Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Mengenang Jasa Kaset Tape, dari "Galih dan Ratna" hingga ke Blok M Square

10 Maret 2020   13:43 Diperbarui: 11 Maret 2020   03:24 1467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya terlahir di era di mana kaset tape menjadi jimat ampuh pereda sepi dan galau.  Di jaman kami, jika ingin mendengar satu lagu favorit maka harus bersabar untuk menunggu seluruh lagu terputar seluruhnya. 

Jikalaupun tak sabar, kami bisa memencet fast forward dan menunggu seluruh pita berputar puluhan kali lebih cepat. Butuh perjuangan memang.

Di jaman kami, kaset tidak hanya sekadar penghubung antara talenta seniman dengan telinga pendengar. Terkadang kaset bisa menjadi sebuah hadiah untuk perayaan tertentu, ulang tahun, valentine, atau mungkin juga pernikahan. 

Gadis-gadis akan menyisihkan uang saku untuk membeli satu judul kaset band atau penyanyi kesukaan pria yang mereka sukai, begitu pun sebaliknya.

Saya masih kecil di masa-masa seperti itu. Tanpa uang, saya harus merengek ke orang tua jika menginginkan satu buah kaset tertentu. Tentu mereka tak memberikannya cuma-cuma, saya harus mendapat ranking 1 di kelas barulah bisa menyebut judul kaset yang ingin saya miliki. 

Basejam dengan lagu andalan Bukan Pujangga membuat saya belajar ekstra keras untuk mendapatkannya. Itulah kaset pertama yang berhasil saya miliki.

Satu hal yang mungkin tak dimiliki anak sekarang adalah rasa bahagia ketika mampu memiliki lagu kesukaan dengan jerih payah sendiri. Mungkin itulah yang membuat lagu-lagu jaman dulu tak tergantikan.

Sisa-sisa serpihan masa kaset tape bisa kita lihat dalam film Galih dan Ratna tahun 2017 lalu. Film garapan Lucky Kuswandi tersebut mengemas kisah romantis legendaris Galih dan Ratna dengan versi lebih millennials. 

Film tersebut juga mengukir kenangan tentang kaset tape lewat sesosok Galih yang digambarkan sebagai seorang yang unik dan klasik.

Di kala anak remaja jaman now mendengarkan lagu melalui Hp, Galih malah  memilih mendengarkan kaset dengan walkman. 

Bagi Galih, mendengarkan kaset tape sama saja dengan mendengar seorang musisi bercerita. Selain itu, Galih juga bersikeras mempertahankan toko kaset lawas peninggalan mendiang ayahnya.

Keunikan-keunikan itulah yang membuat Ratna tertarik dengannya.

Konsep ini tentu berbeda dengan jaman sekarang di mana orang bisa membeli lagu hanya yang mereka suka saja. Tanpa perlu usaha, mereka juga bisa mengatur agar lagu tersebut bisa berputar ulang secara otomatis hingga bosan.

Anak masa ini juga pastinya kurang familiar dengan walkman dan tape. Sama seperti Ratna yang bingung ketika mendapat mix tape dari Galih. Ia tak tahu apa itu mix tape, dan yang lebih parah, ia tak tahu harus diputar di mana.

Di jaman ini orang sudah jarang memakai tape, rata-rata mereka memutar lagu dengan menggunakan Hp atau pemutar mp3.

Mix tape sendiri di jaman dulu bisa diartikan sebagai surat cinta. Isinya adalah lagu-lagu pilihan yang menggambarkan perasaan seseorang. Hal semacam itu memang ada meski sebetulnya ilegal.

Setelah lama berpikir, Ratna akhirnya memutuskan untuk memutarnya di angkot. Ia teringat tentang abang sopir yang masih memutar lagu dangdut dengan tape di angkotnya.

Melihat adegan-adegan dalam film Galih dan Ratna seperti diingatkan dengan masa lalu. Masa yang indah yang perlahan memudar oleh keserbainstanan.

Kaset Tape Masih Ada

Meski tak lagi eksis, kaset tape lawas rupanya masih bernapas. 

Jika kita pergi ke Blok M, tepat di lantai di mana banyak toko buku, di sana berderet pula toko kaset lawas, mulai dari piringan hitam hingga kaset tape serta CD. Berbagai lagu lawas lintas generasi berderet menghiasi dinding-dinding kios.

Dokpri
Dokpri

Melihat beberapa judul di sana perasaan saya menjadi hangat. Ada beberapa cover album yang saya masih ingat betul dan bahkan teringat pernah memiliki dan menyimpannya meski lupa di mana. Rupanya kalian masih hidup, batin saya.

Tapi siapa yang masih mendengarkan kaset dan memiliki tape di masa ini? Bukankah semua lagu lawas hampir bisa dicari Mp3-nya? Namun kata penjual, masih ada saja orang yang membelinya. 

Betul juga, pastinya masih ada, jikalau tidak maka toko-toko ini pun tak mungkin lagi saya temukan.

"Siapa mereka?" tanya saya penasaran.
"Kolektor, penikmat musik." Kata si penjual.

Ia menjelaskan bahwa seorang pendengar musik berbeda dengan penikmat musik. Orang-orang di masa ini cenderung mendengarkan musik dan bukan menikmatinya.

Saya merasa menjadi seperti Ratna yang heran dengan Galih, apa bedanya mendengar lagu dari sebuah kaset dengan di Hp? Bukankah liriknya dan nadanya sama? kenapa harus mendengarkan lagu yang tidak diinginkan lebih dulu sebelum sampai pada lagu yang diinginkan?

Dan saya teringat dengan jawaban Galih, bahwa untuk mendapat sesuatu yang enak kita harus lebih dulu melalui sesuatu yang tidak enak. Dengan mendengar kaset dari awal sampai akhir kita harus merelakan diri untuk menunggu dan ketika lagu yang kita sukai muncul, rasanya seperti rindu yang terbayar.

Itu semua berbeda dengan konsep instan seperti yang terjadi sekarang. Orang mudah saja mendengar lagu yang disukai, tapi mudah pula menggantinya dengan lagu lain yang lebih disukai.

Saya pun sudah tak memiliki walkman maupun tape dan tidak mungkin pula memaksakan diri mendengarkan kaset. 

Saya hanya ingin mengenang bahwa masa-masa itu pernah ada, saat ketika lagu dari kaset bisa menjadi segalanya, penyemangat belajar, peneman sepi, serta ungkapan rasa sayang kepada seseorang.

Akhir kata, selamat hari musik, tanpa musik hidup hanyalah hitam dan putih, tidak ada merah, biru, ungu pula abu-abu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun