Semua masyarakat terutama di Pulau Buru baik aras masyarakat biasa maupun pejabat daerah seolah berlomba untu memiliki "lubang eksploitasi emas" yang nanti akan disewakan kepada pekerja professional yang datang dari Tasikmalaya, Ternate dan Manado. Lautan manusia di Gunung Botak seolah tak terbendung karena memang emas dijual ditempat dan uang langsung diperoleh.Â
Gunung Botak di Pulau Buru seolah tersulap menjadi wilayah tak bertuan. Disitu muncul tragedi kemanusiaan dimana manusia mati sia-sia terkubur tanah dalam lubang penggalian dan juga perdagangan illegal zat kimia sianida dan merkuri.Â
Begitu kompleks persoalan Gunung Botak sehingga Presiden RI Joko Widodo memerintahkan untuk menutup eksploitasi tradisional dimaksud karena membahayakan manusia dan lingkungan dalam masa kini dan masa yang akan datang. Perintah ini seolah tidak dipedulikan karena banyak sekali muncul "orang kaya baru" berkat sumberdaya emas di Pulau Buru. Â
Catatan kami yang keempat, Doni Monardo sebagai penguasa para serdadu yang selalu loyal pada komandan tidak menempuh jalur tongkat komando untuk menyerbu musuh di medan perang, namun beliau mencari konsep menyelamatkan lingkungan wilayah Kepulauan Maluku khususnya kasus eksploitasi emas di Gunung Botak. Doni Monardo memulai idenya dari lingkungan internal Kodam XVI Pattimura. Implementasi dengan cepat berjalan dimana pada setiap momen selalu dikumandangkan emas hijau dan emas biru.Â
Doni Monardo tidak bekerja sendiri namun menggandeng organisasi masyarakat di desa dan organisasi LSM untuk berpacu merealisasikan emas hijau dan emas biru. Konsep ini berangkat dari sutuasi ekologi Maluku yatu dengan melestarikan hutan sekaligus juga memuliakan lautan. Dua ruang habitat ini adalah tempat orang Maluku mengembangkan kualitas hidup dirinya dan keluarga. Doni Monardo mulai merinci konsep emas hijau dalam impementasi yang nyata adalah kembali menanam komoditas cengkeh, pala, gaharu dan komoditas lokal yang cocok dikembangkan pada pulau-pulau kecil. Kemudian emas biru diimplementasi dengan mengeksplotasi laut dengan ramah lingkungan.Â
Doni Monardo sadar bahwa laut di Maluku ini tidak mengalami masa tenang sepanjang waktu karena ada masa dimana laut bergelora bisa mengisolasi manusia dan wilayahnya dalam waktu yang panjang. Konsep emas biru diterjemahkan dengan membuat keramba dan orang Maluku mulai diajak untuk beternak ikan di lingkungan pantainya yang dianggap tidak terpengaruh oleh gelombang dahsyat.Â
Ini dimulai dengan memelihara ikan kerapu dan kakap di keramba, selain iu pula masyarakat diajak untuk menanam rumput laut. Kegiatan ini mendapat respons positif dari semua kalangan masyarakat Maluku. Â
Catatan kami yang kelima, Doni Monardo meminta LSM dan masyarakat untuk berkeja secara bersinergi dan dibantu oleh setiap pemerintah daerah setempat. Pemerintah daerah mendukung program ini dengan merealisasikan program pemberdayaan pada masyarakat.Â
Di Pulau Seram masyarakat dan LSM bekerja secara simultan membangun perkebunan gaharu yang nanti dikelola oleh masyarakat desa. Pada Februari 2017, saat puncak Hari Pers Nasional diAmbon, Presiden RI Joko Widodo datang dan berhasil memanen ikan di keramba yang ada di Teluk Ambon. Â
Catatan kami yang keenam, pada penghujung tahun 2017 Mayjend Doni Monardo harus dimutasikan ke Kodam Siliwangi di Jawa Barat dan di akhir masa jabatannya di Maluku beliau menitipkan program emas hijau dan emas biru ini kepada Pemerintah Maluku untuk meneruskan dan mengembangkan program ini dalam hubungan dengan pengentasan kemiskinan di Maluku. Hasil dari BPS menyatakan bahwa Maluku saat ini telah naik peringkat satu tangga dari ketiga keempat Provinsi Teriskin setelah Papua, Papua Barat dan NTT. Â
Catatan kami yang ketujuh bahwa Doni Monardo sebagai seorang perwira tinggi militer punya talenta khusus dalam mendeteksi apa yang harus dilakukan di Maluku dalam meredam issue negative terhadap Maluku, membangkitkan gelora dan semangat masyarakat untuk membangun di atas habitat dan ekologinya, dan mengembangkan komoditas yang cocok dengan agroekologi dan agroekosistem Maluku.Â