Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelakor dan Adu Domba

23 Februari 2018   09:34 Diperbarui: 23 Februari 2018   10:52 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: businessinsider.sg

Istilah Pelakor atau Perebut Laki Orang memang baru dibuat dan bahkan muncul dipermukaan baru-baru ini. Tapi kegiatan merebut laki orang bisa dibilang sudah ada sejak jaman kuno. Katakanlah ratu Elisabet 1 yang mengadakan hubungan gelap dengan Robert Dudley, seorang pria yang sudah mempunya istri dan anak. Kegiatannya sama, hanya istilah 'pelakor' pada masa itu belum muncul.

Lalu mengapa fenomena ini menjadi viral? Tak lain adalah karena pengaruh media sosial dalam menyebarkan suatu berita. Medsos disinyalir dapat menjadi pendobrak jarak, menjadikan hal-hal tabu, rahasia, dan bersifat pribadi menjadi santapan publik. Orang dengan mudah tahu perseteruan suami istri melalui video yang tersebar di medsos. Begitu pun pelakor. Belakangan, video pelakor marak bermunculan di media sosial.

Yang masih hangat tentu video tabur duit oleh seorang wanita kepada wanita lain yang adalah sahabatnya sendiri dan diketahui telah berselingkuh dengan suami si penabur duit. Video dengan durasi 4.52 detik tersebut hampir sepenuhnya menggunakan bahasa jawa. Pada intinya si penabur duit geram dengan ulah sahabatnya yang main belakang dengan suaminya bahkan sampai bisa mendirikan rumah.  Ia beranggapan bahwa sang sahabat hanya mengejar materi semata dari sang suami.

Banyaknya berita pelakor yang muncul ke permukaan tak lain disebarkan sendiri oleh si korban. Tunggu, mari kita garis bawahi dulu, jika yang dimaksud pelakor adalah yang sesuai dengan artinya maka kesemuanya adalah seorang wanita, yang merebut lelaki orang. Pria yang merebut istri orang tidak termasuk di sini. Meski secara pribadi menurut saya harusnya ada istilah tandingan lain misal Peristor (Perebut Istri Orang) agar berimbang. Mari kita singkat Peristor hanya di sini saja, untuk sekadar memudahkan.

Korban Pelakoran (mereka yang suaminya direbut) adalah wanita. Mengutip dari Detik.com "Kebiasaan perempuan yang memiliki reaksi lebih emosional menjelaskan banyak hal, seperti saat mereka sedang menderita karena depresi atau gangguan kecemasan terhadap pasangannya." kata salah seorang peneliti dalam studi, Adrianna Mendrek.

Wanita cenderung lebih ekspresif dibanding pria, karenanya kegiatan menyebarkan aib keluarga sendiri dilakukan secara spontan, emosional dan tanpa berpikir panjang dengan akibat-akibat yang mungkin ditimbulkan. Targetnya mereka adalah melampiaskan kekesalan dan sakit hati serta mempermalukan si pelakor. Dengan begitu segala rasa sakit sedikit terbayarkan.

Sebagai wanita saya turut prihatin dengan maraknya fenomena ini. Tentu banyak alasan mengapa mereka menggadaikan harga diri dan merusak keharmonisan rumah tangga orang. Banyak di antaranya adalah karena faktor ekonomi. Tak bisa dipungkiri semenjak menikah, ekonomi seorang perempuan cenderung bergantung kepada laki-laki, akibatnya saat mereka berpisah entah karena berbeda alam atau bercerai, kondisi ekonomi mereka carut marut. Faktor anak  menambah kegagapan untuk segera memperbaiki finansial, lalu dipilihlah jalan yang mudah. Di hadapan motif ekonomi, khotbah mengenai harga diri tak lagi berarti.

Sementara kebanyakan laki-laki, berselingkuh karena menginginkan kenikmatan secara fisik. Itu yang perlu banyak wanita ketahui. Entah berkedok memberikan banyak bantuan materi, memberikan banyak perhatian atau menabur ungkapan cinta, tapi muara itu semua adalah kenikmatan fisik. 

Sebutlah pria yang baik akan memenangkan logika untuk menjaga keutuhan rumah tangga ketimbang nafsu sex dan mencari wanita lain. Sayangnya, lagi-lagi logika para pelakor lebih dulu lumpuh di hadapan kebutuhan hidup sehari-hari.

Saya prihatin mengapa kita para wanita, mau dicerai berai seperti ini? Saling menghujat, menyerang satu sama lain demi laki-laki yang menginginkan kenikmatan fisik semata? Bahkan dari beberapa video pelakoran yang lain ada korban yang masih berkata, "kamu pilih aku atau dia?" diulang beberapa kali, "kamu pilih aku apa dia?"

Seseorang yang suaminya sudah berkhianat, masih berbesar hati dengan memberikan pilihan seperti itu? Sial! Apa kita selemah itu?

Saat menikah, seorang wanita bersedia meninggalkan orang tua yang melahirkan dan membesarkannya, rumah, teman, lingkungan dan bahkan mungkin pekerjaan demi mengikuti seorang suami dan merelakan diri beradaptasi dengan lingkungan baru. Itu adalah sebuah pengorbanan yang tidak ternilai. Balasan yang setimpal untuk seluruh pengorbanan itu adalah kehormatan, rasa cinta dan kesetiaan dari pasangan.

Dan saat semua itu berbuah penghianatan, masih layakkah kita memberi pilihan, "kamu pilih aku atau dia?"Menurut saya, pria tersebut sudah tidak memenuhi kriteria serta tidak layak untuk dipilih!  Apakah kita akan baik-baik saja hidup tanpa mereka? Tentu saja! meski itu tidak mudah.

Jadi, siapa yang bisa mencegah meluasnya fenomena pelakor tak lain adalah kita sendiri para perempuan. Mulai dari melihat diri kita berharga, mulai dari memahami bahwa keharmonisan rumah tangga orang itu indah dan bernilai dan belajar untuk memandirikan diri secara mental, emosional dan finansial.

Memang tekanan ekonomi di mana-mana, tapi merendahkan harga diri bukan satu-satunya jalan keluar, ada sejuta jalan keluar jika kita mau menggali. Wahai para wanita, jangan menyerahkan diri kepada keadaan. Kita adalah penguasa atas diri kita sendiri. "You are the captain of your own ship ; don't let anyone else take the wheel." - Michael Josephson

Semua perempuan punya kesempatan dan kemampuan untuk mandiri.  Seseorang yang sudah menikah sekalipun bisa menerapkan prinsip-prinsip kemandirian, misalkan dengan tetap berpenghasilan meski dari rumah, memperkaya wawasan dan mau untuk terus belajar. Kita sebenarnya lebih kuat dari yang kita duga. 

Jangan posisikan diri seolah perempuan adalah makhluk paling lemah dan mudah diombang-ambingkan keadaan dan diadu domba antar yang satu dengan yang lain.  Saat kepercayaan diri mulai tumbuh kita akan merasa diri kita berharga, dan saat itu, kita tidak mungkin menjualnya cuma-cuma.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun