Bagi pendatang seperti saya, Jakarta itu seperti labirin. Tata kotanya padat dan jalanannya rumit. Banyak jalan satu arah dan ribuan gang sempit yang menurut saya berputar-putar tanpa jalan ke luar.
Pandai berkendara di kampung halaman belum tentu bisa menaklukkan jalanan di ibu kota. Itulah alasan mengapa saya bisa dengan mudahnya berkawan akrab dengan transportasi massal commuterline sejak pindah ke Jakarta tahun 2015 lalu.
Sebagai pendatang baru saya cukup canggung untuk beradaptasi. Saya buta tempat dan arah, bingung serta takut setiap kali harus pergi ke suatu tempat. Di saat itulah commuterline datang sebagai kawan baik yang selalu siap mengantar saya untuk mengenal lebih jauh kota Jakarta dan sekitarnya.
Rute pertama yang saya tempuh dulu adalah Bogor - Tanah Abang. Itulah pertama kalinya saya menginjakan kaki ke tempat yang dikenal sebagai pusat fashion terbesar di Asia Tenggara. Setelahnya, saya lumayan sering menempuh rute ini pasca memutuskan untuk berjualan baju secara daring.
Commuterline juga mengantarkan saya lebih dekat dengan hobi-hobi saya seperti membaca, menulis dan bersepeda. Berbagai acara literasi seperti Big Bad Wolf (BBW) di Tangerang, Indonesia International Book Fair (IIBF) di JCC serta launching buku di perpustakaan Nasional juga berhasil saya kunjungi dengan menggunakan commuterline. Sementara di saat weekend, saya biasanya naik commuterline dengan membawa sepeda lipat untuk mencari rute baru di daerah lain.
Berbagai kegiatan bersama kawan dan keluarga seperti arisan, reuni dan hajatan juga berhasil terselamatkan. Sepertinya hampir seluruh rute pernah saya lewati bahkan, rute Serang yang tadinya terpikir tidak akan pernah saya tempuh pun akhirnya saya taklukkan. Ceritanya, akhir tahun lalu saya harus menghadiri pernikahan saudara di Serang, Banten. Beruntungnya saya bisa ke sana dengan commuterline tepat waktu meski sedikit tricky karena harus transit beberapa kali.
Sudah banyak tempat dan acara berlalu dengan lancar selama saya tinggal di Ibu Kota. Semua itu tak terlepas dari peran commuterline yang mampu menghubungkan 93 titik stasiun di Jakarta dan sekitarnya.
Lama-lama saya cinta dengan Jakarta bukan karena riuh megahnya tapi karena kemudahan transportasinya. Saya merasa nyaman dan aman, bisa pergi kemanapun dengan biaya yang amat sangat terjangkau.
Tahun 2019 lalu adik saya datang ke Jakarta dengan kereta. Saya menyuruhnya untuk turun di stasiun Jatinegara lalu lanjut naik commuterline. Ia sangat excited karena itu akan menjadi pengalaman pertamanya ke Jakarta dan pertama kalinya juga naik commuterline.
"Nanti kalau bingung tinggal tanya petugas aja, ya!" kata saya. Ia pun mengiyakan meski katanya sempat beberapa kali gagal tap in hingga perlu bantuan petugas. Maklumlah ya, namanya juga baru pertama kali! Hehe.
Beberapa kawan yang akan interview kerja di Jakarta juga sering menelpon untuk menanyakan transportasi apa yang sebaiknya mereka gunakan. Saya dengan senang hati akan menganjurkan mereka untuk naik commuterline.
Kereta ini datang tiap 5 menit dan bisa dipantau melalui aplikasi KAI access. Dengan begitu mereka tidak perlu khawatir akan macet dan bisa datang interview tepat waktu.
Berkunjung ke suatu kota yang asing bagi sebagian orang memang meresahkan. Tak terkecuali di mata kawan-kawan saya. Bagi mereka Jakarta dianggap sebagai kota yang cukup menyeramkan. Dalam kondisi tersebut akan lebih baik jika mereka memilih transportasi massal yang aman, tepat waktu dan tidak membuat mereka merasa sendirian.
Jika bingung, ada banyak petugas KAI Commuter di setiap stasiun yang tidak hanya bisa mengarahkan tapi juga memberikan saran terbaik. Contoh, saya pernah hendak pergi stasiun Kemayoran dan transit di stasiun Manggarai. Petugas KAI Commuter di sana menyampaikan 2 opsi pilihan namun lebih menyarankan untuk mengambil jalur paling cepat dan terpendek.
KAI Commuter juga sudah banyak melakukan perubahan baik dari segi ticketing maupun sarana prasarana. Jika dulu orang harus mengantri untuk membeli dan mengembalikan tiket, kini jauh lebih praktis dengan adanya kartu multi trip. Banyak stasiun juga sudah direnovasi menjadi lebih bagus dan teratur.
Transportasi masal jenis ini juga ramah untuk lansia, ibu hamil, perempuan serta balita. Terbukti dengan adanya pemisahan antara gerbong khusus wanita dengan gerbong umum. Di setiap gerbong dilengkapi dengan tempat duduk prioritas khusus untuk penyandang disabilitas, ibu hamil, lansia serta ibu dengan balita.
Di jalanan stasiun juga sudah dilengkapi dengan guiding block yang memudahkan para tunanetra untuk berjalan. Selain itu ada juga toilet dan mushola untuk memudahkan para muslim untuk beribadah tepat waktu.
Tidak lengkap rasanya menjadi masyarakat urban kalau belum mencoba transportasi massal seperti commuterline.Â
Bagi saya pribadi, naik commuterline itu keren. Saya merasa seperti Maudy Ayunda dalam video klip "Jakarta Ramai". Salah satu lagu sekaligus video musik favorit karena liriknya yang seolah menggambarkan kondisi yang saya alami.
Bagi mereka yang lahir dan tumbuh di Jakarta mungkin menganggap commuterline itu biasa saja, tapi bagi pendatang seperti saya bisa naik commuterline itu keren. Rasanya seperti sedang menjalani adegan di drama-drama Korea!
Di luar persoalan murah, aman dan nyaman, disadari atau tidak, mereka para pengguna commuterline adalah pejuang polusi udara. Di tengah maraknya berita mengenai parahnya kondisi udara di Jakarta, memilih commuterline adalah salah satu hal kecil yang bisa kita lakukan untuk menjaga lingkungan agar lebih baik. Harapannya, tak hanya labirin Jakarta saja yang bisa kita taklukkan tapi juga polusi yang semakin hari semakin tak karuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H