Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bukan Iklan Ramadan Namanya Kalau Nggak Bikin Baper

6 Mei 2020   21:44 Diperbarui: 6 Mei 2020   21:47 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu yang menarik perhatian saya ketika ramadan adalah banjiran iklan ramadan di TV. Sedari kecil iklan ramadan sudah menjadi hiburan tersendiri. Karakter iklan ramadan rata-rata sarat akan makna, nilai dan seringkali membuat hati trenyuh bahkan menangis, lebih-lebih yang bercerita mengenai keluarga dan orang tua.

Jika saya perhatikan, iklan ramadan era 90 lebih menitik beratkan pada pesan moral yang ingin disampaikan. Iklan Djarum tahun 2004 misalnya, bercerita mengenai seorang pemuda yang kesabarannya tengah diuji karena mengalami banyak cobaan dalam perjalanan pulang ke rumah. Mulai dari tersiram air jalan dari mobil mewah yang melintas, lalu berbuka dengan kurma seadanya dan ketika sisa kurma ia tinggal di atas motor untuk salat maghrib, ee malah diembat juga sama si empunya mobil mewah.

Setelah menampilkan permasalahan selanjutnya  pesan moral akan muncul. Dalam kasus iklan Djarum 2004 di gambarkan si pemuda bertemu kembali dengan si pemilik mobil mewah pada salat id dan duduk bersebelahan. Si pemilik mobil mewah rupanya tak membawa sajadah. Pada titik inilah hati kita juga ikut teraduk diaduk-aduk antara kesal dengan kelakuan di pemilik mobil mewah dan membiarkannya sujud tanpa sajadah ataukah memaafkan dengan membagi sajadah bersama.

Dalam kehidupan nyata kita sering mengalami musibah dan cenderung merasa kesal dan marah. Kita lupa bahwa makna dari ramadan sendiri adalah menahan diri agar memperoleh kemenangan di hari yang fitri. Kemenangan telah menakhlukkan diri sendiri dari nafsu amarah.

Bersyukur si pemuda memilih untuk mendapat kemenangan dan memaafkan segala yang telah terjadi. Pesan itu pulalah yang ingin disampaikan kepada kita. Jangan sampai rasa amarah dan benci menjauhkan kita dari kemenangan Idul Fitri.

Plot-plot iklan ramadan era 90 rata-rata seperti itu. Hal-hal kecil, sepele, sederhana yang sering kali dilupakan. 

Lalu bagaimana dengan iklan sekarang?

Saya ingin mengajak kompasioner untuk mengenal keluarga Aryo. Tentu saja keluarga ini fiksi semata. Iklan di era ini semakin maju, baik dari segi ide, eksekusi, editing dan tampilannya. Salah satu contohnya adalah iklan "Perjuangan Puasa Pertama Aryo dengan Ayah" dari Tokopedia.

Ceritanya, si Aryo akan menjalani puasa pertamanya. Ide yang sangat sederhana, bukan? Puasa pertama anak bagi orang tua tentulah istimewa. Ini adalah pijakan di mana si anak akan satu langkah lebih maju, menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Nah, yang heboh biasanya justru orang tuanya. Sama halnya dengan ayah dan ibu Aryo.

Ibu Aryo paling khawatir karena ia tak bisa menemani dan menunggui hari puasa pertama anaknya karena urusan pekerjaan. Ayah Aryo tentu maju untuk pasang badan dan meyakinkan ibu bahwa semua akan baik-baik saja. Bahkan si ayah sudah menyusun strategi menjaga puasa Aryo dari pagi hingga waktu berbuka dan bahkan memetakan strategi tersebut kedalam denah peta strategi untuk siap dieksekusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun