Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kabar Baik bagi Mereka yang Rumahnya Mungil

17 April 2020   00:35 Diperbarui: 19 April 2020   14:32 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dok. pribadi/ Ire rosana Ullail

Bertahun-tahun kami menghabiskan waktu dan pikiran untuk mengufuri nikmat dengan merasa bahwa rumah kami kecil sekali. Beberapa rekan yang pernah kami kunjungi memiliki rumah yang lebih baik secara ukuran dan letak.

Rasanya teman-teman seangkatan rumahnya kok besar-besar semua, ya? Selain besar, letaknya rata-rata di perumahan mewah dengan harga yang bisa membuat kantong tak hanya kering tapi juga kebakaran.

Begitulah harga property di Jakarta. Tak terhingga, tak terkira. Banyak dari mereka yang kerja di Jakarta akhirnya mengalah dan memilih membeli rumah di daerah pinggiran seperti Depok, Bekasi, dan Tangerang karena ya itu tadi, harga property di Jakarta sudah diluar akal dan nalar.

Kalau dipikir-pikir sebenarnya kami harusnya bersyukur, meski tak besar dan letaknya tidak di perumahan mewah tapi setidaknya kami tak harus membayar sewa bulanan. 

Tapi bukan manusia namanya kalau tidak merasa kurang. Rumah besar dan mewah yang berseliweran di timeline instagram selalu terlihat menggiurkan, apalagi bonus taman dan parkiran.

"Duh Gusti kapan kami punya yang seperti itu? Kalau rumah kami besar maka barang-barang tidak akan bertumpuk dan cukup untuk berkumpul keluarga besar."

Begitulah pikiran kalau scrolling-nya kurang jauh, yang dilihat hanya nasib teman-teman sekitar tanpa tahu pergerakan dunia sudah sampai mana.

Beberapa waktu terakhir ini, tepatnya ketika pemerintah menganjurkan untuk WFH, kami (saya dan suami ) lebih sering browsing dan streaming bersama. Kami asyik memantau channel youtube Living Big in a Tiny House yang digawangi oleh Bryce Langston.

Channel tersebut mengulik dan menampilkan mereka yang memiliki gaya hidup unik dengan  memilih rumah atau apartemen mungil alias kecil. Hampir seluruh video yang ditampilkan sangat menarik  perhatian saya. Entah karena karakternya, penataannya, bahannya, letaknya maupun desainnya.

Tengoklah salah satu video yang berjudul "Family of 5's Modern Tiny House Packed With Clever Design Ideas," di mana Francois dan Sarah Lee hidup bersama 3 anaknya di rumah mungil berukuran 21m persegi.  

Ada juga "Mother and Daughter's Wild Tiny House Adventure" yang menampilkan hunian milik Sarina dan Madisyn dengan gaya unik, lucu dan unyu.  

Di luar negeri, tren rumah mungil lebih banyak dianggap sebagai gaya hidup. Hal ini memang sedikit berbeda dengan konsep rumah mungil di Indonesia khususnya di kota-kota besar yang rata-rata adalah karena keterpaksaan.

Akan tetapi, di negeri ini rumah besar masih menjadi standar target hidup seseorang. Kelas seseorang masih diukur dari besarnya rumah, banyaknya mobil dan tetek bengeknya.

Sebagai contoh di Ibu Kota sendiri rumah besar bisa menjadi sebuah prestise dan bahkan menunjukkan kelas sosial seseorang. Dari sanalah banyak orang yang memiliki rumah mungil merasa minder dan kurang.

Masalahnya lagi adalah, banyak dari mereka yang minder merasa rumah mereka tidak sempurna. Padahal sesuatu yang sudah dianggap tidak sempurna akan menyembunyikan sisi baik yang sebenarnya masih bisa dimaksimalkan.

Selain itu, banyak dari mereka yang rumahnya kecil juga cenderung leleh luweh soal penataan yang menyebabkan kondisi terlihat semakin berantakan. Barang-barang menumpuk tak beraturan sementara si pemilik memfokuskan satu-satunya jalan keluar adalah dengan berpindah ke rumah yang lebih besar.

Sebenarnya memiliki rumah mungil justru dekat dengan gaya hidup minimalis yang kini tengah dielu-elukan. Dengan luas yang tidak besar orang harusnya bisa mengerem keinginan untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan. Bilang ke diri sendiri "nggak muat."

Memiliki rumah kecil itu sebenarnya tak masalah. Anggap saja ini tren terbaru asal, dengan catatan ; meminimalisir barang, menata sedemikian rupa, bersihkan dan merapikan serta memaksimalkan fungsionalnya.

"Banyak dari mereka yang minder merasa rumah mereka tidak sempurna. Padahal sesuatu yang sudah dianggap tidak sempurna akan menyembunyikan sisi baik yang sebenarnya masih bisa dimaksimalkan."

Rumah besar yang tak tertata dan berantakan tetaplah tak sedap dipandang sementara rumah kecil dan sederhana yang ditata dan dirawat baik-baik, akan tetap mencuri perhatian.

Yuk, yang punya rumah mungil, bangkit dan mulai menata ulang agar terlihat menarik dan unik. Mulai dengan mengurangi dan membuang barang-barang yang tidak dibutuhkan dan jangan lupa setop pembelian barang-barang baru. 

Jika kekurangan inspirasi soal penataan ruang bisa tanya mbah google, ya! Di sana ada sejuta gambar manis yang akan memberikan inspirasi dan menumbuhkan sisi kreatif kita dalam menata ruang.

Jadikan keterbatasan sebagai tonggak awal untuk memunculkan ide-ide kreatif.

Reff 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun