Mohon tunggu...
Amrullah Usemahu
Amrullah Usemahu Mohon Tunggu... -

KUASAI LAUT - KUASAI DUNIA\r\n" Terus Berkarya Demi Perikanan Jaya"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendeta Theo Suangburaro, Peletak Kesadaraan Kebangsaan di Tanah Papua

10 Januari 2019   22:33 Diperbarui: 11 Januari 2019   06:53 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." [Ir. Soekarno, Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961]" 

Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat "Jasmerah" adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Ir. Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966.

Mungkin ini kata bijak sang proklamator bangsa yang tepat atas perjumpaan bersejarah antara Pendeta Theo Suangburaro (80) dengan IR. SOEKARNO Presiden pertama RI saat melakukan kunjungan ke tanah Papua.

Pendeta Theo adalah salah seorang pendeta yang sudah emeritus (pensiun) dari tugas kependetaannya. Usianya sudah lanjut, namun ingatannya tentang bagaimana sentuhan kebangsaan di tanah Papua begitu mendalam.

Dalam tuturannya, perjumpaan pertama dengan Ir. Soekarno, Presiden pertama RI, pada 1963, adalah sebuah bentuk sentuhan kebangsaan yang bermakna historik bagi pemaknaan keindonesiaan di tanah Papua.

Tahun-tahun itu adalah tahun-tahun dalam perjuangan Republik Indonesia mengakhiri kolonialisasi Belanda di Papua.

Seperti diketahui bahwa sesuai dengan Resolusi Sidang Umum PBB No. 2504 (XXIV), 19 November 1969, baru Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Dalam perjumpaan dengan Ir. Soekarno, ia dapat disebut sebagai salah seorang yang memelopori proses sosialisasi paham-paham kebangsaan Indonesia di tanah Papua. Tujuannya adalah penyatuan Papua ke dalam Republik Indonesia.

Dari rekaman perjalanan perjuangan penyatuan Papua ke dalam Republik Indonesia, dapat dikatakan bahwa tahun-tahun perjumpaan dengan Presiden Soekarno itu mengukuhkan dirinya, bersama para pendeta lainnya sebagai tokoh-tokoh kunci yang berperan dalam usaha membangun kesadaran kebangsaan Indonesia di kalangan masyarakat Papua yang turut menyatakan pendapat untuk bergabung dengan Indonesia pada 1969 itu.

Namanya memang tidak disebut dalam lembar sejarah penyatuan tersebut. Tetapi sejarah tidak bisa menyangkali peran tokoh-tokoh seperti Pendeta Theo, karena sejarah kita masih didominasi oleh paradigma struktural sehingga terkesan menceritakan peran tokoh-tokoh yang telah punya nama dan peran strategis di level pengambilan keputusan.

Namun dari cerita Pendeta Theo, kita bisa menyimpulkan bahwa ada tokoh-tokoh lokal yang berperan penting membangun struktur kesadaran masyarakat (historical consciousness).

Sentuhan Kebangsaan Mungkin selama ini kita hanya mendengar keluhan para veteran RI. Mereka yang mengangkat senjata melawan kolonialisme.

Banyak di antara mereka mengeluhkan nestapanya seperti hidup di gubuk, berpenghasilan rendah karena menjadi pemulung, terganggu kesehatan akut, dan lain bentuk nestapanya. Perjumpaan dengan Presiden Soekarno itu adalah suatu perjumpaan historik bagi Pendeta Theo.

Namun setelah Papua menjadi bagian dari Indonesia (1969), ia dan rekan-rekannya yang lain, tidak pernah sekalipun mendapat kunjungan atau sentuhan kebangsaan.

Suatu hari, dalam masa Natal tahun 2018, ia mendapat kiriman Kartu Ucapan Natal dari Sekretaris Jenderal Dewan Pertahanan Nasional RI (Sesjen Wantanas), Letjen TNI Doni Monardo.

"Kartu natal itu datang seperti suatu berkat besar bagi saya dan keluarga. Istri saya sampai menangis menerima dan membacanya. Ada pejabat negara yang mengirimkan kartu ucapan natal kepada saya dan keluarga, dan selama ini kami merasa seakan kami sudah dilupakan. Maka kartu natal itu benar-benar sebuah berkat", demikian dikatakan Pendeta Theo.

Waktu kami bercerita di rumah anaknya. Istrinya mendambakan di usia senja ini adalah mereka berdua bisa memiliki sebuah rumah. karena selama ini mereka tinggal di rumah anaknya.

"Mungkin bapak-bapak dari Wantanas bisa mengulurkan tangan untuk kami membangun sebuah rumah", pinta istrinya sambil menitikan air mata.

Bahwa ini hanya gambaran dari masih banyak orang yang beperan penting seperti mereka yang pernah berjasa dan setia berbakti untuk negeri dan bangsa kita, masih bernasib buruk.

Karena itu perlu sentuhan kebangsaan yang mampu membuat nasib mereka terpulihkan. "Kami Hanya Butuh Sentuhan Kebangsaan" Sosok Pendeta Theo Suangburaro adalah salah satu dari antara para Pendeta di tanah Papua yang berjasa besar bagi keindonesiaan.

Bila sampai saat ini mereka hidup dalam keadaan yang relatif sederhana, tentu yang mereka butuhkan hanyalah sebuah sentuhan kebangsaan.

Sentuhan kebangsaan yang dimaksudkan di sini ialah perhatian pemerintah kepada mereka yang telah berjasa untuk membentuk level kesadaran kebangsaan masyarakat Papua di awal penyatuan Papua tahun 1969 itu.

Mungkin kita perlu data tentang berapa banyak pendeta di tanah Papua yang berperan dalam hal itu. Pendeta Theo Suangburaro masih hidup, dan ia adalah saksi sejarah yang darinya kita bisa mendengar seluruh cerita tersebut dan para pendeta lain yang bersama-sama beliau saat itu.

Dengan adanya orang-orang seperti ini, maka bangsa ini harus juga mengingat bahwa, di tanah Papua, para pendeta memiliki jasa besar dalam meyakinkan masyarakat agar percaya kepada pemerintah bangsa selama ini.

Cerita tokoh-tokoh seperti ini akan membangkitkan kembali kesadaran bahwa perjuangan untuk mensejahterakan Papua adalah bagian dari perjuangan menjadi Indonesia.

Orang papua sudah berperan sejak awal untuk kesatuan Indonesia. Mereka telah membangun dan turut menjaga keutuhan Indonesia yang kita sebut dari Sabang sampai Merauke.

Terima kasih untuk kehadiran dan tindakan bersejarahnya, Pak Pendeta Theo.

(Catatan kunjungan Tim Wantannas Bag.I) - Solideo Gloria.
Jayapura, 9 Januari 2019
Kontributor: Pdt. Dr. John Ruhulessin, M.Si
Penulis: Pdt. Elifas T. Maspaitella

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun