Sangat jelas dalam kalimat "...agar kamu saling mengenal dan saling membantu satu sama lain".
Rahmat yang dicerminkan oleh syariat Islam baik di dunia maupun akhirat, tidak serta merta terdapat dalam teks al-Quran dan Hadist secara tekstual.Â
Akan tetaapi terdapat banyak isyarat baik dalam al-Quran dan Hadist yang memberikan penjelasan dalam mempertimbangkan kemashlahatan-kemashlahatan baru yang tidak terdapat dalam teks. Syariat Islam hidup ditengah peradaban kehidupan manusia. Walaupun Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran Islam telah wafat, ajaran Islam akan terus hidup dalam konteks yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Di samping itu, banyak dasar-dasar dalam agama sebagai pokok masyarakat untuk melakukan kegiatan yang mampu memberikan kemaslahatan ditengah masa pandemi seperti ini. Meskipun kondisi dan situasi yang sedang mengalami PPKM namun tidak mengurangi nilai kegiatan keagamaan.Â
Pengurangan jumlah mobilitas dalam masyarakat sangat penting dan juga menjaga jarak antara satu dengan yang lainnya. Hal itu juga diterapkan dalam kegiatan ibadah khususnya dalam umat Islam.Â
Seperti berjam'ah di masjid dengan mengurangi batas kuota jama'ah 50% dari kondisi normal. Namun dengan pembatasan kuota jama'ah seperti ini tidak mengurangi antusias masyarakat untuk melakukan sholat jama'ah di masjid. Selain itu juga tidak menyimpang dari ajaran agama Islam.
Jika terdapat kewajiban beribadah yang mewajibkan umat Islam untuk melakukannya, namun bertentangan kemashlahatan, akan lebih baik jika ditunda terlebih dahulu.Â
Contoh konkrit dari keterangan tersebut adalah kewajiban puasa Ramadhan yang wajib bagi seluruh mukallaf. Tetapi jika keadaan jiwa berkehendak lain, dalam arti karena melakukan puasa akan mengancam keselamatan jiwa, maka puasanya boleh ditunda untuk diganti pada kemudian hari.
      Â
Menurut Saeful Aziz, beribadah dimasa pandemi Copid-19 seperti, mengganti Sholat Jum'at dengan sholat Dzuhur, meninggalkan sholat Jum'at bagi Muslim yang terpapar pandemi , tidak melaksanakan Sholat berjama'ah di Masjid, menutup sementara masjid, menggunakan masker dalam sholat, menggunakan hand sanitizer, seperti dibulan Ramadhan sekarang dengan tidak melakukan Buka puasa Bersama, tidak melakukan Sholat Taraweh dan Witir Berjama'ah di Masjid cukup dengan keluarga di rumah.Â
Tidak melakukan I'tikaf di Masjid, teknis mengeluarkan Zakat Fitrah dan mal dengan mengoptimalkan penjemputan oleh amilin, meniadakan pelaksanaan Idul fitri dan tradisi berma'afan secara langsung bersentuhan, Menunda pelaksanaan Resepsi dan aqad nikah dll.
      Â
Semuanya ini merupakan bentuk Ijtihad yang dilakukan oleh Ulama dan Ulil Amri di Indonesia untuk upaya lahiriyah memutus mata rantai penyebaran wabah yang akan menimbulkan kemadlaratan bagi dirinya dan kemadlaratan bagi orang lain (la dharar wa la dhiror) hal tersebut memperioritaskan keselamatan diri dan keselamatan bersama (fiqih al-awlawiyat).
      Â
Hemat penulis memahami pandemi seperti sekarang ini dapat kita sikapi dengan baik. Tidak semua kegiatan yang dibatasi itu menyimpang bahkan menghilangkan nilai pahala dalam beribadah. Banyak hal yang perlu kita pahami lagi, melihat dari pendapat Ulama yang berijtihad demi terwujudnya mashlahat bagi umat.Â