Mohon tunggu...
Mas Sonny
Mas Sonny Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

traveler partikelir |

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Setelah Sidak KRL, lalu Tindak Lanjutnya Apa?

22 Januari 2012   14:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:34 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_165493" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Bulan Desember 2011 lalu meneg. BUMN, Dahlan Iskan,  melakukan sidak ke PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dengan menumpang KRL, dan beberapa waktu selanjutnya kembali mengulang kembali naik KRL menuju Bogor untuk mengikuti rapat kabinet yang diadakan di istana bogor. Ramai di berbagai media televisi, cetak maupun portal internet memberitakan saat beliau naik KRL, turun di stasiun Bogor, makan di warung kaki lima, selanjutnya naik ojek ke istana karena mepetnya waktu. Melihat foto-foto saat beliau naik KRL ada yang berkomentar kalau hari itu ada "sterilisasi" baik di stasiun maupun didalam KRL sehingga saat diambil gambarnya kondisi gerbong tidak padat oleh penumpang. Namun artikel ini tidak membahas mengenai aktivitas beliau, namun membahas apa kelanjutannya setelah beliau dua kali naik KRL, tapi  sayangnya saya belum pernah membaca berita di media tentang komentar beliau dan evaluasi atas tindak lanjutnya. Yang ada hanya berita beliau mengumpulkan 5 CEO BUMN ke Madiun (basis PT.INKA), namun substansi dari rapat itu masih 'gelap'. [caption id="attachment_83" align="alignnone" width="300" caption="perbandingan KRL Jabodetabek dengan KRL antar kota di Perancis"]

[/caption] Kalau saya pribadi menjadi beliau saat di Madiun sana, membayangkan tindaklanjutnya dan Apabila mendiskusikan dan membahas bagaimana cara memasukkan penumpang KRL di atap kedalam KRL agar share penumpang transportasi rel dengan transportasi jalan meningkat menjadi diatas 10%, menurut impian saya pribadi antara lain dengan cara:
  1. Menginstruksikan PT. INKA untuk mendesain gerbong KRL double decker seperti yang dibuat oleh PT. Alstom dan Bombardier  dan di gunakan secara massal oleh perusahaan KA SNCF di Perancis. (gambar 1 dan 2). Melihat dan merasakan sendiri KA  double decker buatan Perancis, tinggi setiap lantai bila dibandingkan dengan KRL produksi Jepang lebih rendah (gambar 7), sehingga tinggi total gerbong tidak menjulang dan tidak perlu meninggikan tiang listrik yang ada di sepanjang jalur KA. Dilihat dari tinggi peron-peron yang ada di stasiun Perancis lebih rendah dibandingkan dengan peron yang ada di Indonesia, sepertinya gerbong  double decker tidak menggunakan chasis, karena setelah pintu masuk, desain gerbongnya  low floor alias lantai menuju kompartemen terdapat tangga untuk turun menuju kursi  (desainnya seperti bus tingkat yang pernah melayani Jakarta).
  2. Memperbaharui persinyalan yang digunakan oleh seluruh kereta api. Semenjak perubahan persinyalan dari mekanik menjadi elektrik, PT KAI belum pernah merubah dan memperbaiki persinyalan. Dan sepertinya juga tidak mempunya sistem cadangan apabila persinyalan utama gagal beroperasi, dilihat dari mandeknya semua kereta api berjam-jam di stasiun apabila terdapat gangguan sinyal di pusat pengedali persinyalan di stasiun Manggarai (gambar 4).
  3. Melakukan spin off (pemecahan perusahaan) PT. KA menjadi beberapa perusahaan, sehingga setiap perusahaan dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan mengevaluasi diri apabila perusahaan merugi, mau di tutup atau di restrukturisasi. Saat ini di PT. KAI beberapa divisi yang menguntungkan menyubsidi divisi yang merugi, sehingga laporan keuangan PT. KAI setiap tahunnya adalah RUGI.
  4. Membedakan jalur dan stasiun antara KA jarak jauh dengan KA komuter, sehingga headway (waktu antara keberangkatan KRL) setiap KRL meningkat. Yang terjadi saat ini adalah digabungnya fungsi stasiun antara komuter dengan jarak jauh, dan malang nasibnya penumpang KRL komuter menjadi warga kelas tiga apabila memasuki stasiun yang terdapat pemberhentian KA jarak jauh. Lebih ideal lagi menurut saya pribadi, stasiun KA jarak jauh terdapat di stasiun terluar dari stasiun Jabodetabek, seperti konsep terminal tipe A (terminal antar kota dan antar propinsi) yang digunakan oleh angkutan jalan raya.
  5. Sterilisasi stasiun KA. Hasil dari  konsep (studi preliminasi) awal yang diajukan oleh konsultan JICA sebelum pembangunan "lift-up" jalan rel sepanjang Manggarai-Kota adalah menghindari perlintasan sebidang dengan jalan raya (akan meningkatkan headway) dan melakukan sterilisasi penumpang yang akan naik KRL, sehingga semua penumpang membayar tiket sehingga dana yang didapat dari penumpang optimum untuk melakukan pengembangan lebih lanjut.
  6. Setelah spin off diatas,  PT. KAI yang memiliki lahan tanah dan bangunan terbesar  juga harus bisa memanfaatkan keuntungan diluar jasa perkeretaapian. Contohnya perusahaan kereta api di Jepang, keuntungan dari jasa non perkeretaapiannya lebih tinggi dibandingkan dengan jasa perkeretaapiannya dengan cara memanfaatkan setiap jengkal tanah dan bangunan yang dimilikinya untuk kepentingan komersial.

Semoga mimpi indah ini jadi kenyataan melihat posisi pak Menteri yang sangat strategis dengan menyinergikan semua sektor BUMN dan demi melihat transportasi di Jabodetabek menjadi lebih humanis dan bermartabat, bukan perbaikan kebijakan sesaat  PT. KAI yang diambil sekarang ini dengan mengesampingkan dan mejadikan penumpang KA hanya sebagai objek penderita (tersenggol batu beton yang beratnya 3kg). ps: gambar diambil dari koleksi pribadi dan berbagai sumber yang dihormati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun