Namun dari cerita Pendeta Theo, kita bisa menyimpulkan bahwa ada tokoh-tokoh lokal yang berperan penting membangun struktur kesadaran masyarakat (historical consciousness).
Sentuhan Kebangsaan Mungkin selama ini kita hanya mendengar keluhan para veteran RI. Mereka yang mengangkat senjata melawan kolonialisme.
Banyak di antara mereka mengeluhkan nestapanya seperti hidup di gubuk, berpenghasilan rendah karena menjadi pemulung, terganggu kesehatan akut, dan lain bentuk nestapanya. Perjumpaan dengan Presiden Soekarno itu adalah suatu perjumpaan historik bagi Pendeta Theo.
Namun setelah Papua menjadi bagian dari Indonesia (1969), ia dan rekan-rekannya yang lain, tidak pernah sekalipun mendapat kunjungan atau sentuhan kebangsaan.
Suatu hari, dalam masa Natal tahun 2018, ia mendapat kiriman Kartu Ucapan Natal dari Sekretaris Jenderal Dewan Pertahanan Nasional RI (Sesjen Wantanas), Letjen TNI Doni Monardo.
"Kartu natal itu datang seperti suatu berkat besar bagi saya dan keluarga. Istri saya sampai menangis menerima dan membacanya. Ada pejabat negara yang mengirimkan kartu ucapan natal kepada saya dan keluarga, dan selama ini kami merasa seakan kami sudah dilupakan. Maka kartu natal itu benar-benar sebuah berkat", demikian dikatakan Pendeta Theo.
Waktu kami bercerita di rumah anaknya. Istrinya mendambakan di usia senja ini adalah mereka berdua bisa memiliki sebuah rumah. karena selama ini mereka tinggal di rumah anaknya.
"Mungkin bapak-bapak dari Wantanas bisa mengulurkan tangan untuk kami membangun sebuah rumah", pinta istrinya sambil menitikan air mata.
Bahwa ini hanya gambaran dari masih banyak orang yang beperan penting seperti mereka yang pernah berjasa dan setia berbakti untuk negeri dan bangsa kita, masih bernasib buruk.
Karena itu perlu sentuhan kebangsaan yang mampu membuat nasib mereka terpulihkan. "Kami Hanya Butuh Sentuhan Kebangsaan" Sosok Pendeta Theo Suangburaro adalah salah satu dari antara para Pendeta di tanah Papua yang berjasa besar bagi keindonesiaan.
Bila sampai saat ini mereka hidup dalam keadaan yang relatif sederhana, tentu yang mereka butuhkan hanyalah sebuah sentuhan kebangsaan.