Mohon tunggu...
Eko Israhayu
Eko Israhayu Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Eko Sri Israhayu, tinggal di Purwokerto. Suka mendengarkan musik. Melalui kompasiana ingin menimba ilmu, dan saling berbagi. Terutama berkait dengan bidang kepenulisan dan masalah kependidikan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Malam Ini Saya Ingin Selingkuh

19 Januari 2015   08:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421603948511492227

Saya makin menyuntuki Kiblat Cinta untuk dapat lebih mengakrabi karya sastra yang hendak saya ulas. Mencermati bahasa yang digunakan, saya melihat fenomena bahwa mahasiswa saya ini juga tidak semena-mena untuk bermain-main dengan bahasa kendati dalam penulisan puisi ada licentia poetica (lisensi puitika). Kode sastra tampaknya cukup ia jaga. Dan.. saat menelusuri puisi-puisinya yang lain, saya menemukan fenomena yang unik dari penyair Mahroso Doloh.

Saya pun bermaksud mengupas karyanya ini dari tiga sistem kode. Misalnya, pada puisi berjudul “Banyumas Seindah Negerimu” , menurut saya puisi tersebut musti dilihat dari kode budaya. Anak muda yang banyak mengenyam pendidikan di pondok saat di negerinya ini menulis bait-bait berkait dengan fenomena budaya dengan cukup menarik. Kita bisa cermati bait yang saya maksud:Ahmad Tohari/ Cukup indah namamu senantiasa  terperi/ yang persis tajam otaknya tak terhenti/ Srintil yang menjadi bidadari dan menari/ teguh menggalas adab budaya tak pernah goyah dan bakti/ menjilat daun kudus di dadaku rantai memuji//

Makin malam, saya makin asyik menyuntuki puisi-puisi Mahroso. Saya pun berpendapat jika ikan bernapas dengan insang, burung bernapas dengan paru-paru, maka menurut saya penyair bernapas dengan puisi-puisinya. Setiap helaan napas penyair tentu  merupakan hal yang sangat berarti bagi sang penyair. Demikian pula puisi-puisi yang diciptakan penyair Mahroso sebagai napas hidupnya. Jelas merupakan hal yang berarti. Termasuk puisi-puisi satir romantik yang ditulisnya pada Kiblat Cinta. Ini sebagian puisi satir romantik yang saya maksud, misalnya pada puisi berjudul:  “Merah Putih Mengecewa”  : Aku kecewa di kenyataan kebun SBY/Aku kira kebun ini dapat aku menumpang mandi/Tapi kebun ini ternyata hanya berisi rumput-rumput yang kering/Yang mengalami lapar dan dahaga//

Puisi satir romantik Juga terdapat pada puisi "Suara Patani": Matahari menyinari angkasa/Dengan cahaya membawa beribu cita-cita/Orang-orang berkumpuil di bawah cahaya Sang Kuasa/Dengan sebiji cinta, budaya bangsa/Agama tak terhingga//

Puisi satir romantik yang saya temukan pada Kiblat Cinta menggoda saya untuk menulis yang lain. Mendadak pikiran saya ingin mengkonkretisasi karya mahasiswa saya ini menjadi lebih merenik lagi. Bukan dalam bentuk makalah, tapi saya ingin membuat sebuah penelitian kecil yang hendak saya ajukan ke Lembaga Penelitian. Judulnya kira-kira begini: Rekuperasi atas Puisi-puisi Karya Mahroso Doloh dalam buku Kumpulan Puisi Kiblat Cinta melalui Kode Bahasa, Sastra dan Kode Budaya.

Aha. Kayaknya judulnya lumayan okey (setidaknya menurut saya). Akan saya jelmakan menjadi sebuah proposal penelitian. Mudah-mudahan malam ini bisa jadi.Tentu, karena niat awal saya membuat makalah kemudian menjadi berubah, jelas ini termasuk selingkuh. Tak apalah.. Malam ini saya ingin selingkuh… Ih, kalau dibuat cerpen kok bagus juga ya kayaknya?!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun