Ada sebagian orang yang memberikan identitas atau mencirikan teroris kepada orang lain  hanya dengan penampilan. Dengan berdasarkan penampilan tertentu mereka langsung menghukumi bahwa orang tersebut teroris.
Di antara penampilan yang mereka cirikan untuk menghukumi seseroang teroris adalah laki-laki yang berpenampilan  celana cingkrang, dahi belang, dan jenggot panjang. Kalau untuk perempuannya yang perpakaian jubah dan menggunakan cadar
Sebuah pencirian dan pengidentifikasian yang perlu ditinjau. Apakah pernyataan di atas adalah suatu pernyataan yang benar. Atau sebuah rekayasa perang opini yang ingin memojokkan agama tertentu dengan memanfaatkan isu terorisme. Apalagi semenjak kasus hancurnya WTC, dunia meneriakan anti teroris dengan lantang.
Tapi dalam tulisan ini, Â saya tidak akan membahas masalah tersebut. Saya hanya akan menceritakan sedikit pengalaman saya sebagai orang yang mempunyai ciri-ciri tersebut di atas. Seorang laki-laki yang bercelana cingkrang, dahi belang, dan berjenggot panjang.
Ternyata sikap yang tersebut di atas tidak hanya isapan jempol. Di tempat-tempat tertentu Saya merasa mendapatkan perlakuan khusus, tidak sebagaimana yang lainnya.
Misalkan ketika di bandara, saat seseorang lolos dari  pintu detektor pasti langsung akan dipersilahkan mengambil barangnya yang lolos dari detektor pula. Tapi berbeda dengan diriku,  pasti akan diikuti dengan pemeriksaan seluruh tubuh yang mendetail.
Perlakuan tersebut kadang membikin hati tersenyum, kadang juga membikin hati jengkel. Karena merasa  ciri-ciri orang  mengamalkan ajaran agama digunakan sebuah ciri identitas sebagai teroris. Walaupun tidak dipungkiri terdapat orang-orang yang melakukan aktivitas terorisme, mereka memiliki ciri-ciri yang disebutkan diatas. Tapi bukan berarti semua orang yang memiliki ciri-ciri tersebut dimasukkan ke kategori teroris.
Perlu diketahui bahwa memanjangkan jenggot,  membuat celana diatas mata kaki merupakan  ajaran agama Islam. Ada tuntunannya di dalam Syariat agama Islam. Apakah selayaknya orang yang menjalankan agamanya dikatakan teroris. Apa boleh juga cara berpikir tersebut digunakan untuk menghukumi seseorang yang berpenampilan seperti preman sebagai preman. Tentu tidak boleh.
Apakah landasan asumsi praduga tak bersalah  yang dijadikan landasan mereka mencurigai setiap orang yang memiliki tiga ciri tersebut.  Allahu A'lam.  Saya tidak akan membahas hal tersebut. Saya hanya ingin bercerita tentang pengalaman yang pernah saya alami.
Ada pengalaman lain yang membuat saya tersenyum bercampur jengkel.  Saat saya pergi ke Kuala lumpur untuk mengikuti BETT Asia Kuala Lumpur 2016. Waktu pemeriksaan  di imigrasi, saya ditanya panjang lebar yang membutuhkan waktu cukup lama.
Orang-orang sebelum saya proses pemeriksaannya membutuhkan waktu hanya beberapa menit. Termasuk teman bepergian saya, dia diperiksa hanya beberapa menit. Saat Giliran saya diperiksa, Â Waduuuuuh membutuhkan waktu yang cukup lama. Apakah hal tersebut terjadi karena ciri-ciri diatas. Allahu a'lam.
Pengalaman yang sangat berkesan lainnya. Â Kalau teringat peristiwa tersebut kadang tertawa sendiri, Â kadang juga jengkel. Â Seorang guru berprestasi dikira seorang teroris. Kejadian tersebut terjadi saat puncak peringatan hari guru tahun 2015, di acara puncak yaitu Simposium Guru dan Tenaga Pendidikan Nasional 2015.
Acara tersebut mendatangkan guru-guru berprestasi melalui berbagai lomba dan utusan. Saya menjadi salah satu diantara mereka yang lolos melalui jalur lomba Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan 2015.
Saat acara simposium yang  dilaksanakan di Istora Senayan, ada sebuah peristiwa yang sebelumnya saya tidak menyangka-nyangka hal tersebut akan terjadi. Saya naik ke turbin atas untuk mengambil foto dengan background panggung simposium. Saya meminta bantuan orang lain untuk mengambilkan gambar foto.
Setelah selesai pengambilan gambar, saya ucapkan terima kasih dan meminta HP yang digunakan untuk mengambil gambar. Tak disangka-sangka dalam waktu secepat itu saya langsung dikupeng oleh tiga security Senayan.
"Mana kartu identitas bapak" Â tanya salah satu security
"Saya tidak diberi tanda peserta oleh panitia", Â jawab saya dengan penuh keheranan. Kenapa saya sampai dikepang tiga orang.
"Tidak mungkin peserta tanpa membawa identitas"
"Betul...Pak!", Dengan jengkel saya menjawab  "Saya tidak dikasih panitia..."membalas jawaban
"Sekarang mana kartu undangannya.....,kalau tidak dikasih tanda peserta"
"Undangan saya di hotel"
"Sekarang ikut saya, nanti saya kasih tempat VIP"
Dalam hati saya merasakan kejengkelan, Â saya sudah memiliki prasangka bahwa saya dianggap teroris.
Saya jawab dengan suara keras, " nggak mauuu...!"
"Ayo ikut saya ke kantor, nanti saya kasih tempat VIP" balas dengan menggertak
"Tidak mau Pak... saya di sini guru berprestasi dapat undangan khusus dari Presiden"
"Ikut saya sebentar ke kantor..!"
"Tidak mau pokoknya.... kalau nggak percaya itu teman-teman saya di bawah itu..."
"Mana temannya..?"
"Itu yang duduk di bawah itu"
Salah satu security berteriak kepada orang-orang yang duduk di bawah, "Apakah ini teman kalian
Iya Pak..."
"Betul...Pak" Â beberapa orang menjawab hampir bersamaan.
"Ya sudah, Â besok ke sini harus minta tanda peserta ke panitia"
"Iya Pak... Lihatlah Pak itu teman-teman saya juga tidak membawa tanda peserta!"
Tiga security itu langsung pergi tanpa pamit dan minta maaf
Saya turun dari turbin sambil teriak, Â "waduuuiih saya dikira teroris"
Teman-teman pada tertawa menyaksikan kejadian tersebut.
Kemudian saya duduk di samping teman-teman. salah satu peserta dari Lombok berkata
"Tadi ada security berseragam preman duduk di samping saya dan tanya  tentang bapak."
"Apakah Bapak kenal dengan orang yang di atas itu?"
"Tidak, Pak", jawab teman
"Betul Bapak tidak kenal?"
"Betul Pak, saya tidak kenal"
"Langsung security yang berseragam preman tersebut mengontak dengan HT temannya, dalam waktu yang cepat datang 3 orang yang langsung menyergap bapak diatas" Teman yang memberi tahu tersebut sambil tertawa-tawa. Kejadian tersebut menjadi perbincangan peserta simposium guru dan tenaga kependidikan tahun 2015.
Dari peristiwa tersebut saya menjadi terkenal di kalangan guru- guru berprestasi. Â Bukan karena prestasinya....he...he.., tapi karena dikira sebagai teroris. Ternyata ada hikmah dibalik peristiwa yang tidak menyenangkan.
Sragen, 26 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H