Mohon tunggu...
Deviana Aisya
Deviana Aisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Haloo, saya Deviana, Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian Konflik Ahmadiyah di Indonesia

16 Januari 2023   17:55 Diperbarui: 16 Januari 2023   18:04 3384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Ahmadiyah adalah gerakan yang berdiri pada 23 Maret 1889 di India, yang beranggapan bahwa Rasulullah Muhammad SAW bukanlah nabi terakhir. Ahmadiyah adalah ajaran yang mengikuti aliran Mirza Ghulam Ahmad Al Qodiyani yang mengklaim bahwa dirinya adalah seorang nabi sekaligus juru selamat akhir zaman (Imam Mahdi). 

Di Indonesia sendiri, ajaran Ahmadiyah masuk melalui buku-buku Ahmadiyah yang masuk ke Indonesia pada tahun 1920-an. Ajaran Ahmadiyah tentu berseberangan dengan pemahaman Islam yang murni sehingga, menimbulkan kontroversi dan perselisihan antara penganut muslim dan Ahmadiyah di Indonesia. Akibat perbedaan pemahaman ini, kelompok Ahmadiyah seringkali mendapat diskriminasi bahkan kekerasan dari masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian kelompok kami yang mendatangi kelompok Ahmadiyah di Masjid An-Nashr Sidoarjo, kelompok Ahmadiyah merupakan kelompok yang jauh dari kata kekerasan, mereka seperti kelompok Islam lain pada umumnya yang rutin melakukan kegiatan beribadah dan mengkaji ajaran-ajaran agama. Persoaalan Ahmadiyah sebenarnya tidak perlu dibuat rumit, apalagi sampai mengerahkan kekuatan fisik untuk membentak, menekan, bahkan melakukan kekerasan terhadap mereka.

Namun, masyarakat Indonesia masih memiliki toleransi yang sangat minim, berbagai tindak kekerasan terus saja dipertontonkan umat Islam untuk memberangus setiap aktivitas jemaah Ahmadiyah. Aksi-aksi intimidasi serta ancaman penutupan tempat-tempat ibadah jemaah Ahmadiyah diberbagai daerah berlangsung susul-menyusul. 

Dalam konteks masyarakat Indonesia, konflik semacam itu disebabkan beberapa hal. Pertama, tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 1945 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita untuk melindungi hak-hak masyarakat. Kedua, kurangnya rasa saling hormat terhadap hak-hak individu dan kelompok dalam menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing, terutama mengenai Jemaah Ahmadiyah yang dianggap sesat. 

Ketiga, kurangnya komunikasi dan dialog yang terbuka di kalangan umat Islam dan Jemaah Ahmadiyah, sehingga dapat menimbulkan konflik. Keempat, lemahnya status hukum Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Dalam hal penyikapi perkembangan ajaran Ahmadiyah yang "menyimpang" tidak perlu menggunakan kekerasan, melainkan dengan memberikan penyadaran dan mengajak kembali ke jalan Islam yang benar. 

Jemaah Ahmadiyah memang melenceng dari aqidah Islam, namun atas nama hak asasi manusia, hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan pilihan mereka sendiri. Jemaah Ahmadiyah tetap tidak berhak mendapatkan diskriminasi apalagi kekerasan hanya karena perbedaan faham. Apalagi kekerasan yang diterima jemaah Ahmadiyah terjadi berulang-ulang kali dan di berbagai daerah di Indonesia. 

Untuk menyelesaikan permasalahan antara kelompok Ahmadiyah dan lapisan masyarakat yang lain, kelompok kami mengeluarkan beberapa solusi preventif dalam menyikapi persoalan konflik masyarakat yang menganut aliran Ahmadiyah dengan masyarakat muslim, 1) Mengendalikan perilaku diri dan komunitasnya agar tak berbuat kriminal terhadap sesama umat manusia, 2) Menjalin komunikasi secara menyeluruh kepada kedua pihak yang bertikai, 3) Melibatkan tokoh masyarakat atau pemuka agama dalam menyelesaikan konflik, 4) Memasifkan berkomunikasi pada penghubung-penghubung yang tidak resmi, 5) Memberikan sosialisasi kepada pihak yang menganut aliran Ahmadiyah, 6) Memberdayakan kedua belah pihak yang bertikai dengan menggunakan sektor ekonomi dan pendidikan sebagai sarana, 7) Saling menghargai antar keduanya.

Jemaah Ahmadiyah hendaknya melepaskan segala simbol apaun yang berhubungan dengan Islam, sedengkan umat Islam hendaknya merangkul kembali jemaah Ahmadiyah untuk kembali ke ajaran Islam melalui dakwah. Dan apabila tetap tidak menemukan titik temu, maka kedua belah pihak harus disepakati melalui mekanisme sosial agar keduanya bisa hidup berdampingan secara damai. Sebab, kita tida mungkin menrapkan zero-sum game, dimana yang satu eksis dan satunya musnah. Dalam kasus Ahmadiyah kita pelu menerapkan win-win solution, agar mencapai titik damai. 

Dengan demikian, sinergi dan harmoni sosial antara jemaah Ahmadiyah dan umat Islam diharapkan bisa memberi manfaat penguatan ketahanan nasional dan turut mempercepat berbagai persoalan yang belakangan ini membelit bangsa kita. 

Kedepannya, agama harusnya diarahkan pada upaya membebaskan diri dari doktrin-doktrin yang ekslusif dan intoleran kearah yang lebih inklusif dan multikulturalis. Jadi, sudah saatnya masyarakat Indonesia lebih mementingkan spirit perdamaian dibandingkan melakukan hal-hal yang memicu konflik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun