Mohon tunggu...
Bayu Aristianto
Bayu Aristianto Mohon Tunggu... Dosen - Kuasa atas diri adalah awal memahami eksistensi

Menulis, proses pengabadian diri di tengah kesemuan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Urgensi Batasan Usia Pekerja

5 Agustus 2024   10:21 Diperbarui: 5 Agustus 2024   11:01 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Apakah kamu pernah mendengar kalimat "belum cukup umur"? kalimat tersebut lumrah terjadi di dunia kerja. Stigmatisasi perbedaan usia pada penentuan pekerja, kerap kali jadi perdebatan yang kian alot, meskipun regulasi di Indonesia menerangkan norma Pasal 35 ayat (1) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan "pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksanaan penempatan tenaga kerja" namun sebagian pihak berpendapat frase "tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja" membuka potensi ketimpangan, dimana pemberi kerja dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan dan diskriminatif, seperti usia, jenis kelamin, agama, atau latar belakang etnis.

Seorang warga Bekasi, Leonardo Olefins Hamonangan melakukan permohonan uji materiil Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 13 tahun 2003 ke Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 35/PUU-XXII/2024, meskipun amar putusan atas perkara tersebut menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menarik mencermati perkara ini sebagai bagian menghormati putusan Mahkamah Konstitusi sekaligus memberikan pandangan sebagai praktisi personalia di salah satu industri yang berkutat dalam proses penerimaan tenaga kerja.

Normalisasi Diskriminasi Usia 

Urgensi normalisasi diskriminasi usia (ageisme), merupakan bentuk kekhawatiran atas stigmatisasi bahwa umur mempengaruhi pola tindakan, self esteem, dan pandangan atas norma. Praktik diskriminasi terhadap warga senior (senior citizenship), mulai diperkenalkan pada tahun 1969 oleh ahli gerentologi, Robert Neil Butler, dengan mendefinisikan ageisme sebagai persenyawaan dari tiga elemen, pertama, prasangka terhadap masyarakat senior, yaitu predisposisi terhadap orang dewasa yang dianggap bias terhadap anak-anak dan remaja karena dinilai "bukan orang dewasa". Kedua, Umur tua, adalah bentuk egosentrisme orang dewasa yang berlebihan (adultisme), dan ketiga proses penuaan yaitu bentuk aturan oligarkial yang memahami bahwa sejatinya masyarakat harus dipimpin oleh orang yang lebih tua diantara penduduk lainnya.

Kita pahami bersama bahwa Dunia kerja menempatkan produktivitasan sebagai landasan menentukan pilihan kandidat pekerja. Ikhwal hal demikian sepatutnya lowongan pekerjaan menerapkan indikator berdasarkan kompetensi, keahlian, kualifikasi dan keterampilan yang dibutuhkan pemberi kerja. Maka dapat diterangkan bahwa batas usia (ageism) bukan merupakan indikator prediksi kinerja yang buruk.

Apabila merujuk laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dan mengacu pada kajian International Labor Organization (ILO), rentang usia produktif penduduk Indonesia yaitu antara 15 hingga 64 tahun. Sementara itu, data BPS tahun 2023 menunjukan bahwa usia produktif penduduk Indonesia sekitar 62,98% dari total jumlah penduduk. Kendatipun usia produuktif di Indonesia ditetapkan sejak usia 15 tahun, namun konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Minimun Age For Admission to Employment memberikan pengaturan bahwa usia kerja dimulai dari usia 18 tahun.

Adapun secara yuridis konstitusional, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan tersebut berkelindan dengan Pasal 28D ayat 2 (UUD) 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Lalu Pasal 5 UU 13/2003 mengatur bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Artinya keberadaan regulasi dan amanat konstitusi jelas secara khusus melindungi tenaga kerja karena merupakan aset berharga bagi suatu negara yang bukan hanya sebagai pengerak perekonomian, tetapi juga berperan penting dalam berbegai aspek pembangunan nasional. Oleh karena itulah tenaga kerja harus dilindungi dari segala bentul / jenis diskriminasi tidak hanya sebelum, selama, dan sesudah masa kerja tetapi juga sejak pekerja tersebut mencari pekerjaan.

Keadilan Usia Kerja  

Berkenaan dengan syarat batasan usia, ILO sebagai organisasi global yang mewadahi kepentingan tenaga kerja memahami adanya pembatasan usia dalam melamar pekerjaan merupakan bentuk diskriminasi usia. Meskipun tidak diatur secara expressis verbis dalam konvensinya, ILO melarang keras tindakan diskriminasi dalam bentuk apapun, karena tidak sesuai dengan ratifikasi konvensi ILO No. 111 Tahun 1958 tentang diskriminasi. Sehingga, seharusnya pemerintah yang telah meratifikasi konvensi-konvensi ILO ini, tidak punya lagi alas an untuk membiarkan diskriminasi usia di dalam dunia kerja, apalagi mempromosikan lewat lowongan kerja tanpa adanya alasan yang jelas.

Meskipun demikian saya memahami terdapat beberapa pengecualian di mana syarat usia dalam lowongan pekerjaan dapat dibenarkan misalnya dalam pekerjaan yang membutuhkan kemampuan fisik tertentu seperti Pilot pesawat yang membutuhkan kondisi fisik yang prima atau petugas pemadam kebakaran yang membutuhkan kekuatan dan stamina yang tinggi. Kemudian pekerjaan yang membutuhkan pengalaman atau keahlian khusus seperti dokter spesialis yang membutuhkan Pendidikan dan pelatihan khusus.

Saya berpandangan, adanya lowongan pekerjaan yang mensyaratkan adanya usia tertentu dan syarat berpenampilan menarik (good looking) memang dapat menghambat masyarakat yang sejatinya memiliki kompetensi dan pengalaman lebih namun terhalang usia dan subjektifitasan dalam menilai penampilan fisik. Apalagi pembatasan usia bertentangan dengan prinsip memberi kesempatan dan menghapus pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel. Sehingga persyaratan kerja hendaknya diletakan pada kualifikasi dan kompetensi, sehingga berapapun usianya sepanjang telah memasuki usia kerja dan memiliki kualifikasi, kompetensi, dan pengalaman (minimun degree of maturnity and experience) sesuai formasi dan lowongan memiliki kesempatan yang sama dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun