"Maaf ya Pak, Buk, tahun ini sepertinya belum bisa berkumpul bersama." Kata saya dari ujung telefon.
"Ora popo, mengko tak aku sek mrono,"Â Tidak apa-apa, biar nanti kami yang ke sana, kata Ibu santai.
Haduh. Jangan Buk, Pak, kami tak bisa pulang karena pandemi jadi Bapak Ibu tak seharusnya juga kemari. Ada-ada saja ibu ini.
Memang di daerah Ibu saya orang menghadapi pandemi dengan santai. Ibu saya belum paham kalau di Jakarta kondisi sudah parah, tidak seperti di kampung yang masih pada riwa riwi. Beruntunglah setelah saya jelaskan puaanjang lebar akhirnya Ibu bisa mengerti.
Saya bilang, kami tidak pulang demi keamanan bersama, agar orang di kampung sehat dan kami pun begitu. Tak lupa saya sisipkan pesan untuk selalu mencuci tangan dan menghindari kerumunan.
"Seorang bapak tidak pernah menagih,
hanya menanti dengan sangat kecewa."
Pak Tri
Salah satu hal yang menggembirakan orang tua adalah menunggu anak-anaknya mengetuk pintu rumah. Pulang. Terlebih bagi mereka yang putra putrinya pergi merantau, entah karena menimba ilmu, bekerja, atau berumah tangga. Lebaran adalah momen terindah yang selalu dinantikan orang tua, karena bisa dipastikan semua anaknya pulang untuk berkumpul bersama.
Ibu selalu berantusias ketika mendengar saya akan pulang. Ia akan mengeluarkan dan merelakan tabungan hajinya untuk membeli bahan makanan kesukaan saya.Â
Ia akan bersih-bersih rumah, menata seprei di kamar lama saya dengan penuh antusias. Tak lupa, layaknya ibu-ibu yang lain ia akan dengan riang berkata ke tetangga-tetangga bahwa anaknya sebentar lagi pulang.
"Maaf Bu, Pak, tapi lebaran tahun ini anakmu tak bisa pulang ke rumah."
Di masa tua, tak ada lagi hal yang diinginkan orang tua kecuali berkumpul dengan anak-anaknya. Kalaupun si anak tak bisa pulang, orang tua akan berkata, "tidak apa-apa Nak,"Â meski dalam hati mereka menangis, betapa usia telah merenggut hal-hal kecil yang dulu mereka miliki.