Bukan sekadar nama, sebuah brand atau merek merupakan aset penting bagi sebuah perusahaan.  Hermawan Kartajaya, salah seorang pakar pemasaran mendefinisikan merek sebagai nilai indikator yang ditawarkan kepada pelanggan dan atau aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitasnya.
Selain mengandung value, merek juga berfungsi sebagai identitas terhadap perusahaan serta produk yang dijualnya. Sebuah perusahaan biasanya berupaya untuk melindungi dengan mendaftarkan merek yang mereka miliki ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Fungsinya antara lain sebagai alat bukti sah bagi si pemilik serta mencegah sengketa merek yang bisa terjadi di kemudian hari.
Salah satu contoh kasus yang baru-baru ini terjadi adalah kasus gugatan Shandy Purnamasari selaku pemilik merek MS Glow milik PT Kosmetika Global Indonesia (PKGI) dan PT Kosmetika Cantik Indonesia (PKCI) terhadap PS Glow milik PT Pstore Glow Bersinar Indonesia (PGBI) milik Putra Siregar.
Shandy Purnamasari pertama kali melayangkan gugatan terhadap PS Glow karena dinilai telah membonceng, meniru, dan menjiplak ketenaran dari MS Glow. MS Glow sendiri sudah terdaftar di Ditjen Haki sejak 2016 sementara PS Glow baru didaftarkan pada 24 januari 2022 lalu.
Isi gugatannya antara lain pertama, menyatakan dirinya sebagai pemilik satu-satunya, pendaftar, dan pengguna pertama (first to use) merek "MS GLOW", "MS GLOW FOR MEN". Kedua, menyatakan bahwa pendaftaran merek-merek PS GLOW dan PS GlOW FOR MEN tidak dilandasi dengan itikad baik.
Hasilnya, angin segar datang ke pihak Shandy Purnamasari karena Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Sumatera Utara telah menerima dan mengabulkan seluruh gugatannya.
Adapun pertimbangan Majelis Hakim yang terdiri dari Immanuel SH MH selaku ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dan Dr Ulina Marbun SH MH serta Dahlia Panjaitan SH selaku hakim anggota adalah pendaftaran merek -- merek terdaftar atas nama Putra Siregar memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik penggugat.
Merek sendiri oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM didefinisikan sebagai sebuah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa logo, nama, kata, huruf, angka, susunan, warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan atau 3 dimensi, suara hologram atau kombinasi dari 2 ( atau) lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa.
Dalam website resminya DJKI juga mengungkapkan beberapa alasan permohonan merek yang ditolak salah satu poinnya antara lain "Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis."
Dalam putusannya, majelis hakim juga meminta kepada Direktur Merek dan Indikasi Geografis pada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencoret nama-nama terdaftar atas nama Putra Siregar dari daftar merek serta menghentikan semua kegiatan produksi, peredaran, atau perdagangan produk-produk kosmetik.
Dari kasus yang terjadi, kita bisa belajar bahwa dalam berbisnis selain profit, etika juga sangat diperlukan.Â
Menurut Sumarni dan Suprihanto dalam bukunya yang berjudul Pengantar Bisnis menjelaskan bahwa etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis).
Penerapan etika bisnis dapat pula membentuk iklim usaha yang sehat dan kondusif yang secara tidak langsung berdampak pada peningkatan dan perkembangan ekonomi baik secara mikro maupun makro.
Meski bersifat abstrak, tapi masyarakat modern sudah mulai aware mengenai pentingnya penerapan etika dalam berbisnis. Banyak orang sadar dan percaya bahwa bisnis yang dibangun dengan cara yang sehat akan berdampak pada kelangsungan hidup dari usaha itu sendiri.
Selain itu bagi mereka yang baru akan dan sudah memulai bisnis, melakukan berbagai upaya serta tindakan untuk melindungi kekayaan intelektual yang dimiliki juga sangat diperlukan. Kekayaan intelektual itu sendiri mencakup merek dagang (trademark), hak paten (patent)Â dan hak cipta (copyright).
Contohnya dalam hal merek dagang, kita bisa lebih dahulu melakukan pengecekan untuk menghindari kesamaan nama melalui website https://pdki-indonesia.dgip.go.id baru kemudian mendaftarkannya.
Banyak pengusaha menyepelekan merek dagang dan mengalami kesulitan di kemudian hari. Salah satu kasus yang mungkin terjadi adalah ketika seorang pengusaha menunda mendaftarkan mereknya karena merasa masih terlalu dini, tapi beberapa tahun kemudian ketika brand-nya sudah semakin besar, ada brand lain dengan nama serupa yang sudah lebih dulu mendaftarkan diri.
Tindakan Shandy Purnamasari untuk mendaftarkan brand MS GLOW sedini mungkin adalah tepat. MS GLOW sendiri dibangun tahun 2013 dan diluncurkan pada tahun 2014 bersama salah seorang kawannya yang bernama Maharani Kemala. MS Glow merupakan singkatan dari moto brand "Magic for Skin". Nama MS sendiri diambil dari nama depan kedua founder-nya yaitu Maharani dan Shandy.
Semoga dengan adanya kasus yang terjadi bisa memberikan pembelajaran bagi para pelaku bisnis khususnya para pemain pemula untuk lebih berhati-hati serta menjunjung nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan. Salam. (irerosana)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H