"Ya biar adil, mbak. Ngitungnya dari depan, belakang, dan samping. Kalo dari samping doang kasihan kambingnya," jawab Blangkon sambil tertawa ringan.
Si Sopir mungkin merasa kehilangan panggung, lalu ia juga ikutan memberi tebakan kepada penumpang dan Blangkon.
"Kenapa tumbuh kuku di jari?"
Jawaban penumpang bermacam-macam, "biar bisa garuk-garuk;" "biar bisa nyakar;" dan lain sebagainya. Dan semuanya salah. Kemudian si Sopir memberikan jawabannya.
"Kalo tumbuh gemblong yaa nanti habis mbog makan"
Lalu terdengarlah tawa-tawa yang bersumber dari berbagai sudut ruang Kopaja yang saya tumpangi.
Mungkin hari ini saya berdosa karena tidak turut memberi jawaban atas tebakan2 mereka. Bahkan untuk tertawa pun tidak. Maafkan saya pak Sopir dan pak Blangkon. Saya tidak bisa tertawa dengan gojekan seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H