Santri merupakan candradimuka keterhubungan antara Religiusitas, Modernitas, dan Kebangsaan.
Pada setiap Peringatan hari Santri tanggal 22 Oktober, sesungguhnya memiliki makna historis terhadap penghormatan atas kontribusi santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekaan serta pembangunan bangsa.
Keterlibatan santri dalam mengisi kemerdekaan dipercaya sebagai modal mencapai cita-cita pendiri bangsa yakni menjadi negara yang menjunjung keberagaman dan penghargaan atas perbedaan pilihan. Santri adalah embrio untuk meneguhkan nilai-nilai kebangsaan, menyuarakan moderasi beragama serta menjaga pilar persatuan dan kerukunan di era modern.
Azyumardi Azra menekankan peran santri sebagai garda moderasi Islam di Indonesia dan menyoroti peran santri dalam dinamika politik dan sosial tanah air. Ditambahkan bahwa santri adalah kekuatan politik yang 'unik', mampu memadukan sakralitas agama, penghormatan atas keragaman pilihan politis, dan menjunjung nilai kebudayaan yang hidup di masyarakat.
Menanti Kiprah Santri
Dalam konteks kehidupan moderan, kiprah santri dapat diukur dari beberapa hal berikut : Pertama, Pionir Moderasi Beragama, artinya santri memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan antara keyakinan agama yang kuat dan penghargaan terhadap keberagaman. Moderasi beragama merujuk pada sikap yang menghindari ekstremisme yang berakal dari radikalisme maupun liberalisme berlebihan, dengan menekankan toleransi, inklusivitas dan saling menghormati.
Sikap moderasi santri terbentuk melalui pemahaman agama yang mendalam dan komprehensif, karena didukung kitab klasik sebagai rujukan moralitas dan ketaatan pada ajaran Islam. Pemahaman Islam yang moderat, yang tidak hanya taat pada syariat, tetapi juga menjaga harmoni sosial.
Kedua, Pemimpin berwawasan Kebangsaan. Santri mempunyai modal kuat untuk menjaga keutuhan bangsa, mempromosikan nilai-nilai nasionalisme, serta memadukan ajaran agama dan nilai persatuan, karena santri membawa perspektif yang berbasis pada nilai-nilai religiusitas (teladan moral-etika) Â dan kecintaan terhadap tanah air (pengabdian atas kebhinekaan)
Ketiga, Pemanfaatan Teknologi untuk Dakwah dan Pemberdayaan. Di era digital, santri perlu memiliki kecerdasaan dalam memanfaatkan potensi teknologi sebagai sarana dakwah yang humanis dan penerapan pendidikan yang aplikatif dan holistik agar mampu menjangkau kebutuhan masyarakat luas.
Keempat, Entrepreneurship Santri, adalah konsep keterlibatan santri dalam konteks ekonomi berbasis syariah, pemberdayaan umat, dan pembangunan ekonomi nasional. Santri yang secara tradisional dikenal memiliki pendidikan agama dan karakter moral yang kuat, perlu terjun untuk memperkuat kemandirian ekonomi sekaligus mendukung kesejahteraan warga. Kewirausahaan (Entrepreneurship) Santri harus memiliki aspek yaitu perpaduan nilai Islam dan Bisnis dengan mengedepankan keadilan, kejujuran tanggungjawab dan amanah, sehingga dalam menjalankan bisnis menghindari riba, memastikan kehalalan produk, dan memelihara etika bisnis yang baik. Dan Pesantren sebagai inkubator Bisnis dengan mengintegrasikan kewirausahaan dalam kegiatan pendidikan, seperti mendirikan unit usaha, baik dibidang pertanian, peternakan, perdagangan maupun industri kreatif.
Â
Kelima, Berperan aktif dalam politik dan kebijakan. Santri memiliki landasan moral dan etika yang kuat karena bermuara pada ajaran keislaman, sehingga berfungsi dalam menjaga moral dalam politik. Ikut aktif mempromosikan moderasi dalam kebijakan publik, memperjuangkan demokrasi yang berkeadilan bagi semua rakyat dengan penguatan partisipasi politik masyarakat, aktif memperjuangkan kepentingan umat dalam setiap kebijakan yang dirumuskan, dan santri sebagai pemimpin politik praktis baik sebagai wakil rakyat, pejabat eksekutif, maupun pemimpin partai politik.
Kepemimpinan santri di politik memberikan angin segar akan terwujudnya kebijakan yang berkeadilan, merakyat, dan berorientasi pada kesejahteraan sosial. Santri yang terlibat dalam politik praktis dituntut pula untuk mempertahankan idealisme moral yang mereka peroleh di pesantren, sekaligus mampu mengelola dinamika politik yang kompleks dengan tetap berpegang pada prinsip keislaman.
Transformasi Kepemimpinan Santri Â
Di era Modern, santri semakin banyak berkiprah sebagai pemimpin di berbagai tingkatan, mulai daerah hingga nasional. Terlibat sebagai pengurus di beberapa partai politik besar, baik yang berbasis Islam atau partai nasionalis. Meskipun demikian patut untuk dikaji bahwa ada beberapa tantangan yang harus dihadapi seperti Pertama, Stereotip politik santri yang kerap masih dipandang hanya sebagai figur keagamaan, sehingga santri perlu membuktikan kemampuan dan berkontestasi dalam isu-isu politik mutahir. Kedua, fragmentasi politik, yang terjadi di kalangan organisasi Islam, yang kadang mempersulit santri dalam membangun konsolidasi yang kuat di arena politik di daerah maupun nasional.
Walau demikian peluang santri berkecimpung di politik tetap besar, karena Pertama, dukungan pesantren sebagai basis sosial yang berakar kuat memberikan bonus elektabilitas yang masif dan dan solid. Kedua, Kebutuhan akan pemimpin yang berintegritas, di tengah krisis kepercayaan terhadap pemimpin konvensional. Santri hadir menawarkan perjuangan yang berintegritas dan amanah karena memiliki latar belakang moral yang kuat serta beretika.
Akhirnya, Santri kini telah diakui sebagai salah satu kekuatan penting dalam melakukan perubahan substantif. Diakui bahwa peran santri tidak hanya sebagai 'pengamat' tetapi aktor penting dalam kancah perpolitikan bangsa ini. Santri telah berhasil memadukan nilai-nilai Islam yang sakral dan luhur melalui pembuktikan moralitas dan semangat kebangsaan, berkontribusi secara signifikan dalam menjaga integritas nasional bagi kepentingan dan kemaslahan umat. Tabik !!!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H