Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bawang Merah Jual Mahal, Gula Pasir Ngajak Main Petak Umpet

29 April 2020   21:45 Diperbarui: 29 April 2020   21:55 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pri/Ire Rosana Ullail

Meski di dalam dongeng bawang merah dibenci banyak orang, tapi di dalam memasak ia menjadi salah satu bumbu dasar utama. Hampir seluruh menu utama menggunakan si merah ini. Ketika si merah tiba-tiba jual mahal kacaulah komposisi masakan di rumah. Yang biasanya menggunakan formasi 4 banding 2 atau 5 banding 3 (artinya 4 bawang merah dan 2 bawang putih, 5 bawang merah dan 3 bawang putih) beralih menjadi formasi berimbang atau formasi menurun seperti 3 bawang putih 2 bawang merah.

Kenaikan bawang merah di daerah Cimanggis Depok sudah terendus semenjak kasus Covid 19 mulai merangkak naik dan di banyak tempat dikabarkan terjadi panic buying. Semakin ke sini, rupanya harga tak kunjung turun bahkan sampai ketika memasuki bulan suci ramadan.

Sadar kondisi, banyak ibu-ibu grup whatsap di tempat saya justru memanfaatkan momen ini untuk saling bersaing menjadi penjual bawang merah dadakan. Aneka penawaran mulai muncul silih berganti dalam percakapan grup. Ada yang bilang bawang merah miliknya didatangkan langsung dari Brebes, ada yang dari Demak, dan ada juga yang dari Thailand.

Saya yang awam soal kerajaan bawang hanya bisa scrolling, memantau sembari sesekali memesan. Saya baru tahu rupanya bawang itu beraneka macam asalnya dan katanya yang paling terkenal adalah yang dari Brebes.

"Ini mah Bawang Thailand Mbak, beda sama yang saya jual asli dari Brebes. Kalau bawang merah Thailand kurang sedap di masak, enakan yang dari Brebes, pantes aja dijual sedikit murah, kalau Brebes nggak dapet harga segitu. " Kata salah satu tetangga yang jualan bawang merah (yang katanya )dari Brebes.

Haduh, saya sungguh tak paham soal asal muasal bawang merah. Sejauh saya memasak, saya tak pernah tahu ini bawang asalnya dari mana. Lagipula bagi saya rasanya kok sama saja. Mungkin memang lidah saya yang kurang jeli kali, ya?!

Tidak hanya ibu-ibu, Bapak-bapak yang terkena imbas PSBB juga mulai berjualan keliling menjual  bawang merah dengan harga Rp. 10.000 per plastik (tentu jika ditimbang tidak sampai 1/4kg). Meski sudah pesan dari grup whatsapp ibu-ibu, tapi tak tega rasanya kalau tak membeli bawang merah si Bapak, walhasil ketika semua pesanan berkumpul jadilah saya panen bawang merah.

Meski punya banyak stok tapi saya tetap berhati- hati ketika menggunakannya. Saya sudah mulai menggunakan format formasi berimbang 2 banding 2. Kali ini bawang putih saya gunakan untuk mensubtitusi bahkan sering mengganti peran bawang merah.

Seperti misalnya ketika memasak soto, taburan bawang merah goreng mulai saya ganti dengan bawang putih goreng. Memasak bayam pun begitu, kalau biasanya saya memakai keduanya kali ini saya memakai bawang putih saja. Bukan kenapa-kenapa, saya hanya takut di kedepannya bawang merah tidak hanya mahal tapi juga mulai langka.

Kenaikan harga bawang merah memang sangat terasa. Jika harga normal sekitar 28 sampai 30 ribu per kilo kini naik menjadi 50 -- 60 ribu per kilo. Kita bisa mendapat harga 50 ribu per kilo kalau bersedia beli ke pasar Cisalak sementara kalau beli ke warung dekat rumah, rata-rata sudah dijual dengan harga 60 ribu per kilo.  Beruntung harga bawang putih masih stabil sampai dengan sekarang sehingga beban biaya bumbu dapur tidak semakin besar.

Sama halnya dengan bawang merah yang harganya naik hampir 100%, gula pasir justru mengajak masyarakat main petak umpet. Bagaimana tidak, ketika dicari di minimarket selalu saja kosong. Harga gula pasir di minimarket memang masih stabil diangka Rp. 12.500,- sementara harga di warung mencapai Rp. 20.000 per kg. Mungkin itu pulalah yang menyebabkan masyarakat membidik stok gula di minimarket.

Sialnya, saya selalu saja tak kebagian sehingga mau tak mau harus membeli gula tanpa kemasan di warung terdekat. Itupun tak selalu mujur, karena lebih sering kosong. Seringkali saya harus pre order terlebih dahulu dan baru dapat satu sampai 2 hari setelahnya. Di masa pandemi, para pemilik warung ternyata tidak bisa belanja stok setiap saat seperti sebelum-sebelumnya. Mereka menunggu hingga bahan-bahan lain kosong terlebih dahulu untuk meminimalisir kegiatan ke luar rumah.

Saya salah seorang gemar memasukkan gula pasir di setiap masakan, bahkan untuk sayur sop dan  bayam. Saya juga adalah penggemar es teh manis garis keras. Satu gelas teh saya biasa pakai 2 sendok makan gula pasir. Karena sudah kebiasaan  maka ketika sehari saja tak mengkonsumsi gula, lidah terasa pahit dan tubuh terasa lemas.

Terlebih ketika puasa, banyak aneka menu yang dibuat dengan menggunakan gula. Contohnya saja teh anget, puding dan aneka kue-kue manis ramadan lainnya. Solusinya ya diganti dengan gula merah atau gula aren atau kami lebih sering menyebutnya gula jawa. Dalam kondisi benar-benar habis, gula merah bisa dimaksimalkan untuk mengganti gula pasir.

Tapi alih-alih mengganti saya cenderung mengurangi pemaikan gula pasir. Berbuka dengan air putih biasa, tidak memakai gula di dalam masakan utama dan tidak membuat kue-kue dengan bahan gula pasir.

Meski gula pasir dan bawang merah sedang naik harga namun kita patut bersyukur karena harga bahan-bahan makanan yang lain cenderung stabil. Hari ini saya membeli satu ekor ayam seharga Rp. 27.000,- telur 1 kg seharga Rp. 20.000,- serta beberapa sayur-sayuran seperti daun singkong, bayam, kangkung yang dihargai Rp.3000,- per ikat. Yang patut disyukuri lagi adalah harga cabai juga stabil, tentu masyarakat Indonesia tak bisa membayangkan jika bahan yang satu juga ikut meroket. Pupuslah aneka sambal-sambal ramadan kali ini.

Sekian laporan harga hari ini & selamat menjalankan ibadah puasa semuanya :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun