Mohon tunggu...
Anak Agung Gede
Anak Agung Gede Mohon Tunggu... Animator - Taruna

Anak Agung Gede Maha Mulia Putra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel tentang Penelitian Hukum Normatif

11 September 2023   10:38 Diperbarui: 11 September 2023   12:24 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kibrispdr.org

Artikel 1 Tahun 2022 Tentang Penelitian Hukum Normatif

Nama Reviewer : Anak Agung Gede Maha Mulia Putra
STB : 4457
Absen : 05
Prodi : Teknik Pemasyarakatan C
Dosen Pengampu : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul Artikel : Kepastian Hukum Undang-Undang Cipta Kerja Bidang Kesehatanpasca Putusan Mk Nomor 91/Puu-Xviii/2020
Nama Penulis : Weppy Susetiyo, Muhammad Zainul Ichwan, Anik Iftitah, Tasya Imelda Dievar
Nama Artikel : Jurnal Supremasi
Volume, Nomor, dan Tahun : Volume 12, Nomor 2, Tahun 2022
Link Artikel : https://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/supremasi/article/view/2315/1280

Pendahuluan 

Pada artikel ini penulis mengawali dengan menjelaskan secara rinci definisi dari Undang-Undang Cipta Kerja Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 5 Oktober 2020 dan diundangkan pada 2 November 2020, adalah undang-undang omnibus yang dibuat untuk mengatasi banyaknya perbedaan dan ketidaksesuaian undang-undang di Indonesia.  Setelah ditetapkan, 45 peraturan pemerintah (PP) dan 4 peraturan presiden (PP) menjadi aturan turunan, yang termasuk dalam sebelas kategori. Peraturan perundang-undangan di sektor kesehatan sangat berubah setelah UU Cipta Kerja diberlakukan. Namun, pada tanggal 3 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan putusan yang dianggap sebagai "baru" dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 mengabulkan sebagian pengujian formil undang-undang. Berdasarkan keputusan MK tersebut, UU Cipta Kerja tidak lagi memenuhi syarat konstitusional.

Dengan status UU Cipta Kerja menjadi institusional bersyarat setelah putusan MK tersebut, sangat penting untuk menyelidiki dampak Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terhadap kepastian hukum UU Cipta Kerja bidang kesehatan, yang merupakan bagian dari eksistensi pemerintah dalam pelayanan kesehatan yang dijamin konstitusi. Penelitian ini baru dan dianggap penting. Penelitian ini tidak hanya merupakan penelitian serupa yang belum dilakukan sebelumnya, tetapi juga merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang dirancang untuk tahun 2021. Oleh karena itu, secara teoritis dan praktis, oleh karena itu hal ini memiliki manfaat.

Metode Penelitian

Jenis  penelitian  yang  digunakan  dalam  penulisan  ini  adalah  penelitian  hukum normatif (legal research) atau dikenal juga dengan penelitian hukum doktriner. Penelitian hukum  normatif  pada  hakikatnya  adalah  studi  dokumen  yang  meneliti  dan  mengkaji sumber  bahan  hukum  yang  dikonsepkan  berupa  peraturan  tertulis  yaitu  peraturan perundang-undangan,  keputusan/ketetapan  pengadilan,  asas  dan  prinsip  hukum,  teori hukum, dan doktrin / pendapat para ahli.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Penulis menegaskan bahwa Penelitian kedua setelah penelitian ini, "Peranan dan Tanggungjawab Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja", mengacu pada tahap awal proses penelitian yang digambarkan dalam Roadmap. Penelitian hukum normatif, juga disebut sebagai penelitian hukum doktriner, adalah jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini. Tiga bagian terdiri dari data sekunder bidang hukum yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya

  • Bahan Hukum Primer, atau bahan hukum yang mengikatBerbicara tentang asas peraturan khusus, yang menghilangkan peraturan umum (lex specialis derogat lex generalis) dan peraturan baru yang membatalkan peraturan terdahulu (lex posteriori derogate lex periori).
  • Bahan hukum sekunder terdiri dari jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus, yurispudensi, buku teks ahli hukum terkemuka, dan hasil simposium terbaru tentang masalah hukum.
  • Bahan hukum tersier termasuk bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamu hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

Penelitian yang dilakukan penulis menghasilkan beberapa hal yang terbagi ke dalam beberapa subjudul yaitu Undang-Undang Cipta Kerja sebagai Produk Omnibus Law, Kepastian Hukum Peraturan Perundang-Undangan, Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Undang-Undang Cipta Kerja Bidang Kesehatan Pasca Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Asas kepastian hukum penting untuk melindungi setiap orang yang mencari keadilan dan kepastian dari tindakan yang sewenang-wenang karena fakta bahwa hukum yang bersangkutan memiliki kekuatan yang jelas. Omnibus Law, sebuah undang-undang baru di Indonesia, mendapat banyak kritik.  Sebagaimana dijelaskan oleh Duhaime, Omnibus Law, yang seharusnya menekankan keuntungan dari penyederhanaan peraturan, menimbulkan perdebatan di masyarakat karena terkesan terburu-buru.   Setelah draft UU Cipta Kerja dirilis, berbagai kritik mulai muncul dari akademisi hingga praktisi.  Salah satu faktor yang menyebabkan permohonan judicial review yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi adalah perbedaan pendapat publik tentang pasal-pasal yang ada dalam draft undang-undang, kegamangan masyarakat karena merasa tidak terlibat dalam proses pembuatan undang-undang. Di akhir artikel penulis menerangkan bahwa Dalam pelaksanaan UU Cipta Kerja bidang kesehatan, muncul beberapa masalah pro kontra, seperti: (a) penyediaan layanan kesehatan medis untuk dukun bayi, (b) adanya tenaga kesehatan lain yang belum terakomodir dalam UU Cipta Kerja, dan (c) adanya layanan dokter hewan yang dimasukkan sebagai layanan kesehatan (padahal, menurut KKBI, istilah "layanan medis" sasarannya adalah manusia). Dengan demikian, setelah Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Undang-Undang Cipta Kerja bidang kesehatan harus diterapkan selama dua tahun dan tidak boleh diperpanjang untuk memastikan kemanfaatan, kepastian, keadilan, dan kepentingan umum yang lebih besar.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari penelitian ini ialah :

  • Penjelasan yang terperinci mengenai Undang_Undang Cipta Kerja yang membawa persoalan ke dalam bidag Kesehatan. Hal ini membuka wawasan pembaca bahwa adanya kesalahan produk hukum dapat mempengaruhi banyak sector salah satunya adalah bidang kesehatan.
  • Mencantumkan banyak dasar hukum sebagai dasar dari penelitian yang dilakukan dengan rinci, jelas, dan tepat penggunaan
  • Tata Bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan EYD serta penulisan huruf miring telah sesuai denga kaidah yang berlaku.
  • Penulisan footnote dan daftar pustaka telah sesuai dengan aturanyang berlaku.

Kekurangan dari penelitian ini ialah :

Terdapat beberapa paragraf yang letaknya dengan sub judul tidak lurus, seharusnya kedepannya hal ini dapat diperbaiki.

Kesimpulan

Peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan sangat diubah oleh perubahan UU Cipta Kerja bidang kesehatan.Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tetap berlaku tanpa peraturan baru yang terkait untuk memastikan keuntungan, kepastian, keadilan, dan kepentingan umum yang lebih besar.Substansi, yang merupakan komponen efektif hukum selain struktur dan kultur, harus terus diperbaiki sehingga supremasi hukum benar-benar terwujud sesuai dengan aspirasi bangsa Indonesia.  Sebelum UU 13/2022, yang merupakan hasil dari metode omnibus law, UU Cipta Kerja tidak memiliki dasar, tetapi sangat bermanfaat untuk mengatasi berbagai masalah hukum di Indonesia, seperti keangkuhan sektoral, ketidaksesuaian, dan ketidakkonsistenan berbagai jenis peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, harus terus dikembangkan sampai tingkat daerah untuk menyederhanakan peraturan perundang-undangan yang setara.

Artikel 2 Tahun 2023 Tentang Penelitian Hukum Normatif

Nama Reviewer : Anak Agung Gede Maha Mulia Putra
STB : 4457
Absen : 05
Prodi : Teknik Pemasyarakatan C
Dosen Pengampu : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul Artikel : Kepastian Hukum Penerbitan Sertipikat Ganda Bagi Pemegang Hak Milik Atas Tanah Oleh Kantor Pertanahan
Nama Penulis : Dewi Anggraeni, Dhody AR. Widjajaatmadja, dan Zulkarnein Koto
Nama Artikel : Jurnal Multidisiplin Indonesia
Volume, Nomor, dan Tahun : Volume 2 Nomor 8 Agustus 2023
Link Artikel : https://jmi.rivierapublishing.id/index.php/rp/article/view/412/574\

Pendahuluan

            Dalam penelitian ini hal pertama yang dijelaskan adalah mengapa Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) terbentuk. Hal ini merupakan perwujudan suatu hukum agraria nasional yang mampu memberikan perlindungan hukum bagi seluruh rakyat dan memungkinkan tercapainya fungsi bumi, air, dan kekayaan alam yang diinginkan. UUPA memuat prinsip-prinsip dasar dan masalah utama hukum agraria karena fungsinya sebagai peraturan dasar bagi hukum agraria nasional.  Untuk menerapkan undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lainnya masih diperlukan. Dibentuk lembaga atau badan yang menangani pendaftaran tanah untuk memberikan wewenang kepada Negara dalam hal pertanahan. Pasal 19 UUPA adalah dasar untuk pembentukan Badan Pertanahan Nasional, yang kemudian dibentuk oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan Nasional.  Dengan keluarnya Peraturan Presiden ini, pelaksanaan tugas dan fungsi pertanahan menjadi lebih efisien dan efektif. Badan Pertanahan Nasional Mini berfungsi sebagai kepanjangan tangan pemerintah yang dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung jawab atas pemerintahan agraria dan tata ruang, dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam artikel turut berfokus pada permasalahan tanah di Indonesia yang umumnya terkait atas tidak jarang terjadi terbit dua atau lebih sertifikat tanah di atas bidang tanah yang sama. Penulis artikel mengangkat permasalahan yang terjadi pada Deli Tumailang selaku pemilik ya atas sebidang tanah yang terletak di Desa Teratai Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 12 Tanggal 1 November 1997.  Namun, pada hari Jumat tanggal 18 November 2016, Deli Tumailang mengetahui bahwa pada tanggal 6 Maret 2014, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pohuwato menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 00647 atas nama Farida Rasyid. Sertifikat hak milik Nomor 12 milik Deli Tumailang digunakan sebagai gantinya. Kemudian permsalahan kedua mengenai hal yang sama yang terjadi di Kota Semarang. Penggugat adalah Nyonya Anik Rahmawati. Dia adalah pemilik sebidang tanah berukuran 9.157 meter persegi dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 1520/Ngesrep dan sebidang tanah berukuran 5.077 meter persegi dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 1576/Ngesrep, yang keduanya terletak di Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, yang dibeli atas nama Anik Rahmawati melalui Akta Jual Beli. Namun Penggugat menemukan bahwa PT. Sunindo Property Jaya juga memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 65/Ngesrep dengan  luas  75.304  M2  dan  juga  Sertifikat  Hak  Guna Bangunan  Nomor  360/Ngesrep  seluas  7.098  M2,  dimana  keduanya  terletak  di  Kelurahan Ngesrep,  Kecamatan  Banyumanik,  Kota  Semarang,  dan  terletak  pada  bidang  yang  sama. Permasalahan yang menjadi contoh dalam artikel ini terjadi pada penggugat H Agus Salim, pemilik tanah seluas 20.410 meter persegi di BlokSodong, Desa Sukajaya, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.  Pada tahun 1995, Yogiharjo menjual tanah tersebut kepada penggugat. Penggugat menyadari bahwa pada tanggal 13 Juli 2016, saat Penggugat ingin menjual tanah yang dimilikinya, sertifikat hak milik Nomor 87 Sukajaya atas nama Syahril Sandung dan Nomor 86 Sukajaya atas nama H MaxBongsar Hernayadi ternyata tumpang tindih. Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa Badan Pertanahan Nasional masih lemah dalam menyediakan layanan publik, terutama pendaftaran hak atas tanah. Sistem pendaftaran tanah belum sepenuhnya menjamin hak pemegang sertifikat hak atas tanah, karena sengketa tanah juga dapat terjadi pada tanah yang telah bersertifikat, yang ditandai dengan munculnya kasus sertifikat ganda yang masih belum diselesaikan. Penulis setuju bahwa kepastian hukum dicapai ketika ada hukum yang jelas (jernih), konsisten, dan mudah diperoleh; pemerintah menerapkan hukum tersebut secara konsisten dan tunduk; dan hakim peradilan yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan hukum tersebut.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yang berarti penelitian hukum yang dilakukan hanya dengan melihat data sekunder atau bahan pustaka. Pendekatan berikut digunakan oleh penulis guna menangani masalah hukum yang dibahas dalam penelitian ini:

  • Pendekatan perundang-undangan, yang memeriksa semua peraturan perundang-undangan dan peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum yang ditangani;
  • Pendekatan kasus, yang mencoba membangun argumentasi hukum dari sudut pandang kasus konkrit dan nyata.
  • Pendekatan konseptual melihat penyelesaian masalah hukum dari perspektif konsep hukum yang mendasari.
  • Pendekatan analitis yang melibatkan analisis bahan hukum untuk menentukan arti konsep dari istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan.

Hasil dan Pembahasan 

Penelitian ini menjelaskan bahwasanya pertanggungjawaban pemerintah ada dua jenis karena adanya dua jenis tindakan pemerintah yakni perdata dan publik. Dalam hal pertanggungjawaban perdata, pemerintah tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata mengenai pertanggungjawaban subyek hukum ini, termasuk pemerintah dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum.  Menurut ketentuan tersebut, pemerintah bertanggung jawab dengan cara yang sama seperti badan hukum perdata. Sistem pembagian kekuasaan berlaku prinsip bahwa setiap kekuasaan wajib dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu setiap pemberian kekuasaannya harus sudah   dipikirkan   beban   tanggung   jawab   bagi   setiap   penerima   kekuasaan. Peraturan yang berlaku mengenai kelalaian Pejabat Badan Pertanahan Nasional hanya membahas sanksi administrasi. Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi Kepada Pejabat Pemerintah, sanksi administrasi dikategorikan ke dalam tiga bentuk:

  • Sanksi Administrasi Ringan, yang terdiri dari teguran lisan; teguran tertulis; dan penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak jabatan.
  • Sanksi Administratif Sedang, yang terdiri dari:
  • Pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi;
  • Pemberitahuan sementara dengan memperoleh hak-hak atau jabatan;
  • Pemberitahuan sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan;
  • Sanksi Administratif Berat, terdiri dari:
  • Pemberitahuan tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa;
  • Pemberitahuan tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media;
  • Pemberitahuan tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta

Perangkat Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab untuk mengeluarkan sertifikat hak atas tanah, terutama untuk tujuan menyediakan layanan publik kepada masyarakat. Dengan demikian, kewajiban ini menghasilkan tanggung jawab terkait dengan pelaksanaan undang-undang. Tanggung jawab pejabat atau organ pemerintah yang menjalankan pemerintahannya berbeda-beda tergantung pada sumber kewenangan yang dimilikinya. Tanggung jawab yang dihasilkan dari sumber kewenangan, seperti tanggung jawab ekstern dan intern, bergantung pada bagaimana mereka digunakan. Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sertifikat hak atas tanah adalah jenis Keputusan Tata Usaha Negara. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah adalah undang-undang pemerintah yang memberikan hak atas tanah kepada entitas tertentu, menetapkan bahwa kepala kantor pertanahan bertanggung jawab untuk penerbitan sertifikat hak atas tanah. Selain itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Kepala Kantor Pertanahan diberi wewenang untuk mengubah pembatalan hak atas tanah ini.

Dengan demikian, pihak yang berkepentingan, yaitu pemilik hak atas tanah, dapat mengajukan permohonan pembatalan jika ada cacat hukum administrasi. Berdasarkan  uraian  tersebut  maka  dapat  dikatakan  bahwa  kewenangan  yang  dimiliki Kepala  Kantor Wilayah Badan  Pertanahan Nasional adalah kewenangan  yang  diperoleh  secara subdelegasi,  maka  penerbitan  Keputusan  Pembatalan  sertifikat  Hak  Milik  Atas  Tanah  terjadi sebagian  pelimpahan  kewenangan  dari  Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  kepada  subdelegasi Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, sehingga tanggungjawab dan tanggunggugat dibebankan pada subdelegasi yaitu Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. Sehingga pada akhirnya penulis menguraikan dengan jelas bahwa Kantor Pertanahan bertanggung jawab secara mutlak atas penerbitan sertifikat ganda bagi pemegang hak milik tanah. Dalam sistem tanggung jawab mutlak, Kantor Pertanahan bertanggung jawab secara mutlak atas penerbitan sertifikat ganda yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan kantor pertanahan.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari penelitian ini ialah :

  • Berisi penjelasan yang jelas dan menyeluruh tentang latar belakang masalah dengan serta menyajikan kasus terkait kepastian hukum penerbitan sertifikat ganda bagi pemegang hak milik atas tanah yang berjumlah lebih dari satu, dimana hal ini dapat menjadi gambaran nyata dan membuka wawasan dari beberapa sudut pandang terkait kasus nyata.
  • Mencantumkan banyak dasar hukum sebagai dasar dari penelitian yang dilakukan dengan rinci, jelas, dan tepat penggunaan
  • Struktur artikel lengkap dimulai dari abstrak hingga kesimpulan tersusun dengan rapih serta tata bahasaa bersifat baku.

Kekurangan dari penelitian ini ialah :

  • Terdapat beberapa kata yang salah penulisan, misalnya penulisan sertipikat yang seharusnya ditulis sertifikat.
  • Jumlah kalimat dalam beberapa paragraf terlalu sedikit, dimana sebaiknya kedepannnya setiap paragraf diisi oleh setidaknya lima kalimat.
  • Penulisan urutan dengan menggunakan angka 1,2,3 dan a,b,c kurang rapih. Peneliti harus mengecek kembali kerapihan tulisan sebelum dipublish sehingga tulisan dapat terlihat lebih rapih.

Kesimpulan 

            Penulis dalam artikel ini berkesimpulan bahwa tanggung jawab Kantor Pertanahan atas penerbitan sertifikat ganda kepada pemegang hak milik atas tanah adalah bertanggung jawab secara mutlak dan mengharuskan Kantor Pertanahan untuk menyelesaikan masalah atau sengketa sertifikat ganda yang mengakibatkan kerugian bagi pemegang hak milik atas tanah. Jika pengadilan membuat keputusan ini, kantor pertanahan harus mencabut dan mencoret sertifikat ganda dari daftar. Jika seseorang memiliki hak atas tanah dan Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat ganda untuk mereka, sertifikat tersebut menjadi tidak sah secara administratif karena ada lebih dari satu status hukum untuk tanah tersebut. Dengan demikian, jika ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa sejarah penerbitan sertifikat tersebut menunjukkan peralihan hak yang tidak sesuai prosedur, sertifikat hak atas tanah tersebut menjadi tidak sah.

Artikel 3 Tahun 2023 Tentang Penelitian Hukum Normatif

Nama Reviewer : Anak Agung Gede Maha Mulia Putra
STB : 4457
Absen : 05
Prodi : Teknik Pemasyarakatan C
Dosen Pengampu : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
Judul Artikel : Upaya Peningkatan Akses Keadilan Terhadap Penerima Bantuan Hukum di Indonesia Melalui Paralegal
Nama Penulis : Arya Made Permana Dan I Putu Rasmadi Arsha Putra
Nama Artikel : Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum
Volume, Nomor, dan Tahun : Volume 17 Nomor 2, Juli 2023
Link Unduhan : https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/kebijakan/article/view/3700/pdf

Pendahuluan

Tujuan dari ditulisnya artikel ini adalah untuk mempelajari bagaimana peran paralegal yang telah berkembang dalam bidang bantuan hukum di Indonesia serta mempelajari masalah apa saja yang akan memungkinkan untuk dihadapi oleh paralegal dalam praktik bantuan hukum di Indonesia. Paralegal dikatakan memiliki peran penting dalam menjamin kepastian hukum dan keadilan di Indonesia saat ini. Banyak orang mengatakan bahwa paralegal semakin penting dalam sistem hukum kontemporer. Kebutuhan akan bantuan profesional dalam proses peradilan meningkat seiring dengan kompleksitas hukum yang terus berkembang. Namun, dalam perkembangannya masalah dan kesulitan masih digadapi oleh paralegal saat memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang dianggap membutuhkannya. Paralegal harus memiliki kerangka hukum yang jelas dan dukungan institusional untuk mengakui dan mengawasi pekerjaan mereka. Kedua, paralegal harus memiliki pelatihan dan pendidikan yang memadai untuk memberikan bantuan hukum yang profesional. Ketiga, sangat penting bagi paralegal untuk memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan. Ini termasuk mendapatkan informasi hukum terkini dan memiliki akses ke jaringan lembaga hukum dan pengacara. Secara keseluruhan, ide-ide ini menunjukkan upaya untuk meningkatkan akses dan keadilan dalam sistem hukum, baik melalui layanan hukum individu, peningkatan kesadaran akan hak-hak, penegakan hak asasi manusia, perubahan struktural, maupun bantuan hukum yang responsif. Untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berlandaskan hukum, semua ide ini sangat penting.

Di sisi lain, perlu dicatat bahwa banyak masyarakat miskin di Indonesia yang tidak memiliki akses ke bantuan hukum dari para advokat. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa banyak dari mereka tidak mampu untuk ditangani oleh para advokat dalam hal bantuan hukum. Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UUBH). Menurut Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (2) UUBH, bantuan hukum didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan secara gratis kepada penerimanya. Penerima bantuan hukum adalah individu atau kelompok orang miskin. Salah satu contoh penelitian sebelumnya yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah karya Kurniawan berjudul "Peran Paralegal Dalam Perlindungan Serta Pemenuhan Hak Hukum Masyarakat", yang membahas peran paralegal dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat dan menjelaskan betapa pentingnya pelatihan paralegal, yang dianggap sangat bermanfaat bagi masyarakat. Penelitian tambahan dari Muhlizi berjudul "Strengthening Native Persons as Paralegals in Providing Legal Aid" membahas integrasi paralegal dari komunitas masyarakat adat dengan OBH yang telah terakreditasi serta standarisasi kualitas bantuan hukum paralegal untuk masyarakat adat (kemampuan untuk memahami kondisi wilayah dan kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat serta penguatan masyarakat dalam memperjuangkan hak asasi manusia, dan hak-hak lain yang dilindungi oleh hukum). Dengan mempertimbangkan hal ini, penelitian ini mencakup pembahasan tentang perkembangan peran paralegal dalam sistem peradilan di Indonesia serta tantangan yang akan dihadapi oleh paralegal dalam praktik bantuan hukum di Indonesia. Penelitian ini akan berbeda dengan dua penelitian sebelumnya yang disebutkan di atas karena penelitian ini akan membahas kewenangan paralegal dari sudut pandang Permenkumham No. 3 Tahun 2021 dan akan membahas tantangan yang akan dihadapi paralegal saat memberikan bantuan hukum. Ada beberapa perbedaan yang signifikan antara memberikan bantuan hukum oleh paralegal dan memberikan bantuan hukum oleh orang lain.

Metode Penelitian

Penelitian hukum normatif adalah pendekatan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hukum dari sudut pandang internal. Fokus penelitian ini adalah pada norma hukum sebagai objek yang diteliti. Metode penelitian hukum normatif digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi peraturan hukum yang ada, termasuk undang-undang, peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan. Dalam penulisan jurnal ilmiah ini, pendekatan perundang-undangan dan konseptual digunakan. Kedua metode ini digunakan dalam penelitian hukum untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang masalah hukum yang sedang diteliti. Kedua pendekatan ini saling melengkapi dan dapat digunakan secara bersama-sama dalam penelitian hukum untuk memberikan sudut pandang yang lebih beragam dan komprehensif. Pendekatan statute berpusat pada pemahaman dan penerapan teks hukum konkret, sedangkan pendekatan conceptual berpusat pada pemahaman konsep dan prinsip hukum yang lebih umum. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penulis membagi pembahasan ke dalam dua hal yang pertama adalah perkembangan peran paralegal dalam sistem peradilan di Indonesia dan yang kedua adalah problematika yang akan dihadapi paralegal dalam praktik bantuan hukum di Indonesia. Perkembangan peran paralegal di Indonesia dimulai dengan alasan adanya paralegal yakni memfasilitasi pengorganisasian dan mendidik masyarakat tentang pentingnya kesadaran hukum, melakukan analisis sosial, dan mendorong masyarakat dalam hal tuntutan dan dokumentasi. Meskipun UUBH mengatur paralegal, itu hanya aturan singkat. Paralegal hanya disebutkan dalam UUBH dalam Pasal 9 dan 10. Begitu juga, mengacu pada PP No. 42 Tahun 2013 tidak membahas masalah paralegal secara menyeluruh, hanya menyebutkannya. Selanjutnya, pada tahun 2018, Menkumham Republik Indonesia memberlakukan undang-undang yang mengatur pemberian bantuan hukum oleh paralegal. Banyak orang melihat ini sebagai perbaikan terhadap tanggung jawabnya untuk memberikan bantuan hukum kepada paralegal. Menurut Pasal 11 dan 12 Permenkumham No. 1 Tahun 2018, peran dan definisi paralegal sangat dijelaskan. Pasal 11 menyatakan bahwa "paralegal dapat memberikan bantuan hukum secara litigasi dan nonlitigasi setelah terdaftar pada pemberi bantuan hukum dan mendapatkan sertifikat pelatihan paralegal tingkat dasar." Selanjutnya, ayat (1) dari Pasal 12 menyatakan bahwa "pemberian bantuan hukum secara litigasi oleh paralegal dalam bentuk pendampingan advokat pada lingkup pemberi bantuan hukum yang sama". Menurut Ayat (2), "pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan; pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara. Ayat (3) menyebutkan bahwa "pendampingan advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat keterangan pendampingan dari advokat yang memberikan bantuan hukum". Mengacu pada hal tersebut, beberapa pihak berpikir bahwa paralegal sebagai profesional hukum yang memiliki pengetahuan hukum yang cukup untuk memberikan bantuan hukum dalam beberapa kasus.

Pemberian bantuan hukum atau bantuan hukum tanpa biaya atau gratis oleh paralegal dianggap penting untuk memastikan akses keadilan yang lebih luas bagi orang-orang yang tidak mampu secara finansial untuk mendapatkan keadilan. Para paralegal sering bekerja sama dengan lembaga atau organisasi yang berfokus pada bantuan hukum gratis untuk memberikan layanan hukum kepada orang-orang yang membutuhkan. Namun, beberapa orang berpendapat bahwa ini bertentangan dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menyatakan bahwa advokat memiliki kewenangan untuk memberi jasa hukum, baik di pengadilan maupun di luar ranah pengadilan. Dalam hal litigasi, advokat memiliki kewenangan untuk mewakili klien mereka di pengadilan dalam kasus pidana, perdata, dll., dan dalam hal non-litigasi, advokat dapat memberikan konsultasi hukum kepada klien mereka untuk membantu mereka memahami hak mereka. Menurut penulis, hal ini memberikan inovasi baru tentang peran paralegal dalam pemberian bantuan hukum di Indonesia, dan juga akan bermanfaat bagi mereka yang kurang mampu dan ingin mendapatkan bantuan hukum secara gratis. Paralegal juga dapat mendukung kebijakan, mendampingi program atau acara, dan membentuk kelompok keluarga sadar hukum.

Pembahasan yang kedua mengenai problematika yang akan dihadapi paralegal dalam praktik bantuan hukum di Indonesia. Beberapa faktor memengaruhi keberhasilan praktik memberikan bantuan atau bantuan hukum kepada paralegal. Faktor-faktor ini termasuk dalam teori penegakan hukum: yang pertama adalah hukum atau peraturan harus sesuai dengan masyarakat, yang kedua adalah sikap petugas penegak hukum harus baik, ketiga fasilitas pendukung penegakan hukum haruslah memadai, dan keempat adalah masyarakat harus patuh dan sadar akan hukum. Bagi calon paralegal, memahami bidang hukum akan sulit. Ini tidak dapat dipungkiri karena proses pembelajaran paralegal akan sedikit lebih lama dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang bekerja sebagai praktisi hukum dan advokat lainnya. Meskipun paralegal tidak dapat memberikan bantuan hukum secara mandiri, mereka harus memahami pengetahuan yang diperlukan oleh calon paralegal. Namun, ada kemungkinan bahwa calon paralegal dapat memahaminya dengan cepat dan efektif untuk mendukung pemberian bantuan hukum tanpa biaya, terutama dalam kasus masyaraka. Mengingat pendapat Romli Atmasasmita, paralegal mungkin menghadapi masalah keterbatasan sumber daya. Sumber daya seperti pendanaan, staf, atau bahkan sarana prasarana mungkin terbatas. Mereka mungkin tidak dapat memberikan bantuan hukum yang cukup kepada masyarakat yang membutuhkan. Keterbatasan anggaran pemerintah untuk bantuan hukum juga merupakan faktor yang memengaruhi. Sementara banyak masyarakat yang terkena dampak hukum dan merasa hak-hak mereka belum terjamin, anggaran tersebut masih terbatas. Dalam beberapa kasus, kondisi lapangan yang tidak terduga dapat mengakibatkan kondisi lapangan yang tidak terduga, misalnya konflik, kekerasan, atau bahkan bencana alam. Dalam menangani situasi seperti ini, yang dapat membahayakan keamanan dan operasi bantuan hukum, sangat diperlukan keahlian dan ketangkasan. Interaksi dengan individu atau kelompok dari berbagai latar belakang budaya, sosial, dan ekonomi mungkin terjadi karena keragaman lingkungan dalam praktik lapangan pemberian bantuan hukum. Sangat penting untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang kepekaan dan keragaman lintas budaya.

Keterbatasan anggaran pemerintah untuk bantuan hukum juga merupakan faktor penting yang mendorong hal ini. Karena banyaknya masyarakat yang terkena dampak hukum dan merasa hak-hak mereka belum terjamin, anggaran tersebut masih sangat kecil. dorongan untuk pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan dana untuk bantuan hukum melalui APBN dan APBD. Selain itu, sangat penting juga untuk melakukan kampanye untuk menyadarkan masyarakat akan hak-hak mereka serta meningkatkan kualitas organisasi yang bekerja dalam bidang bantuan hukum. Selain itu, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan bantuan hukum untuk memastikan bahwa bantuan tersebut efektif, efisien, dan akuntabel. Paralegal membantu menjembatani kesenjangan akses ke sistem peradilan dan memastikan bahwa individu dan kelompok yang membutuhkan bantuan hukum dapat mendapatkan bantuan hukum yang lebih murah dan mendampingi dalam proses hukum, yang seringkali lebih murah daripada biaya pengacara.

Kelebihan dan Kekurangan 

Kelebihan dari penelitian ini ialah :

  • Penjelasan tentang latar belakang masalah disampaikan secara jelas dan teperinci, memudahkan dalam memahami apa yang menjadi topik. Artikel ini sangat membantu pemahaman terlebih apabila pembaca belum memiliki wawasanyang begitu luas mengenai paralegal karena bahasa yang disampaikan jelas.
  • Mencantumkan banyak dasar hukum sebagai dasar dari penelitian yang dilakukan dengan rinci, jelas, dan tepat penggunaan
  • Struktur artikel lengkap dimulai dari abstrak hingga kesimpulan tersusun dengan rapih serta tata bahasaa bersifat baku.
  • Penulisan istilah asing telah digaris miring sesuai dengan EYD.

Kekurangan dari penelitian ini ialah :

  • Akan lebih baik lagi apabila disertakan kasus nyata lebih banyak lagi sebagai bahan studi dan pemahaman lebih kepada pembaca artikel
  • peneliti masih bisa menggali lebih dalam lagi dalam penelitian terkait a peningkatan akses keadilan terhadap penerima bantuan hukum di Indonesia melalui paralegal.

Kesimpulan

Pada kesimpulannya penulis menegaskan Pada awalnya, paralegal memiliki wewenang untuk memberikan bantuan hukum baik dalam kasus litigasi maupun non-litigasi sesuai dengan ketentuan Pasal 11 dan 12 Permenkumham No. 1 Tahun 2018. Namun, karena hal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan dalam Putusan No. 22/P/HUM/2018 bahwa ketentuan Pasal 11 dan 12 Permenkumham No. 1 Tahun 2018 tidak berlaku untuk kasus litigasi. Di Indonesia, paralegal tidak perlu memiliki latar belakang pendidikan hukum. Peraturan perundang-undangan yang kompleks akan mempersulit praktik paralegal dalam memberikan bantuan hukum. Tantangan utama adalah tetap mengikuti perkembangan terbaru dalam hukum dan beradaptasi dengan perubahan yang mungkin berdampak pada kasus klien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun