Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belanja ke Tanah Abang, Tas Sebaiknya Taruh di Depan

26 Januari 2018   13:03 Diperbarui: 26 Januari 2018   17:08 3358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai orang baru di ibu kota, saya bisa dibilang cukup sering ke Tanah Abang. Hal tersebut berkaitan dengan jual beli baju dan jilbab online yang saya lakukan. Dalam satu bulan saya kurang lebih bisa bolak-balik ke Tanah Abang sebanyak 4 kali. Jumlah tersebut berkurang semenjak saya pindah rumah ke Depok. Sebelumnya saat masih tinggal di Mampang, saya bisa bolak balik 2 kali dalam satu minggu untuk belanja dagangan.

Saking seringnya ke Tanah Abang saya hafal jalan dan model transportasi untuk ke sana, mulai dari motor pribadi, ojek online, mobil pribadi juga Commuterline. Saya pun mulai hafal celah-celah kecil, letak kios tersembunyi, letak ATM, kurir pengiriman, dan toko di setiap blok. Akibatnya saya pun hafal aura dan kebiasaan yang terjadi di Tanah Abang.

Misal hari Senin dan Kamis adalah harinya Pasar Tasik, akan banyak penjual dadakan yang entah dari mana datangnya, berjejeran di emperan, trotoar dan sepanjang jalan masuk. Harga di Pasar Tasik biasanya lebih murah, beberapa kios juga sengaja menambah potongan harga saat pasar dadakan ini berlangsung. Ada beberapa rekan/tetangga saya yang menghindari pasar ini tapi beberapa yang lain justru sengaja memilih pergi di hari Senin/Kamis karena ingin mengunjunginya. Selain Senin dan Kamis, hari lain jalan di sana terlihat lebih lengang.

Kala Sabtu dan Minggu, pasar menjadi padat pengunjung. Kesiangan sedikit saja, parkir motor akan penuh sementara mobil harus rela berputar-putar untuk parkir di lantai paling atas. Beberapa toko akan tutup di hari minggu, kebanyakan yang tutup adalah kios-kios Metro (tempat grosir) gedung sebelah kanan (seberang) Blok B.

Menjelang lebaran Tanah Abang menjadi tak ramah manusia terlebih anak-anak, apalagi mereka yang memilih menggunakan CommuterLine. Belum sampai menginjak Tanah Abang, mereka harus rela berdesak-desakan menuruni tangga stasiun. Menyeberang dan berjalan menuju ke gedung A tak kalah mengerikannya. Jalan seukuran 3 orang penuh sesak, saya bahkan pernah hampir kehabisan napas.

Merdeka.com
Merdeka.com
Jangankan untuk maju, bergerak pun tak bisa. Mau minggir tapi banyak barang dagangan dari toko di emperan. Mau maju malah menghuyung barisan depan. "Tuhan.. tolong selamatkan saya," teriak saya dalam hati kala itu. Posisi ini sama persisnya dengan naik CommuterLine pada waktu penuh-penuhnya. Bedanya, kalau di CommuterLine ada AC, sementara kios emperan di seberang stasiun tidak.

Dalam kondisi tersebut penjual-penjual di sekitar membubuhi kami dengan cerita bahwa orang sebelum kami, atau di lain los jalan lain banyak yang meninggal karena sesak napas. Saya pun gelagapan. Semenjak itu saya tidak berani belanja mendekati lebaran. Sebagai gantinya saya akan belanja 2-3 bulan sebelumnya.

Sistem ini sangat menguntungkan, yang pertama karena harga-harga belum cukup melonjak, dan stok masih banyak. Kekurangannya, kita tidak bisa mendapat best product karena beberapa penjual sengaja menyembunyikan best selling produknya dan baru akan mengeluarkannya mendekati lebaran.

Awal kali ke Tanah Abang saya bingung dengan jalan-jalannya. Bisa masuk tapi tak tahu arah pulang dan lebih sering berputar-putar. Setelah sering kali ke sana saya menjadi sigap menorobos, mencari jalan alternatif, mencari toko langganan yang mungkin letaknya berbeda blok bahkan berbeda gedung. Kaki terasa ringan, saya seolah menjadi orang yang paling tahu di sana.

Teman, tetangga sering bertanya di mana letak jualan topi, jualan tas, oleh-oleh haji, mukena-mukena, dan kain murah. Selain paham kondisi, saya juga dikenal paham harga, tahu di mana letak balotelli murah, kain-kain paling murah atau rok lilit yang murah. Suatu kebanggaan tersendiri menjadi orang yang baru 2 tahun hinggap di Jakarta tapi tahu seluk beluk Tanah Abang.

Cerita-cerita mengenai kehilangan juga berseliweran di telinga saya. Cerita tersebut datang dari banyak arah, tetangga, penjual langganan, orang asing di dalam CommuterLine, bahkan berita-berita yang tersebar di Whatsapp. Cerita mengenai dompet hilang sudah umum di sana. Hampir setiap hari kalau, (kita mau survei) ada saja orang kehilangan dompet. Kalau anda ragu bisa ke bagian info atau satpam Tanah Abang dan berkata dompet anda hilang, maka mereka akan bilang "Anda orang ke sekian puluh yang melapor hari ini".

Momen kehilangan dompet tentu meningkat menjelang lebaran, makanya rumor menaruh tas di depan sangat familiar di sana. Jika Anda lupa terkadang ada penjual baik yang mengingatkan, "Mbak sebaiknya tasnya jangan taruh di belakang, di sini rawan".

Blok di Tanah Abang karakternya juga bermacam-macam, Blok F misal harus lebih berhati-hati karena rumor kehilangan banyak terjadi di sana. Mungkin itu disebabkan jalannya yang lebih sempit dibanding blok lain.

Saya pernah sedikit ribut dengan orang saat belanja di Blok F. Kala itu saya memakai tas ransel dan saya pakai di belakang. Tiba-tiba ada ibu-ibu yang memainkan retsleting saya, sontak saya menoleh dan menjauh. Si Ibu malah bilang dengan suara keras, "Oalah Mbak, kalau tidak mau kesenggol, jangan ke pasar," kata Si Ibu sembari mendahului langkah saya. saya dibuat malu karenanya.

Tak mau kalah saya pun menjawab, "Bukan kesenggol, Bu. Anda memainkan retsleting tas saya." Setidaknya itu sedikit menentramkan agar padangan aneh orang-orang berkurang. Lalu ada ibu-ibu penjual berkata, "Hati-hati Mbak, tas jangan taruh di belakang, di sini banyak pencuri sembunyi dengan makek jilbab."

Tetangga saya juga pernah kehilangan dompet. Ia memakai tas kecil yang disilangkan ke belakang. Saat terpisah dengan temannya di stasiun ia mulai celingukan, mencari-cari temannya ke sana ke sini. Tanpa sadar tiba-tiba tas sudah terbuka dan dompet menghilang. Beliau bercerita kepada saya setelah meminta surat kehilangan dari kantor polisi untuk mengurus KTP, SIM, dll.

Pencuri Tanah Abang bukan sembarang pencuri. Mereka orang yang tinggal bertahun-tahun dan sudah fasih dengan kondisi di sana. Mereka menganalisis raut dan gelagat orang dengan cepat. Mereka bisa tahu mana ibu-ibu yang baru pertama kali ke sana, yang kebingungan, bahkan yang banyak uang.

Semenjak itu saya selalu menaruh tas di depan dan memasang wajah percaya diri. Berjalan mantap, pandangan tajam, menghindari celingak-celinguk pun wajah kepanikan. Saat di Tanah Abang tegakkan badan dan jangan panik. Kalau terpisah dari teman jangan bingung, cari tempat aman baru aktifkan HP untuk menghubungi mereka. Hindari panik dan celingukan di jalan, taruh beberapa uang terpisah dari dompet, di saku depan dan belakang celana/gamis misal. Kalau terbiasa belanja grosir di Metro, hindari uang tunai. Di Metro rata-rata sudah bisa gesek ATM, rata-rata mereka menggunakan BCA, beberapa bank lain. Dan yang terpenting, taruh tas di depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun