Ketika kita sudah berhasil memaafkan, secara perlahan-lahan ternyata tanpa disadari kita menjadi orang yang lebih bijak dalam melihat suatu permasalahan. Seperti halnya saya mulai berpikir bahwa mungkin itu cara Tuhan menyelamatkan kami dari malapetaka yang lebih besar.
Saya juga belajar bersyukur, meskipun saya rugi secara materi karena di tipu tapi alhamdulillahnya bukan saya yang merugikan orang lain. Ini sama halnya ketika orang kecopetan atau kemalingan, memang sekilas terlihat kita yang rugi karena banyak kehilangan namun sebetulnya justru orang yang mengambil paksa milik orang lainlah yang rugi dunia akhirat.
Misalnya saja rumah Pak Tono kemalingan, semua warga pasti akan mulai bersimpati dan berfokus pada kerugian yang diderita Pak Tono, sementara tak seorang pun kasihan pada si maling yang jelas-jelas rugi karena berdosa dan dijauhkan dari pintu surga.
Tidak ada ceritanya seseorang rugi karena kehilangan, yang ada adalah orang yang rugi karena merugikan orang lain. Bukankah kita hidup untuk mengumpulkan pahala dan bukan malah mencelakakan orang lain dan mengumpulkan dosa?
Saya belajar mengubah cara pandang (persepsi) dari proses memaafkan. Iya tentunya belum sempurna, belum selevel tokoh-tokoh ternama, namun rasa sakit telah memberikan banyak pembelajaran. Saya tidak mau rugi, sudah sakit tapi tidak mendapat apa-apa. Setidaknya saya harus dapat pembelajaran dan perubahan yang baik untuk diri sendiri.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H