Tepat hari ini tetangga saya memanggil,
"Mbak mau ikutan bikin nastar, nggak?"
Sudah tradisi di daerah tempat tinggal saya setiap mendekati lebaran, semua orang membuat nastar, ada yang mandiri ada yang kolektif.
"Enggak, saya sudah pesen di Bu anu..." bales saya.
Saya bukan penggemar nastar garis keras tapi tidak memungkiri terus membelinya setiap tahun, entah untuk keluarga, sanak saudara atau sekadar dipanjang sendiri di meja tamu.
Dibanding dengan nastar sebenarnya saya lebih pro dengan kastengel. Jadi setiap kali timbul pro kontra antara pendukung nastar garis keras dan kastengel garis keras, saya akan mendukung kastengel.
Go go go kastengel go go go!
Kastengel bercitra rasa unik, paduan antara gurihnya keju dan renyahnya margarin. Memang setiap lebaran saya tidak bisa pro dengan yang manis-manis, mungkin itu karena selama 30 hari sebelumnya saya selalu berbuka dengan yang manis. Bosan rasanya. Makanya aneka kue asin dan keripik-keripik gurih menjadi pilihan utama untuk memanjakan lidah.
Tapi tidak dipungkiri para pendukung nastar garis keras di luar sana memang masif jumlahnya. Terbukti ketika masih di kampung saya berjualan nastar selalu saja laris manis. Dari semua kue, permintaan nastar memang paling tinggi, disusul oleh kastengel, kue kacang dan putri salju.
Nastar paling banyak diminati adalah nastar bulat dengan isi selai nanas, sementara posisi kedua adalah nastar kembang dengan selai di tengahnya. Apapun bentuk nastar,nyatanya masih menjadi ratu dari tahun ke tahun sementara kastengel sendiri seperti maha patih yang mengekor ke mana pun nastar pergi.
Selera orang berbeda-beda, ada yang memang tidak suka rasa manis dan ada juga yang suka sehingga pilihan apakah penganut nastar garis keras ataukah kastengel menjadi hak pribadi masing-masing orang, tapi soal jualan, rasanya semua sepakat bahwa nastar lebih banyak mendatangkan banyak keuntungan.
Harga nastar sendiri masih unda-undi dibanding kastengel meski di tempat saya harga kastengel sedikit lebih tinggi. Di daerah Cimanggis harga nastar mencapai 55000 rupiah per toples, sedikit lebih mahal ketimbang harga di kampung halaman saya yang masih berada di nominal 37000 -- 45000 ribu rupiah per toples. Sementara kastengel 5000 rupiah lebih tinggi dari nastar.
Perdebatan siapa yang lebih enak antara nastar dan kastengel memang tak akan pernah berakhir, padahal ada beberapa kue lagi yang tak kalah enak namun kalah pamor. Kue kacang misalnya, hasil paduan antara tepung terigu, susu dan kacang tanah dengan taburan wijen ini cukup mengundang selera baik mereka yang menggemari kue manis maupun yang tidak.
Manisnya kue kacang tidak membuat eneg alias pas, terlebih rasa manisnya dinetralisir oleh rasa kacang yang sudah ditumbuk halus. Rasanya kuat untuk memakannya dalam jumlah banyak. Kue kacang juga adalah salah satu penghuni setia di meja tamu saya samban tahun.
Sebelum masuk ke kerajaan keripik ada satu kue lagi yang rutin mangkir di meja saya samban lebaran. The best of the best, rasa manisnya tak berlebihan, teksturnya lembut tak bertulang. Sekali masuk masuk langsung remuk di mulut, rasanya sempurna, bikin hati dan perut adem. Apalagi kalau bukan eggroll. Saking sukanya dengan eggroll saya kerap menculik dan menyimpannya sendiri di dalam kamar agar tak ada seorang pun yang berani menyentuhnya. Hahahaha...
Lebaran tanpa keripik ibarat ambulan tanpa wiuw wiuw, ehem. Tak lengkap rasanya bila tak mengundang rakyat kerajaan keripik untuk turut memeriahkan hari raya.
Dari semua jenis keripik saya selalu memenangkan keripik emping sebagai perwakilan tetap utama samban tahun. Bisa di bilang keripik emping  adalah rajanya bangsa keripik.
Dulu saya masih kuat menghabiskan keripik emping seorang diri hingga bertoples-toples tapi sekarang mengingat kondisi tubuh yang sudah tak seperti dulu, cukuplah makan beberapa gigitan saja sebagai tombo pengen.
Untuk teman si emping, saya biasanya menyediakan juga keripik slondok. Meski terlihat hamburan beberapa biji cabai, namun keripik ini sama sekali tidak pedas. Rasanya sulit digambarkan, gurih, renyah kriuk, enak aja pokoknya! Â
Kabarnya keripik yang berbahan dasar singkong ini adalah camilan khas kota Magelang. Oalaa..pantes di kampung saya dulu banyak sekali yang memakai keripik ini sebagai suguhan lebaran. Rupanya asalnya tak jauh-jauh dari kampung saya Ungaran.
Satu lagi keripik yang selalu hadir sebagai teman lebaran keluarga kami adalah peyek kacang hijau. Kalau di daerah saya disebutnya tumpi. Kami biasanya membuatnya sendiri beberapa hari menjelang lebaran.
Bahan dasarnya antara lain kacang hijau, terigu, tepung beras serta santan. Agar kacang hijaunya empuk, lebih baik direndam dulu selama 5-6 jam. Seluruh adonan dicampur dan ditambahkan bumbu seperti kemiri, kencur, ketumbar serta garam. Agar ada bau-bau wanginya, biasanya kami menambahkan irisan tipis daun jeruk pada adonan. Â Tinggal di goreng deh!
Itulah barisan camilan di meja ruang tamu kami ketika lebaran. Ada nastar dan kawan-kawannya hingga ke kerajaan keripik. Tinggal pilih selera lidah masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H