Mohon tunggu...
Bayu Aristianto
Bayu Aristianto Mohon Tunggu... Dosen - Kuasa atas diri adalah awal memahami eksistensi

Menulis, proses pengabadian diri di tengah kesemuan hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nusantara: Penamaan IKN dan Mitos Negeri Adiluhung

17 Januari 2022   15:49 Diperbarui: 17 Januari 2022   17:07 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ibu kota negara baru. (Dok. Instagram Nyoman Nuarta)

Konon, daerah marginal di luar kuasa kerajaan Majapahit disebut Nusantara. Bahwa banyaknya kepulauan yang tersebar dengan ragam penamaan yang bermacam, oleh karena untuk memudahkan administrasi pemerintah kerajaan, maka di istilahkan sebagai Nusantara. 

Arti Nusantara menyiratkan persekutuan mozaik perbedaan dari letak geografis yang berbeda dan langgam macam bahasa, jadi satu tubuh yang utuh dan padu. 

Mungkin negeri ini sudah sejak lampau dianugerahi perbedaan, keunikan, dan rupa kebudayaan, tapi seruan kesatuan dan rasa kasih yang sama, baru menyongsong saat kesamaan panggilan sebagai "Nusantara" mengema dan beramplifikasi di ruang kesadaran nenek moyang kita.

Hasrat pengakuan eksesif sebagai manusia Nusantara kemudian lahir saat nadi perjuangan kencang berhembus. Para pendiri bangsa di banyak panggung dunia menyerukan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hadiah atau bualan Kolonial. Perjuangan dan tumpah darah adalah persenyawaan antara cita nusantara yang terpatri jauh di lubuk bangsa ini dan kekayaan sosial yang jadi pilar kekokohan negeri.

Entahlah, siapapun punya pemaknaan terhadap kedirian kita yang hidup di Nusantara ini. Toleransi dan pemikiran moderat sejatinya adalah nafas dan darah kita. Tubuh negeri ini akan mati sekonyong-konyong saat darah dan nafasnya terhenti. Begitu pula keberdaan nafas dan darah akan tidak berarti tanpa wadah tubuh yang menaunginya.

Lalu ujungnya adalah Identitas jadi perkara yang tidak perlu diperdebatkan, apakah putih atau hitam, pesisir atau pendalaman, tinggi atau pendek, mancung atau pesek, lurus atau kribo, dan sederet perbedaan lainnya, akan hilang pada obrolan masyarakat kita, yang ada adalah, bagaimana kita maju Bersama, tumbuh sejahtera, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendahnya, melanjutkan impian orang terdahulu dan mewarisi kebaikan bagi generasi selanjutnya.

Iya, itulah Nusantara, mitos dengan kedalaman arti, kita hidup berbeda namun pada satu tubuh yang sama, upaya menjaga kelangsungan hidup adalah melestarikan perbedaan dengan wajah kesantunan, kebaikan, dan keluhuran bathin.

Sejenak mari kita beranjak, baru saja pemerintah melalui Bappenas merestui nama IKN (Ibu Kota Negara) yaitu Nusantara. Suharso Manoarfa mengumukannya pada rapat Bersama panja RUU IKN Senin (17/1/2022). Dihadapan para anggota dewan, Suharso menyebut bahwa ibu kota tersebut berbentuk daerah bersifat khusus setingkat provinsi yang selanjutnya disebut daerah otorita.

Menarik menunggu nantinya Indonesia memiliki ibukota bernama Nusantara. Seolah nalar nenek moyang kita kembali tersadur dan termaktub, sesungguhnya kita adalah anak zaman dari mimpi pendahulu bangsa ini. Nusantara adalah lonceng pengingat, alarm penjaga, dan mercusuar pembimbing, kemana arah bangsa ini tertuju. 

Identitas bahwa kita nusantara akhirnya melahirkan gejolak persatuan, mengukuhan atas perbedaan dan tentu saja kemauan untuk bergengam tangan dalam cita dan mimpi merajut negeri kearah sinar kehidupan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun