkan ke temannya dan diposting ulang oleh si teman. Seluruh instansi, media mainstream dan selebriti yang ia ikuti pun tak mau kalah untuk ikut merayakan.
Enes tak merasa berhak menghentikan itu semua karena itu adalah hari ibu. Artinya itu bukan hari miliknya dan ia tidak masuk hitungan. Hari ibu baginya seperti hari perayaan yang lain, Natal, Idul Fitri, Nyepi dan kawan-kawannya. Hanya mereka yang masuk hitungan yang bisa merayakannya. Kita bisa mengucapkan selamat untuk orang lain tapi tak akan mendapat ucapan dari orang lain.
Anggap saja aku orang Islam yang sedang berada di perayaan Natal, pikirnya.